Catatan Redaksi: Dalam mewawancarai para narasumber #TemanTuli, Tim Redaksi didampingi oleh Juru Bahasa Isyarat (JBI) dari Komite Nasional Disabilitas (KND), Akbar Alfado Maulana. Tim Redaksi sengaja dan dengan sadar memilih diksi “tuli” --alih-alih (mohon maaf) “tuna rungu”-- karena menurut Komunitas Teman Tuli, kata itulah yang lebih layak.

-----

Keterangan foto: Jonah Gabriel Matulessy (kiri), salah satu petugas pojok pajak yang menguasai bahasa isyarat tingkat dua, berbincang dengan dua orang Juru Bahasa Isyarat, salah satunya Akbar Alfado Maulana (tengah), serta para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah binaan Direktorat Jenderal Pajak dan Komunitas Teman Tuli, di luar Aula Cakti Buddhi Bhakti, Gedung Mar'ie Muhammad, Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (Rabu, 21/02).

-----

PADA tahun 2018 lalu, Tri Julian Gustoro, yang waktu itu bertugas di loket layanan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Ciawi, susah payah melayani wajib pajak yang menyandang disabilitas tuli. Mencoba memahami maksud pengunjung yang hendak berkonsultasi ihwal perpajakan, Julian akhirnya berkomunikasi dengan tulisan di secarik kertas.

Peristiwa itu melecut pegawai yang kini bertugas di Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat itu, untuk mempelajari bahasa isyarat. “Masih level satu. Saya belajar secara online, ikut kelas dengan durasi tiga sampai empat jam,” ungkapnya, yang mulai mengaji bahasa isyarat pada 2019 itu.

Berbeda dari Julian, Jonah Gabriel Matulessy mempelajari bahasa isyarat karena memang suka berinteraksi. Pegawai yang kini bertugas di KPP Pratama Jakarta Penjaringan sebagai Juru Sita Pajak Negara ini memiliki ibu pemain teater. Kebetulan, pria yang antusias dan cekatan dalam melayani ini berkisah bahwa ibunya memiliki seorang teman yang tuli. 

Selain itu, ada seorang yang bekerja di rumahnya yang memiliki keterbatasan pendengaran. “Dia merasa sedih dan stres karena tidak ada yang memahami maksud dia,” ujar El, panggilan akrabnya.

Konon, ada ungkapan seperti ini, “Mengapa harus mereka yang memahami kita? Kenapa bukan kita yang memahami mereka?” timpal Julian.

El mengaku mulai belajar bahasa isyarat sejak Oktober 2023, dan kini sudah menguasai level dua. Level satu memiliki kompetensi tingkat dasar, antara lain mengenal huruf dan angka, sapaan, nama-nama hari, hewan, buah, kata dasar, serta eksplorasi ekspresi. 

Perlu kita camkan, Teman Tuli amat bergantung pada raut muka dan gerakan bibir, daripada intonasi atau nada bicara. Oleh karena itu, pandemi Covid-19 lalu menjadi tantangan karena kita harus memakai masker. Untungnya, terciptalah terobosan berupa masker transparan yang memungkinkan Teman Tuli tetap mampu membaca gerakan bibir dan ekspresi wajah.

Sementara itu, level dua menguasai nama-nama musim dan cuaca, tingkatan sekolah, jadwal pelajaran, dan sebagainya. Konon, guna mengantongi sertifikat sebagai JBI, perlu lulus uji kompetensi level tiga ke atas. “Kalau level lima, sudah menguasai bahasa internasional,” tutur El.

“Saya seorang juru sita, bukan petugas frontliner. Tapi saya yakin suatu saat bahasa isyarat ini berguna dalam menunjang pekerjaan saya,” imbuhnya.

“Seperti sekarang ini?” tanya saya.

"Betul," jawabnya. Kami berbincang-bincang di sela acara Forum Tematik Badan Koordinasi Kehumasan (Bakohumas), di luar Aula Cakti Buddhi Bhakti, Gedung Mar’ie Muhammad, Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (Rabu, 21/02).

