Oleh: Zidni Amaliah Mardlo, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Sebagai Institusi penghimpun penerimaan negara, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus melakukan perbaikan demi mewujudkan visi dan misi organisasi. Salah satu upaya perbaikan yang dilakukan oleh DJP adalah melalui Reformasi Perpajakan dalam aspek organisasi,Sumber Daya Manusia (SDM), IT dan basis data, proses bisnis, dan peraturan perpajakan. Sebagaimana diketahui, Reformasi perpajakan atau dalam Bahasa Inggris disebut tax reform adalah perubahan sistem administrasi perpajakan secara menyeluruh, meliputi pembenahan organisasi, sumber daya manusia, proses bisnis, teknologi informasi dan basis data, serta peraturan perpajakan. Menilik historis, DJP sudah melakukan reformasi perpajakan sejak tahun 1983 dengan mereformasi Undang-Undang Perpajakan. Saat ini, tahun 2018, DJP juga sedang berproses melakukan Reformasi Perpajakan Jilid III yang akan berlangsung pada tahun 2017 sampai dengan tahun 2024. Reformasi Jilid III merupakan bentuk konsolidasi, akselerasi, dan kontinuitas reformasi perpajakan di Indonesia.

Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi perlu dilakukannya Reformasi Perpajakan Jilid III ini antara lain karena kebutuhan akan organisasi yang adaptif terhadap perubahan lingkungan eksternal, kapabilitas organisasi dalam melakukan pemungutan pajak semakin menurun, peningkatan kapasitas dan kapabilitas SDM, pembenahan sistem informasi dan basis data yang kredibel, penyederhanaan proses bisnis sesuai dengan International Leading Practice, penyempurnaan regulasi untuk memberikan aspek kepastian hukum dan memenuhi rasa keadilan, mengantisipasi tantangan Digital Economic Disruption, mengantisipasi pengelolaan jumlah wajib pajak yang semakin meningkat (Demographic Devidend). Alasan inilah yang mendorong DJP melakukan Reformasi Pajak Jilid III.

Reformasi Perpajakan Jilid III ini tentu mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Salah satunya adalah untuk mewujudkan institusi perpajakan yang kuat, kredibel dan akuntabel sehingga dapat menghasilkan penerimaan negara yang optimal. Selain itu reformasi perpajakan dilakukan untuk mewujudkan sinergi yang optimal antar lembaga, kepatuhan Wajib Pajak yang tinggi, dan untuk mencapai Tax Ratio Indonesia sebesar 15% di tahun 2024. Dengan dilakukan reformasi perpajakan diharapkan penerimaan negara dari pajak akan meningkat sehingga Indonesia mampu meningkatkan kemandirian dalam membiayai kebutuhan pembangunan nasional di masa mendatang.

Upaya reformasi perpajakan yang sedang dilakukan oleh DJP ini memerlukan dukungan dari stakeholder pajak. Dukungan dari semua pihak baik internal maupun eksternal organisasi merupakan kunci keberhasilan Reformasi Perpajakan Jilid III ini. Tidak dipungkiri bahwa Reformasi perpajakan bisa saja mengalami kegagalan jika tidak didukung oleh semua pihak, terutama dukungan dari internal organisasi. Menurut hasil riset dari McKinsey (2008) penyebab kegagalan reformasi suatu organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni kurang dukungan dari pimpinan 33%, resistansi pegawai 39%, kurangnya anggararan 14%, dan faktor lain sebesar 14%. Hal ini menunjukkan bahwa pihak internal organisasi memegang peranan paling penting dalam menentukan keberhasilan reformasi suatu organisasi.Peran dan dukungan dari pihak eksternal juga tidak kalah penting, karena DJP tidak bisa berjalan sendiri. Peran dan dukungan masyarakat sebagai wajib pajak, peran pemerintah sebagai pengambil keputusan, dan peran instansi-instansi lain juga menentukan keberhasilan Reformasi Pajak Jilid III. Oleh karena itu, mari kita dukung Reformasi Perpajakan Jilid IIIagar reformasi perpajakan ini berhasil dan membawa perubahan yang baik bagi Indonesia.(*)

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja.