Hal Sederhana Ini Perlu Dicermati Wajib Pajak

Oleh: Teddy Ferdian, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Saat-saat seperti sekarang ini boleh dikatakan sebagai fase akhir pelaporan Surat Pemberitahunan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh), khususnya untuk wajib pajak orang pribadi, jika wajib pajak tidak ingin dikenakan sanksi administrasi keterlambatan pelaporan SPT Tahunan PPh. Dengan sisa waktu yang kurang dari satu bulan, wajib pajak orang pribadi yang belum menyampaikan SPT Tahunan PPh masih memiliki waktu untuk memenuhi salah satu kewajiban sebagai wajib pajak yaitu melaporkan SPT Tahunan PPh sebelum batas waktu pelaporan pada 31 Maret 2021..
Pelaporan SPT Tahunan PPh hanya merupakan salah satu dari beberapa kewajiban yang melekat pada wajib pajak sejak terdaftar sebagai wajib pajak. Wajib pajak sudah sewajarnya memahami kewajiban perpajakan yang harus dilaksanakan oleh wajib pajak. Jika abai, maka bisa jadi berakibat fatal bagi wajib pajak, contohnya sanksi administrasi yang dikenakan pada wajib pajak. Sebenarnya cukup banyak wajib pajak yang telah melakukan kewajiban perpajakan secara benar sesuai batas waktu yang telah diatur dalam ketentuan dan aturan perpajakan. Namun, ternyata tidak sedikit juga wajib pajak, baik yang disengaja atau tidak, belum melaksanakan kewajiban perpajakan dengan baik dan benar.
Tidak terpenuhinya kewajiban perpajakan tersebut terkadang hanya disebabkan hal-hal sederhana yang lalai diperhatikan oleh wajib pajak. Bahkan tidak sedikit pula wajib pajak yang terkesan “menyepelekan” hal-hal sederhana tersebut, padahal dampaknya bisa jadi fatal dengan munculnya tagihan pajak terkait dengan sanksi administrasi perpajakan. Berikut disajikan beberapa hal sederhana yang kadang terlupakan oleh wajib pajak.
Memahami kewajiban yang melekat pada wajib pajak
Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya bahwa pelaporan SPT Tahunan PPh merupakan salah satu kewajiban yang melekat pada wajib pajak sejak awal terdaftar sebagai wajib pajak. Namun, sepertinya masih cukup banyak wajib pajak yang beranggapan bahwa pelaporan SPT Tahunan PPh menjadi satu-satunya kewajiban yang melekat pada wajib pajak. Sehingga ketika wajib pajak telah memenuhi kewajiban pelaporan SPT Tahunan PPh, wajib pajak beranggapan bahwa kewajiban perpajakan telah dilaksanakan. Boleh jadi ini benar untuk jenis wajib pajak tertentu, misalnya bagi wajib pajak yang berstatus karyawan dan tidak memiliki penghasilan lain. Artinya kondisi ini tidak berlaku sama untuk semua jenis wajib pajak.
Lalu bagaimana wajib pajak dapat mengetahui kewajiban yang melekat pada wajib pajak? Pertanyaan ini pun muncul di benak wajib pajak. Sejak awal terdaftar, wajib pajak sudah seharusnya mengetahui dan memahami kewajiban perpajakan yang melekat pada wajib pajak, termasuk informasi mengenai jenis pajak yang menjadi kewajiban, batas waktu pembayaran dan pelaporan pajak, serta cara pembayaran dan pelaporan pajak. Informasi ini diperoleh dari penjelasan petugas pajak saat melakukan proses pendaftaran wajib pajak.
Jika pendaftaran wajib pajak dilakukan secara daring, dan wajib pajak masih memiliki pertanyaan terkait kewajiban perpajakan, sebaiknya wajib pajak segera menanyakan kepada kantor pajak perihal kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi oleh wajib pajak. Dalam hal kekhawatiran wajib pajak untuk datang langsung ke kantor pajak selama masa pandemi, wajib pajak dapat menanyakan hal tersebut melalui saluran komunikasi yang telah disediakan oleh kantor pajak, bisa melalui telepon, chat whatsapp, email, atau media sosial kantor pajak. Wajib pajak juga dapat menanyakan melalui kring pajak 1500200. Dengan mengetahui kewajiban perpajakan yang melekat pada wajib pajak, wajib pajak dapat melaksanakan pembayaran dan pelaporan pajak sebelum batas waktu pelaksanaan kewajiban perpajakan. Sehingga wajib pajak dapat terhindar dari sanksi administrasi karena terlambat melakukan pembayaran dan pelaporan pajak.
