Oleh: Edmalia Rohmani

Hari ini seorang (Account Representative) AR Pengawasan mendatangi saya di meja helpdesk. Dari raut mukanya saya tahu ada masalah genting. "Mbak, tolong ya, Wajib Pajak (WP) saya kehilangan laptop. Semua aplikasi eFaktur dan database hilang!"

Saya senyum-senyum saja. "Siap!"

"Masalahnya, sejak hilang, aplikasi itu menerbitkan puluhan eFaktur yang tidak pernah diterbitkan oleh Direktur!"

Kali ini saya yang terkesiap, "Kok bisa? Sejak kapan aplikasi bisa menerbitkan faktur sendiri?"

Sungguh mengherankan apabila seorang pencuri laptop bisa mengakses aplikasi yang memiliki beberapa lapis verifikasi.

"Itu yang membawa lari anak buahnya.

Saya hanya bisa manggut-manggut sambil geleng-geleng, mafhum sekaligus simpati.

Ini bukan kali pertama saya temui kejadian fraud oleh mantan anak buah yang sakit hati berujung pada hilang atau rusaknya aplikasi eFaktur. Namun ini pertama kalinya saya ketahui ada yang sampai hati menerbitkan faktur dengan tujuan membawa kabur uang negara. Ujung-ujungnya jelas perusahaan yang dirugikan sebab harus berurusan dengan petugas pajak, bahkan harus membayar PPN keluaran yang belum disetorkan berikut semua jenis sanksi administrasi.

Bila Laptop Perusahaan Hilang, Lalu Harus Bagaimana?

Yang pertama jelas harus lapor polisi sebab terkait tindak pidana kriminal. Kalau di dalam laptop tersebut ada aplikasi eFaktur, maka harus melakukan pekerjaan ekstra yaitu lapor ke KPP tempat terdaftar, terutama AR yang mengawasi WP. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan aplikasi seperti di atas.

Selanjutnya WP akan diarahkan ke petugas helpdesk untuk me-reset aplikasi agar si pencuri tidak bisa menggunakan aplikasi eFaktur yang ada.

"Sejak kapan hilang laptop nya Pak?" tanya saya pada staf keuangan WP.

"Januari Bu. Ini saya bawa Pak Direktur dan Direktur Utama untuk mengurus semuanya. "

Saya menghela napas, lega. Urusan administrasi memang akan lebih mudah bila yang datang setingkat direktur. Seringkali level pimpinan tidak mau tahu dan menyerahkan begitu saja kepada staf keuangan melalui surat kuasa. Akibat sikap macam inilah petaka kecurangan itu bermula.

"Sepertinya Pak Direktur sudah belajar dari kesalahannya" batin saya.

EFaktur, Aplikasi Berlapis Baja

Sebenarnya bila diibaratkan kendaraan baja untuk berperang, lapisan yang dirancang pada aplikasi eFaktur sudah berlapis-lapis. Setidaknya PKP harus berkutat dengan beberapa kode agar sukses menaklukkan aplikasi ini:

  1. Password ENOFA: digunakan WP ketika login ke website ENOFA (www.efaktur.pajak.go.id);
  2. Kode aktivasi: digunakan ketika mengupload faktur pajak keluaran dan ketika melakukan reset aplikasi;
  3. Passphrase: digunakan terkait penggunaan sertifikat digital pada browser dan aplikasi efaktur;
  4. Password eFaktur: digunakan WP ketika login ke aplikasi efaktur.

Penulis selalu salut dengan WP yang berdedikasi menghafalkan keempat kode ini, yang mana sebetulnya tidak perlu dilakukan sebab sebenarnya bisa ditelusuri jejaknya.

Password ENOFA bisa dicari di arsip email perusahaan. Kode aktivasi bisa dicek di website ENOFA. Passphrase bisa dicek di email perusahaan. Satu kode yang perlu dicatat mungkin password eFaktur sebab dibuat sendiri ketika registrasi awal aplikasi.

Hal yang perlu diperhatikan oleh para pimpinan perusahaan adalah jangan pernah memberikan semua kode itu pada bawahan, meskipun dia adalah orang yang paling dipercaya sekalipun. Melakukan hal itu sama dengan memberikan otoritas penuh sebagai pimpinan untuk mengeksekusi transaksi PPN dengan nilai tak terbatas. Semacam memberikan cek kosong kepada seseorang, yang apabila tidak dikontrol berpotensi merugikan banyak pihak.

Satu hal yang perlu digarisbawahi, passphrase adalah “kata ajaib” yang diketik oleh Direktur, atau salah satu Pengurus WP yang berwenang sesuai akta perusahaan pada saat pengajuan permohonan sertifikat digital. Frasa ini bersifat rahasia dan tidak boleh diberitahukan kepada siapapun, sebab akan kehilangan “kesaktian”-nya. Bila ada satu saja anak buah yang memegang semua kunci ini, maka siap-siap saja bila terjadi fraud di kemudian hari.

Bagaimana dengan Faktur Pajak yang Telanjur Terbit?

Tenang saja, Faktur pajak yang telanjur terbit tanpa sepengetahuan Direktur masih bisa dibatalkan, kok. Bagaimana caranya?

  1. Reset aplikasi: sebenarnya WP bisa melakukan reset aplikasi secara mandiri, hanya saja paling aman ke KPP untuk minta pendampingan ketika reset;
  2. Menginstall ulang aplikasi efaktur baru;
  3. Mengajukan permintaan data eFaktur yang hilang ke KPP;
  4. Registrasi ulang;
  5. Mengimpor data eFaktur yang telah diterima dari KPP ke dalam aplikasi;
  6. Batalkan faktur pajak yang tidak seharusnya terbit. Nota pembatalan perlu dibuat dalam hal ini merujuk pada peraturan teknis yang berlaku.

Sayangnya, sebab kasus ini sudah terjadi terlalu lama, kemungkinan besar faktur pajak yang terbit sudah dikreditkan oleh lawan transaksi. Celakanya, faktur pajak yang terbit dianggap faktur yang sah sebab telah melalui semua prosedur yang resmi.

Namun selalu ada ada celah untuk menuntaskan kasus ini; informasi lawan transaksi yang diketahui setelah data aplikasi kembali dapat menjadi titik terang untuk menguak keberadaan sang Pencuri. Satu lagi pekerjaan Pak Direktur yang menanti: menghubungi lawan transaksi untuk membatalkan pajak masukan dan membuat pembetulan SPT PPN. Sungguh bukan perkara mudah.

Maka, ingat ya Pak Direktur, jangan lakukan hal itu (lagi) pada bawahan Anda!

Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan pendapat resmi organisasi tempat penulis bekerja.