Oleh: Eko Priyono, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Baru-baru ini, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 72/2023 yang mengatur tentang penghitungan penyusutan harta berwujud dan amortisasi harta tidak berwujud untuk keperluan perpajakan.

PMK ini berusaha untuk mengimplementasikan amanat yang tercantum dalam Pasal 21 ayat (10) dan Pasal 22 ayat (5) Peraturan Pemerintah (PP) 55/2022. Sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk memberikan kepastian hukum, keadilan, dan kemudahan dalam proses perpajakan, regulasi ini didesain untuk selaras dengan program simplifikasi regulasi.

Penting untuk dicatat bahwa PMK 72/2023 menghadirkan beberapa perubahan dalam kelompok penyusutan harta berwujud. Dalam konteks harta berwujud bukan bangunan, tetap terdapat empat kelompok dengan masa manfaat, masing-masing selama 4 tahun, 8 tahun, 16 tahun, dan 20 tahun. Namun, untuk harta berwujud berupa bangunan, masa manfaatnya ditetapkan selama 10 tahun untuk bangunan tidak permanen dan 20 tahun untuk bangunan permanen.

Perubahan ini sejalan dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang memberikan fleksibilitas bagi wajib pajak yang memiliki bangunan permanen dengan masa manfaat lebih dari 20 tahun. Dalam kondisi ini, mereka diperbolehkan untuk melakukan penyusutan dengan masa manfaat yang sebenarnya, namun harus memenuhi syarat taat asas. Pemberitahuan untuk melakukan penyusutan dengan masa manfaat yang sebenarnya harus dilakukan paling lambat pada 30 April 2024.

Tidak hanya penghitungan penyusutan harta berwujud, PMK 72/2023 juga memperhatikan penyusutan atas biaya perbaikan harta berwujud. Sebagai langkah untuk memudahkan dan meratakan pengeluaran bagi wajib pajak, biaya perbaikan atas harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun harus dibebankan melalui penyusutan. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 7 ayat (2) PMK 72/2023 yang menyatakan bahwa biaya perbaikan ditambahkan pada nilai sisa buku fiskal harta berwujud tersebut.

Namun, dalam kasus ketika perbaikan tidak menambah masa manfaat harta berwujud, penghitungan penyusutan dilakukan berdasarkan sisa masa manfaat fiskal harta tersebut. Dalam situasi di mana perbaikan berkontribusi pada penambahan masa manfaat, penghitungan penyusutan dilakukan dengan memperhitungkan masa manfaat yang ditambah dari perbaikan tersebut. Akan tetapi, penyusutan atas harta berwujud tidak dapat dilakukan melebihi masa manfaat kelompok harta berwujud yang bersangkutan.

Salah satu hal yang menarik adalah pengaturan terkait pengalihan atau penarikan harta yang mendapatkan penggantian asuransi. PMK 72/2023 mengamanatkan bahwa ketika terjadi pengalihan atau penarikan harta yang mendapatkan penggantian asuransi, jumlah nilai sisa buku fiskal harta yang dialihkan atau ditarik akan dibebankan sebagai kerugian. Sebaliknya, jumlah harga jual atau penggantian asuransi yang diterima akan dibukukan sebagai penghasilan.

Selain penghitungan penyusutan harta berwujud, PMK 72/2023 juga memberikan perhatian pada amortisasi harta tidak berwujud. Dalam hal ini, kelompok penyusutan tetap terbagi menjadi empat kelompok dengan masa manfaat masing-masing selama 4 tahun, 8 tahun, 16 tahun, dan 20 tahun. Akan tetapi, bila harta tak berwujud memiliki masa manfaat lebih dari 20 tahun, amortisasi dapat dilakukan sesuai dengan masa manfaat yang sebenarnya berdasarkan pembukuan wajib pajak dengan syarat dilakukan secara taat asas. Pemberitahuan untuk melakukan amortisasi dengan masa manfaat yang sebenarnya harus disampaikan paling lambat pada 30 April 2024.