Melakukan pembaruan data identitas wajib pajak
Hal sederhana lain yang kadang terlupakan oleh wajib pajak adalah pembaruan data identitas wajib pajak. Data identitas wajib pajak dapat berupa alamat, nomor telepon, telepon seluler, atau alamat email. Wajib pajak yang mengalami perubahan alamat atau data identitas lain terkadang lupa untuk menginformasikan kepada kantor pajak perihal perubahan tersebut. Tidak adanya pembaruan data identitas wajib pajak mengakibatkan informasi yang ingin disampaikan dari kantor pajak ke wajib pajak menjadi terputus dan tidak sampai ke wajib pajak. Dampaknya bisa jadi cukup fatal jika informasi yang disampaikan tersebut terkait klarifikasi data atau hal lain yang berhubungan dengan dapat terbitnya tunggakan pajak.
Informasi yang disampaikan dari kantor pajak ke wajib pajak pada umumnya dilakukan melalui surat menyurat. Informasi via surat tersebut akan dikirimkan ke alamat sesuai dengan data dalam Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Ketika alamat wajib pajak mengalami perubahan, tentunya surat tidak sampai ke tangan wajib pajak. Jika nomor telepon wajib pajak yang terdaftar di Sistem Informasi DJP masih valid, kantor pajak dapat menghubungi wajib pajak untuk memberitahukan informasi kepada wajib pajak. Namun, jika nomor telepon juga berubah, maka informasi menjadi tidak tersampaikan.
Oleh karena itu, wajib pajak perlu melakukan pembaruan data identitas wajib pajak jika ada perubahan. Dengan begitu, semua informasi yang disampaikan oleh kantor pajak dapat di terima dengan baik oleh wajib pajak. Selanjutnya jika masih ada yang ingin ditanyakan terkait informasi yang diterima, wajib pajak dapat menanyakannya ke kantor pajak melalui saluran komunikasi yang telah disediakan.
Tidak mengabaikan surat dari kantor pajak
Hal sederhana berikutnya adalah wajib pajak mengabaikan surat dari kantor pajak, padahal surat tersebut memerlukan tanggapan dari wajib pajak. Sebagai contoh, surat yang dikirimkan kantor pajak ke wajib pajak bisa berupa permintaan klarifikasi data terkait kebenaran data yang diperoleh kantor pajak. Wajib pajak diminta memberikan klarifikasi dalam batas waktu yang ditentukan di dalam surat. Dengan alasan tertentu, terkadang wajib pajak tidak memberikan tanggapan, padahal telah menerima surat tersebut. Akibatnya, kantor pajak menghitung pajak terutang hanya menggunakan data yang diperoleh kantor pajak. Hal ini menyebabkan bertambahnya tunggakan pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. Jika saja wajib pajak memberikan tanggapan atas surat yang diterima bisa jadi tanggapan tersebut dapat diterima oleh kantor pajak dan tidak ada tambahan tunggakan pajak yang diterbitkan.
Itu adalah salah satu contoh kasus. Boleh jadi ada contoh lain tentang akibat dari mengabaikan surat dari kantor pajak. Intinya, setiap surat dari kantor pajak yang dikirimkan ke wajib pajak tentunya memiliki maksud dan tujuan yang jelas. Jika wajib pajak masih memerlukan kejelasan atas surat yang diterima, wajib pajak dapat menanyakan ke kantor pajak melalui person in charge sesuai surat atau menghubungi saluran komunikasi yang disediakan kantor pajak.
Tiga hal tersebut merupakan hal-hal sederhana yang dalam prakteknya kadang terlupakan oleh wajib pajak. Hal-hal sederhana yang jika dicermati oleh wajib pajak dapat menghindarkan wajib pajak dari konsekuensi fatal yang dapat dikenakan terhadap wajib pajak. Mitigasi terhadap hal-hal sederhana ini perlu menjadi perhatian wajib pajak.
Akhirnya, kepatuhan wajib pajak dapat dimulai dari rasa peduli terhadap kewajiban perpajakan yang melekat pada wajib pajak. Rasa peduli tersebut secara perlahan akan meresap ke dalam hati sanubari wajib pajak, dan hasilnya adalah kesadaran pajak oleh wajib pajak. Sikap sadar pajak ini yang sangat diperlukan untuk dapat meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 232 kali dilihat