Skema Pembangunan Infrastruktur IKN Nusantara, Yuk Kenali Aspek Perpajakannya

Oleh: Devitasari Ratna Septi Aningtiyas, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Medio September lalu, Kementerian Keuangan memberikan edukasi kepada lima belas pemerintah daerah penyangga Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara ihwal pembiayaan infrastruktur daerah. Adapun pemerintah daerah yang diundang antara lain berasal dari Banjarbaru, Banjarmasin, Tanah Laut, Tanah Bumbu, Tapin, Hulu Sungai Tengah, Tabalong, Palangkaraya, Barito Utara, Samarinda, Balikpapan, Paser, Berau, dan Kutai Kartanegara.
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan mendongkrak ketertarikan pemerintah daerah tentang skema pembiayaan pembangunan, salah satunya melalui Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), yang diproyeksi dapat digunakan dalam pembangunan infrastruktur di daerah penyangga IKN Nusantara. Contoh sukses skema KPBU antara lain proyek Sistem Penyediaan Air Minum Semarang Barat dan proyek Preservasi Jalan Lintas Timur Sumatra di Provinsi Sumatra Selatan.
KBPU, Terobosan Skema Kreatif
Sebenarnya skema KBPU bukan hal yang baru. Namun demikian, skema ini bisa dibilang sebagai salah satu inovasi dalam pembiayaan infrastruktur yang memerlukan bujet besar. Menurut Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, KBPU merupakan kerjasama antara pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan memperhatikan pembagian risiko di antara para pihak.
Dikutip dari situs kpbu.kemenkeu.go.id, skema KPBU diperlukan karena adanya keterbatasan anggaran (financing gap) dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan pembangunan infrastruktur. Hal ini memerlukan creative financing sebagai solusi, selain menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024, kebutuhan infrastruktur tahun 2020-2024 sebesar Rp6.445 triliun, dengan perincian berasal dari Pemerintah sebesar Rp2.385 triliun (37%), Badan Usaha Milik Negara (BUMN) senilai Rp1.353 triliun (21%), dan swasta sekitar Rp 2.707 T (42%). Melalui bagan KPBU ini, pemerintah mengajak peran serta swasta berkontribusi dalam pembagunan prasarana, namun demikian skema KPBU bukanlah privatisasi.
Tujuan KPBU adalah untuk mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam penyediaan infrastruktur melalui pengerahan dana swasta; mewujudkan penyediaan infrastruktur yang berkualitas, efektif, efisien, tepat sasaran, dan tepat waktu; menciptakan iklim investasi yang mendorong keikutsertaan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur berdasarkan prinsip usaha secara sehat; mendorong digunakannya prinsip pengguna membayar pelayanan yang diterima, atau dalam hal tertentu mempertimbangkan kemampuan membayar pengguna; dan/atau memberikan kepastian pengembalian investasi Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur melalui mekanisme pembayaran secara berkala oleh pemerintah kepada Badan Usaha.
Skema KPBU ini juga mengubah paradigma penyediaan infrastruktur. Awalnya, pengadaan barang dan jasa dilakukan secara konvensional, berganti menjadi pengadaan layanan infrastruktur. Lalu, bagaimana aspek perpajakannya?
Aspek Perpajakan KPBU
Aspek perpajakan KPBU telah diatur pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-29/PJ/2018 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Dukungan Kelayakan pada Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Pemerintah dapat memberikan Dukungan Kelayakan atas kegiatan penyediaan infrastruktur dengan skema KPBU yang dilakukan oleh Badan Usaha Pelaksana dalam bentuk tunai atas porsi tertentu dari seluruh biaya konstruksi proyek KPBU. Kemudian, Badan Usaha Pelaksana wajib menyerahkan kembali infrastruktur kepada pemerintah di akhir periode perjanjian.
Perlu dicamkan, pada akhir Tahun Pajak dikeluarkannya Biaya Penyediaan Infrastruktur atau saat infrastruktur selesai dibangun apabila infrastrukur selesai sebelum akhir Tahun Pajak, dilakukan pencatatan yaitu reklasifikasi akun Konstruksi Dalam Pengerjaan menjadi akun Konstruksi Dalam Pengerjaan-Dukungan Kelayakan, yang dihitung berdasarkan proporsi sumber dana Dukungan Kelayakan oleh Pemerintah dari seluruh biaya konstruksi proyek KPBU dan atas nilai Konstruksi Dalam Pengerjaan-Dukungan Kelayakan diakui sebagai Piutang Badan Usaha Pelaksana kepada Pemerintah dan Penghasilan Ditangguhkan.
Pada saat Dukungan Kelayakan diterima, Piutang Badan Usaha Pelaksana kepada Pemerintah dilakukan penyesuaian sebesar nilai Dukungan Kelayakan yang diterima. Saat tercapainya tanggal operasi komersial, Konstruksi Dalam Pengerjaan dan Konstruksi Dalam Pengerjaan-Dukungan Kelayakan direklasifikasi menjadi akun Aset Tidak Berwujud-Dukungan Kelayakan untuk pengeluaran yang bersumber dari Dukungan Kelayakan oleh Pemerintah dan akun Aset Tidak Berwujud untuk pengeluaran yang bersumber dari Badan Usaha Pelaksana.
Bila sebagian atau seluruh Dukungan Kelayakan diterima oleh Badan Usaha Pelaksana selama masa konstruksi, Penghasilan Ditangguhkan diakui sebagai Penghasilan saat tercapainya tanggal operasi komersial sebesar nilai akumulasi Dukungan Kelayakan yang telah diterima; dan amortisasi atas Biaya Penyediaan Infrastruktur yakni atas amortisasi Aset Tidak Berwujud-Dukungan Kelayakan dibebankan sekaligus bersamaan dengan pengakuan penghasilan dengan nilai sebesar penghasilan yang diakui dan atas amortisasi Aset Tidak Berwujud dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Sedangkan jika sebagian atau seluruh Dukungan Kelayakan diterima oleh Badan Usaha Pelaksana setelah tercapainya tanggal operasi komersial, Penghasilan Ditangguhkan diakui sebagai Penghasilan pada saat Dukungan Kelayakan diterima. Sementara itu, atas amortisasi Aset Tidak Berwujud-Dukungan Kelayakan dibebankan sekaligus bersamaan dengan pengakuan penghasilan dengan nilai sebesar penghasilan dan atas amortisasi Aset Tidak Berwujud dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pengeluaran lain terkait infrastruktur yang sumber pendanaannya berasal dari Badan Usaha Pelaksana dan mempunyai masa manfaat lebih dari setahun yang dikeluarkan setelah tercapainya tanggal operasi komersial, dikapitalisasi dalam hak penggunaan atau pengusahaan infrastruktur oleh Badan Usaha Pelaksana, dan diamortisasi.
Tentu stimulus berupa insentif atas pelaksanaan proyek KPBU diharapkan dapat menarik minat pihak swasta untuk mengerjakan proyek infrastruktur, terutama di daerah penyangga IKN nantinya. Hal ini karena proyek infrastruktur merupakan proyek yang sangat krusial dan melibatkan beragam pihak, sehingga dibutuhkan sinergi bersama pihak non-pemerintah guna mempercepat pembangunan. Hal ini juga menjadi peluang bahwa Indonesia dapat membangun beragam proyek infrastruktur tanpa utang.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 222 kali dilihat