 

Perubahan Besar

Perubahan besar yang dilakukan oleh PMK 72/2023 adalah mencabut beberapa peraturan sebelumnya yang berkaitan dengan penyusutan dan amortisasi, seperti PMK 248/2008, PMK 249/2008 s.t.d.d PMK 126/2012, dan PMK 96/2009. Dengan langkah ini, PMK 72/2023 menjadi satu-satunya acuan yang berlaku terkait penghitungan penyusutan harta berwujud dan amortisasi harta tidak berwujud untuk keperluan perpajakan. Keputusan ini diharapkan akan memberikan kejelasan dan kepastian hukum bagi wajib pajak.

Meskipun PMK 72/2023 menawarkan kepastian dan kemudahan dalam penghitungan penyusutan dan amortisasi harta berwujud dan tidak berwujud, tetap ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab. Apakah perubahan ini akan memberikan dampak positif bagi dunia usaha? Apakah wajib pajak mampu mengikuti perubahan ini dengan baik? Dan bagaimana pemerintah akan memastikan kepatuhan para wajib pajak terhadap peraturan ini?

Selayaknya, pemerintah harus memastikan bahwa regulasi yang diberlakukan tidak hanya memberikan kepastian hukum, tetapi juga dapat diimplementasikan secara efektif oleh para pemangku kepentingan. Perubahan regulasi ini memerlukan dukungan yang kuat dari seluruh pihak terkait agar dapat memberikan dampak yang positif dan merata bagi masyarakat.

Selain itu, langkah-langkah edukasi dan sosialisasi perlu ditingkatkan untuk memastikan bahwa wajib pajak memahami dengan baik ketentuan dalam PMK 72/2023. Tidak jarang terjadi bahwa perubahan regulasi baru diabaikan atau tidak dipahami sepenuhnya oleh para wajib pajak, yang akhirnya berdampak pada kesulitan atau ketidakpatuhan dalam proses perpajakan.

Dalam proses sosialisasi, pemerintah perlu mengedepankan pendekatan yang inklusif dan partisipatif, melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk asosiasi industri dan konsultan perpajakan. Pemahaman yang jelas dan komprehensif mengenai perubahan regulasi akan membantu wajib pajak untuk mengikuti ketentuan PMK 72/2023 dengan lebih baik.

Di sisi lain, Kementerian Keuangan juga harus memastikan bahwa infrastruktur dan sumber daya manusia yang mendukung proses perpajakan cukup dan berkualitas. Proses perpajakan yang lancar dan efisien memerlukan dukungan teknologi dan SDM yang terlatih dengan baik. Dalam menghadapi tantangan penghitungan penyusutan dan amortisasi, kemampuan perangkat dan keahlian sumber daya manusia sangatlah penting.

Membuka Ruang Partisipasi Publik

Dalam mengimplementasikan PMK 72/2023, pemerintah juga harus memperhatikan aspek keadilan dan kesetaraan. Meskipun regulasi ini bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi para wajib pajak, perlu dipastikan bahwa keuntungan dari peraturan ini tidak hanya dirasakan oleh perusahaan besar, tetapi juga oleh usaha kecil dan menengah. Perbedaan kapasitas dan keterbatasan modal pada usaha kecil tidak boleh diabaikan dalam proses ini.

PMK 72/2023 juga harus membuka ruang bagi partisipasi publik dan mekanisme pengawasan yang efektif untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam proses perpajakan. Partisipasi masyarakat dan pengawasan yang kuat akan membantu mengidentifikasi potensi masalah dan mencari solusi bersama dalam mengatasi kendala yang mungkin muncul dalam implementasi peraturan ini.

Sebagai kesimpulan, PMK 72/2023 adalah langkah maju yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum, keadilan, dan kemudahan dalam penghitungan penyusutan harta berwujud dan amortisasi harta tidak berwujud untuk keperluan perpajakan.

Namun, keberhasilan peraturan ini tergantung pada dukungan dan partisipasi semua pihak terkait dalam mengimplementasikannya dengan baik. Pemerintah harus memastikan bahwa seluruh proses penerapan PMK 72/2023 berjalan secara efisien, inklusif, dan adil untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dengan langkah yang tepat, PMK 72/2023 berpotensi menjadi pilar yang kuat dalam membangun sistem perpajakan yang lebih baik dan berkeadilan bagi masyarakat dan dunia usaha.

 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.