
Pertemuan kelima Otoritas Pajak di Kawasan Pasifik dilaksanakan di Seoul Korea (Selasa, 3/7). Kegiatan ini berlangsung hingga 5 Juli 2018. Salah satu topik pembahasan yang difokuskan dalam agenda tersebut adalah pencegahan praktik penghindaran pajak berganda (anti tax avoidance).
Pada kenyataannya, perkembangan tax avoidance sudah semakin canggih dan agresif serta sulit untuk dideteksi secara efektif serta memerlukan sumber daya yang besar bagi suatu negara/yurisdiksi untuk mengungkapkannya.
Hal tersebut di atas terjadi karena landscape perpajakan internasional telah mengalami perubahan yang mendasar (fundamental changes). Transformasi landscape perpajakan secara global dipengaruhi oleh empat variabel yaitu globalisasi, digitalisasi, underground economy, dan pertumbuhan ekonomi dunia.
Keempat variabel di atas telah mengakibatkan landscape perpajakan internasional telah mengalami pergeseran yang signifikan.
Timbulnya permasalahan profit shifting ke negara/yurisdiksi yang menerapkan preferential tax regime atau low tax regime melalui skema-skema yang umum kita ketahui seperti transfer pricing, thin capitalization, dividend stripping, indirect asset transfer, dan controlled foreign company (CFC) hingga timbulnya skema bisnis baru yang didorong oleh dampak kemajuan digitalisasi seperti start up business, gig and sharing economy, over the top, financial technology, dan bisnis eCommerce lainnya, mengakibatkan semakin rentannya basis pemajakan suatu negara/yurisdiksi tergerus (base erosion).
Selain itu, administrasi pajak suatu negara/yurisdiksi akan semakin terbebani oleh praktik penghindaran pajak yang semakin agresif terutama dalam melakukan monitoring compliance.
Dalam rangka mencegah dampak praktik penghindaran pajak, seluruh negara/yurisdiksi yang hadir dalam symposium ini telah memperlengkapi dirinya masing-masing dengan berbagai regulasi yang secara khusus untuk mencegah praktik penghindaran pajak (Special Anti Avoidance Rule/SAAR) seperti Arms Length Principles (ALP) rule, CFC rule, Debt to Equity (DER) rule, PPT, LoB, anti Dividend Stripping Rule. Bahkan ada negara/yurisdiksi (seperti Australia, Indonesia, Tiongkok dan Korea) yang telah menerapkan kewajiban untuk menyelenggarakan Transfer Pricing Document yaitu Local File, Master File dan Country by Country Report (CbCR) dengan tujuan untuk membangun kesetaraan informasi (symmetric information) antara Otoritas Pajak dengan Wajib Pajak terkait transaksi hubungan istimewa (related party transactions).
Dalam rangka mencegah timbulnya sengketa transfer pricing di masa yang akan datang, ada beberapa negara/yurisdiksi (seperti Australia, Indonesia, Thailand, Malaysia dan Tiongkok) yang sudah menerapkan Advance Pricing Agreement (APA).
Mengingat permasalahan penghindaran pajak sudah semakin "sophisticated and complexity", ada beberapa negara seperti Australia, Malaysia, Korea dan Tiongkok yang sudah menerapkan General Anti Avoidance Rule (GAAR) untuk melengkapi ketentuan mengenai SAAR. Bahkan, Australia selangkah lebih maju di bidang regulasinya karena sudah menerapkan Multinational Anti Avoidance Law (MAAL) dan Diverted Profit Tax (DPT) untuk mencegah praktik penghindaran pajak yang dipengaruhi oleh dampak kemajuan digitalisasi (information, communication, and technology/ICT).
John Hutagaol (Indonesia), salah satu panelis pada symposium tersebut, menjelaskan bahwa pendekatan konvensional yaitu secara sepihak (unilateral) maupun bilateral belum cukup efektif dan efisien untuk mencegah praktik penghindaran pajak di era globalisasi dan digitalisasi saat ini.
John menegaskan bahwa saat ini dibutuhkan tambahan upaya lainnya (extra efforts) yaitu kerja sama dan kolaborasi internasional (international cooperation and collaboration) untuk menghasilkan konsensus bersama dalam rangka mencegah praktik penghindaran pajak. Selanjutnya, buah dari kerjasama dan kolaborasi internasional tersebut akan menghasilkan "commitment" sebagai mesin penggerak untuk melaksanakan konsensus bersama tersebut di masing-masing negara/yurisdiksi.
Komitmen tersebut merupakan spirit dan inti dari kerja sama dan kolaborasi internasional yang dibutuhkan untuk mencegah praktik penghindaran pajak. Yang menarik dari hasil pembahasan topik pencegahan penghindaran pajak (anti tax avoidance) pada acara 5th Asian Tax Symposium adalah seluruh panelis dan peserta sepakat bahwa permasalahan penghindaran pajak harus dicegah karena berdampak pada hilangnya potensi penerimaan negara dari sektor pajak (tax revenue forgone) dan juga pada kredibilitas sistem perpajakan di masing-masing negara/yurisdiksi.
Namun, bervariasinya kelengkapan regulasi (legislation framework) dan kapasitas administrasi perpajakan (tax administrative capacity) dari masing-masing negara/yurisdiksi di Kawasan Asia Pasifik, seluruh peserta yang hadir yang mewakili ke-27 negara/yurisdiksi memerlukan kerja sama dan kolaborasi internasional serta kebersamaan dalam rangka mencegah praktik penghindaran pajak.
- 2624 kali dilihat