Apa Urgensinya Pajak Bertutur 2022?

Oleh: Selestina Aurilla Putri Hapsari, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Direktorat Jenderal Pajak kembali menyelenggarakan Pajak Bertutur 2022. Tepatnya pada 18 Agustus 2022, Direktorat Jenderal Pajak hadir ke seluruh tanah air dari Sabang hingga Merauke.
Tujuan diadakannya kegiatan Pajak Bertutur ialah dalam rangka mengampanyekan Program Inklusi Kesadaran Pajak dalam dunia pendidikan. Pendidikan yang dirangkul mulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Selain untuk meningkatkan kesadaran pajak, Pajak Bertutur kali ini dihelat dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-77 dengan mengambil tema “Generasi Sadar Pajak, Muda Berkreasi Membangun Negeri” dan tagar “Pajak Bertutur 2022: Sehari Mengenal, Selamanya Bangga”.
Pada tayangan video sambutan Menteri Keuangan Republik Indonesia dalam acara Pajak Bertutur kali ini , Sri Mulyani menjelaskan bahwa pajak merupakan hal penting dalam pembangunan sebuah negara.
Berbagai fungsi pajak khususnya di masa pandemi Covid 19 di antaranya pembiayaan vaksin dari pemerintah, bantuan bagi masyarakat kehilangan pekerjaan, dan lain-lain. Sri Mulyani juga mengatakan, pada dasarnya pajak adalah sistem gotong royong. Maksudnya di sini adalah bagi masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomis diharapkan membayarkan pajaknya.
Dengan demikian kepatuhan membayar pajak adalah hal yang tidak dapat dipisahkan. Edukasi perpajakan terus dilakukan pemerintah sebagai langkah strategis. Sri Mulyani menambahkan, generasi muda ialah pemimpin, pembawa tongkat estafet dan calon pembayar pajak.
Tentu saja acara tersebut tidak dapat berjalan baik apabila tidak dilakukan kerja sama dengan berbagai pihak. Untuk mendukung acara tersebut, masing-masing unit kerja melibatkan berbagai pemangku kepentingan antara lain: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi; Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Dinas Pendidikan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota; sekolah jenjang SD,SMP, SMA atau lainnya yang sederajat; Perguruan Tinggi; dan pihak lainnya.
Momentum Bonus Demografi dan Kesadaran Pajak
Berdasarkan Sensus Penduduk 2020, mayoritas penduduk Indonesia di bawah 25 tahun (generasi Z). Selanjutnya, berdasarkan pada data Ditjen Pajak (DJP), mayoritas wajib pajak berumur 25-40 tahun (generasi milenial).
Melihat kedua data tersebut, ada potensi besar penambahan wajib pajak baru pada masa mendatang, terutama dari kelompok penduduk generasi Z. Apabila diselisik dari jenjang pendidikan saat ini, generasi Z ialah siswa-siswi yang duduk di bangku SD, SMP, SMA, serta perguruan tinggi. Merekalah generasi muda sebagai pemegang tongkat estafet untuk membangun negeri.
Apabila kita cermati Data BPS terkait jumlah penduduk yang bekerja ( per Februari 2022) diperoleh sebanyak 135,6 juta jiwa. Kemudian jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) yang terdaftar sebanyak 17,35 juta wajib pajak. Sedangkan jumlah WPOP yang melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan per 30 April 2022 sebanyak 11,87 juta SPT.
Apabila kita lakukan perbadingan dari data-data tersebut diperoleh hal yang menarik. Dari delapan orang yang bekerja, hanya satu orang yang mendaftarkan diri sebagai wajib pajak. Kemudian dari delapan wajib pajak hanya lima yang melaporkan SPT Tahunan.
Dari hal tersebut kita ketahui bahwa kesadaran pajak masih rendah sekaligus tingkat kepatuhan masih rendah. Banyak warga negara belum tahu manfaat pajak. Masih banyak masyarakat yang resisten terhadap pajak. Selain itu juga berujung penerimaan pajak masih berat untuk direalisasikan.
Bukan Sekadar Penerimaan
OECD menyebut, edukasi yang baik tidak hanya berdampak positif bagi penerimaan negara, tetapi juga bermanfaat bagi wajib pajak dan otoritas pajak itu sendiri.
Wajib pajak yang memiliki pendidikan atau literasi pajak yang baik dapat menghindari keterlambatan pembayaran pajak atau kesalahan-kesalahan lain yang menimbulkan pengenaan sanksi atau denda dari otoritas pajak.
Secara jangka panjang, kepatuhan pajak ikut meningkat. Literasi pajak yang kuat juga akan memangkas waktu yang diperlukan wajib pajak dalam menghitung dan melaporkan pajaknya. Dengan begitu, pajak bukan lagi menjadi momok yang ditakuti masyarakat.
Di samping itu, bagi otoritas pajak dalam hal ini Ditjen Pajak, wajib pajak yang memiliki literasi pajak yang kuat dapat menghindari kesalahan dalam menunaikan kewajiban perpajakannya. Sehingga, Ditjen Pajak dapat memprioritaskan sumber daya untuk menyelesaikan masalah yang lebih besar seperti pengelakan pajak dan sebagainya.
Dari penjelasan di atas, edukasi perpajakan menjadi langkah inisiasi untuk menciptakan sistem pajak yang ideal.
*)Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
- 475 kali dilihat