
Kantor Wilayah DJP Jawa Tengah II hadir dalam kegiatan sosialisasi untuk memperkenalkan Rumah Ekspor Solo (RES) kepada instansi yang memiliki peran terkait UMKM maupun usaha besar yang berorientasi ekspor di Surakarta (Kamis, 24/2).
Sebagaimana diketahui, Rumah Ekspor Solo (RES) sebagai bentuk kolaborasi antara Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia dengan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam rangka memberikan layanan informasi, edukasi, pembiayaan, dan community development kepada para pelaku usaha khususnya UKM termasuk komunitas yang memiliki produk unggulan berorientasi ekspor di wilayah Surakarta dan sekitarnya.
Pada kesempatan tersebut, Wieka Wintari dan Surono yang menjadi nara sumber dari DJP menyampaikan beberapa peran DJP dalam membangun eksistensi RES. DJP dalam hal ini Kanwil DJP Jawa Tengah II menjelaskan tentang kewajiban perpajakan bagi para eskportir, program Business Development Service (BDS) serta Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
“DJP mengapresiasi atas terjalinnya kerja sama tentang Rumah Ekspor Solo. Rumah Ekspor Solo merupakan wujud sinergi antara Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Impor dalam memberikan pelayanan dan edukasi yang baik kepada masyarakat, khususnya wajib pajak dan pengguna jasa berorientasi ekspor,” ungkapnya.
Melalui Rumah Ekspor Solo, masyarakat diharapkan dapat menemukan solusi dari masalah yang mereka hadapi selama ini. Pada Rumah Ekspor Solo ini, Kanwil DJP Jawa Tengah II mengambil peran secara langsung dengan membuka layanan konsultasi dan asistensi terkait pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan. Mulai dari pendaftaran NPWP sampai pada pelaporan SPT. Hal ini dimungkinkan karena DJP sendiri telah berbenah dan mengalihkan sebagian layanannya pada portal pajak.go.id. Layanan tersebut dapat diakses dari mana saja.
“Sebagai salah satu pihak yang memiliki kepentingan di dalam ekosistem ekspor, tentunya DJP telah mengambil beberapa kebijakan yang mendukung para pelaku ekspor agar lebih maju lagi. Beberapa diantaranya telah tertuang pada peraturan perundang-undangan seperti pada Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN yang mengatur besaran tarif PPN ekspor 0%,” imbuh Wieka .
Dikesempatan selanjutnya Surono sebagai nara sumber kedua menyampaikan bahwa DJP juga memiliki program yang mendorong UKM untuk lebih berkembang dan meningkat kemampuannya yaitu Business Development Service (BDS). BDS diselenggarakan dengan menggandeng berbagai pihak baik dari kalangan profesional maupun praktisi. Program ini rutin digelar setiap tahunnya. Tidak hanya diselenggarakan di level Kanwil, tapi juga digelar di tingkat KPP. BDS tidak hanya berupa seminar atau edukasi, terkadang juga diselenggarakan dalam bentuk pameran produk UKM.
“BDS juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana meningkatkan kemampuan. Jadi apa yang dibutuhkan oleh wajib pajak untuk meningkatkan omzetnya, akan kami fasilitasi edukasinya. Sebagai contoh, wajib pajak membutuhkan kiat-kiat memasarkan produknya secara online via marketplace. Maka, kami akan memfasilitasi pelatihannya. Ini yang disebut sebagai BDS. Dan ini kami berikan gratis,” jelas Surono lebih lanjut.
Di penutup sesi sosialisasi, Wieka dan Surono menyampaikan materi mengesahkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. UU HPP terdiri atas sembilan bab yang memiliki enam ruang lingkup pengaturan, yakni Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Program Pengungkapan Sukarela (PPS), Pajak Karbon, serta Cukai. Atas masing-masing ruang lingkup memiliki waktu pemberlakuan kebijakan yang berbeda.
Pada kesempatan ini, mereka mengajak para peserta sosialisasi untuk menyukseskan Program Pengungkapan Sukarela yang akan berakhir pada tanggal 30 Juni 2022.
- 9 kali dilihat