Baca juga:
Forum Tematik Bakohumas: Komitmen Seluruh Humas Sukseskan Pelaporan SPT dan Pemadanan NIK-NPWP
Peringati Hari Disabilitas, DJP Sumut I Gelar Edukasi Pajak
Meneladani Serli, Penyandang Disabilitas yang Taat Pajak
Ravy, Wajib Pajak Penyandang Disabilitas Taat Lapor Pajak
Meski Disabilitas, Hartanto Tetap Lapor SPT
Ramah bagi Kelompok Rentan, KemenPANRB Beri Penghargaan Kantor Pajak Palu

[TAJUK] Penghargaan Pelayanan Publik KemenPANRB: Mari Hadirkan Kesetaraan bagi Kelompok Rentan

Kebetulan, selain gelar wicara soal peranan pajak, pemadanan Nomor Induk Kependudukan dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NIK-NPWP), juga diselenggarakan layanan pojok pajak oleh instansi unit vertikal DJP, baik Kantor Wilayah DJP, maupun Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Nah, El ditugasi kantornya sebagai petugas layanan pojok pajak. Selain itu, ada juga program business development service (BDS), yang menampilkan produk-produk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), binaan DJP serta Komunitas Teman Tuli.

El mengaku amat gembira, berkesempatan mendampingi Komisioner KND, Rachmita Maun Harahap, yang juga merupakan Teman Tuli. “Beliau asyik,” ungkapnya. Mita juga memanfaatkan layanan pojok pajak untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, dalam kesempatan itu.

-----

MENURUT Mita, mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2019, Indonesia memiliki 28 juta jiwa penduduk dengan berbagai jenis disabilitas. Di antaranya, 10,6 juta merupakan Teman Tuli, dengan usia 15 tahun ke atas. Bisa jadi saat ini jumlah tersebut bertambah. Tentunya, mereka mendambakan kesempatan yang setara dalam mengakses layanan publik.

“Saya sudah berkeliling ke berbagai kota, menyampaikan pentingnya pajak. Bahwa pajak merupakan salah satu kewajiban warga negara, dan kita harus patuh,” tutur Mita, yang juga mengajar di sebuah perguruan tinggi.

Mita memberi masukan, agar setiap kantor pajak menyediakan sarana bagi penyandang disabilitas. “Edukasi terhadap tiap-tiap Teman Disabilitas harus dipisah, karena kebutuhan mereka sangat berbeda,” tegasnya. Misalnya, Teman Netra memiliki keterbatasan dalam membaca kode Completely Automated Public Turing test to tell Computers and Humans Apart (CAPTCHA), sementara mereka dianugerahi kepekaan tinggi dalam menangkap nada dan suara.

Menurut Mita, situs maupun media sosial kantor pajak juga perlu menyediakan tayangan video dengan bahasa isyarat, karena dalam kondisi tertentu, ketersediaan teks saja dirasa kurang cukup.

Simak juga:
[YOUTUBE KEMENTERIAN KEUANGAN] ⁠Lupa EFIN? Tenang, begini tata cara permohonan lupa EFIN

-----

TAUHIDAH, perempuan pelaku bisnis kue dengan merek Seloyang.Roti, salah satu binaan program BDS, mengaku belum pernah bertandang ke kantor pajak, juga belum pernah disambangi petugas pajak. Dia tinggal di Cipedak, Jakarta Selatan. Layanan publik yang ia rasakan antara lain membayar pajak kendaraan bermotor, yang merupakan ranah pajak daerah.

“Jangan sampai Teman Tuli merasa kok tiba-tiba disuruh bayar pajak? Padahal mereka belum pernah menerima edukasi perpajakan,” ujar Akbar yang mendampingi Tauhidah dalam wawancara. 

Ke depannya, mereka berharap kantor pajak dapat menyediakan juru bahasa isyarat sebagai pendamping. Secara terpisah, El dan Julian menjelaskan bahwa kursus bahasa isyarat pada dasarnya cukup mudah diakses. “Bisa mengakses akun Instagram atau situs Pusbisindo (Pusat Bahasa Isyarat Indonesia –red),” tutur El.

“Kuncinya adalah kita harus mau. Mau mempelajari, juga mau join secara langsung dengan Teman Tuli. Interaksi dan komunikasi dengan mereka akan mengasah kemampuan kita. Ibaratnya memori daging (muscle memory –red). Kalau hanya mempelajari, cuma jadi pengetahuan. Tapi dengan praktik langsung, kita akan semakin paham,” terang El. Apalagi kosakata bahasa isyarat semakin berkembang seiring dengan bergulirnya roda zaman.
 

Pewarta: Yacob Yahya
Kontributor Foto: Hanny Hardy
Editor: Inge Diana Rismawanti

*) Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.