Amortisasi Aset Hak Konsesi Jalan Tol dalam Perspektif Komersial dan Fiskal

Oleh: Natalina Ariyani, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Munculnya istilah hak konsesi jalan tol tidak lepas dari peran penting pemerintah dalam mengupayakan pemerataan pembangunan jalan tol sebagai infrastruktur vital sektor perhubungan. Saat ini pembangunan berbagai ruas tol di lima pulau besar Indonesia terus dilakukan. Merata mulai dari jalan tol trans-Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, hingga tol trans-Papua. Melalui Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (Perpres 38/2015), kita mengenal adanya Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dalam membangun infrastruktur publik.
Jalan tol merupakan salah satu infrastruktur yang menjadi sasaran proyek strategis nasional. Anggaran belanja negara yang terbatas menjadikan skema KPBU sebagai salah satu alternatif untuk mewujudkan pembangunan berbagai ruas jalan tol. Dalam rangka mencukupi kebutuhan pendanaan, menumbuhkan iklim investasi serta memberikan kepastian pengembalian investasi, pemerintah menggandeng badan usaha sebagai mitra pelaksana proyek.
Pemerintah mengikat perjanjian kerjasama serta memberikan hak konsesi berupa izin untuk membangun dan mengelola jalan tol kepada badan usaha. Kita mengenalnya dengan istilah perjanjian konsesi jasa. Tujuan pemberian hak konsesi agar badan usaha selaku investor dapat mengelola infrastruktur sepenuhnya dan memperoleh imbal hasil termasuk keuntungan atas dana investasi yang sudah dikeluarkan. Badan usaha penerima hak konsesi yang menjadi mitra pemerintah bisa berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun perusahaan swasta.
Pemberian hak konsesi paling lama 50 tahun atau sesuai perjanjian yang disepakati. Saat masa perjanjian konsesi berakhir, badan usaha mitra yang semula bertanggungjawab atas pengelolaan jalan tol mengembalikan objek infrastruktur kepada pemerintah, dalam hal ini Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT). Selama berlangsungnya masa perjanjian KPBU, hak konsesi menjadi milik badan usaha pengelola infrastruktur.
Pandangan Akuntansi
Secara komersial, badan usaha pengelola akan mengakui hak konsesi sebagai aset hak pengusahaan jalan tol dalam laporan keuangan perusahaan. Umur konsesi berlaku sejak ditandatanganinya perjanjian kerjasama dan berakhir saat aset konsesi dikembalikan kepada pemerintah. Aset hak konsesi diklasifikasikan sebagai harta tak berwujud karena secara nyata tidak mempunyai substansi fisik meski dapat diidentifikasi dan dinilai. Aset ini berperan penting dalam kegiatan operasional, dan diharapkan mampu memberikan manfaat ekonomis jangka panjang bagi perusahaan.
Dalam perjanjian konsesi jasa jalan tol, umumnya terdapat dua tahapan kontrak yaitu kontrak pembangunan dan kontrak pengoperasian. Saat aset konsesi mulai dioperasikan, perusahaan mulai membebankan amortisasi. Pada pengakuan awal, amortisasi aset hak konsesi dicatat sebesar harga perolehan yang didalamnya meliputi seluruh biaya pengeluaran yang dikeluarkan badan usaha sampai dengan infrastruktur jalan tol siap dioperasikan.
Masa manfaat aset konsesi dihitung berdasarkan jangka waktu perjanjian konsesi setelah dikurangi dengan lamanya waktu pembangunan. Pada beberapa badan usaha, amortisasi aset hak pengusahaan jalan tol selain jalan dan jembatan tol dihitung berdasarkan metode garis lurus dengan masa manfaat maksimal 20 tahun. Dan amortisasi hak pengusahaan jalan dan jembatan tol menggunakan metode unit produksi berdasarkan volume lalu lintas pengguna jalan tol selama masa konsesi. Amortisasi berakhir saat perjanjian konsesi jasa berakhir, saat infrastruktur jalan tol dikembalikan kepada pemerintah, dan aset konsesi telah diamortisasi seluruhnya oleh badan usaha.
Baca juga:
Membangun Keadilan dan Kemudahan dalam Penghitungan Penyusutan dan Amortisasi
Skema Pembangunan Infrastruktur IKN Nusantara, Yuk Kenali Aspek Perpajakannya
Pajak untuk Pembangunan Infrastruktur Negeri
Tarif Tol Turun, DJP yang Menanggung
Contoh: Pemerintah mengikat perjanjian KPBU dengan BUMN dalam proyek jalan tol dengan jangka waktu hak konsesi 35 tahun. Kontrak berlaku sejak awal Januari 2011 hingga akhir Desember 2040. Dalam enam tahun pertama dilakukan pembangunan. Awal Januari 2017 jalan tol siap dioperasikan dan pembebanan amortisasi dimulai saat itu. Masa manfaat aset hak konsesi adalah 29 tahun dan masuk kelompok 4, dengan masa manfaat 20 tahun. Amortisasi menggunakan metode garis lurus dengan tarif pembebanan proporsional dan/atau metode unit produksi berdasarkan volume lalu lintas pengguna jalan tol selama masa konsesi.
Ketentuan Perpajakan
Menurut Pasal 9 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72 Tahun 2023 tentang Penyusutan Harta Berwujud dan/atau Amortisasi Harta Tak Berwujud, harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat melebihi 20 tahun, amortisasi dilakukan sesuai masa manfaat harta tak berwujud kelompok 4 atau sesuai masa manfaat sebenarnya berdasarkan pembukuan wajib pajak, dengan syarat dilakukan taat asas.
Terbitnya regulasi ini memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi pemilik aset hak pengusahaan jalan tol, karena mencerminkan keadaan yang sesungguhnya terkait umur ekonomis aset konsesi. Penghitungan amortisasi dapat disesuaikan dengan masa manfaat sebenarnya, mengingat umur manfaat aset konsesi hak pengusahaan jalan tol umumnya melebihi 20 tahun. Pada proyek KPBU dalam rangka penyediaan infrastruktur publik, ketentuan fiskal menganut metode garis lurus dalam menghitung amortisasi aset hak konsesi.
Contoh: Pemerintah mengikat perjanjian KPBU dengan BUMN dalam proyek jalan tol dengan jangka waktu hak konsesi 35 (tiga puluh lima) tahun. Kontrak berlaku sejak awal Januari 2011 hingga akhir Desember 2040. Dalam enam tahun pertama dilakukan pembangunan. Awal Januari 2017 jalan tol siap dioperasikan, pembebanan amortisasi dimulai saat itu. Masa manfaat aset hak konsesi adalah 29 tahun dan secara fiskal dapat diakui seluruhnya. Amortisasi menggunakan metode garis lurus dengan tarif yang disesuaikan dengan sisa masa manfaat sebenarnya.
Wajib pajak yang memilih melakukan amortisasi aset hak konsesi yang dimiliki dan digunakan sebelum tahun pajak 2022 sesuai masa manfaat sebenarnya, menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak. Wajib pajak yang belum menyampaikan pemberitahuan, masih diberikan kesempatan sampai dengan 30 April 2024.
Bagi wajib pajak yang telah menyampaikan pemberitahuan dapat menghitung amortisasi aset hak konsesi sesuai masa manfaat sebenarnya mulai tahun pajak 2022 berdasarkan nilai sisa buku fiskal akhir tahun 2021. Sesuai ketentuan, tarif amortisasi dihitung proporsional dengan metode garis lurus berdasarkan sisa masa manfaat sebenarnya sesuai pembukuan yang taat asas.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 423 views