Mal Tak Hanya Berkutat Tentang Berbelanja, Lalu Apa?

Oleh: Tendy Bintang Purnama Saputra, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Apa yang ada di benak kita jika kita ingin makan gado-gado dan sate tetapi lokasinya terpaut sekian ratus meter karena lokasi penjualnya berbeda? Melelahkan dan letih, bukan? Bukan kenyang yang didapat setelah makan gado-gado, tetapi justru energi dari gado-gado sudah habis untuk menempuh menuju penjual sate. Belum terhitung lagi betapa betis merengek minta di relaksasi sejenak.
Berbeda halnya jika penjual gado-gado, sate, dan penjual makanan lainnya ditempatkan pada satu tempat yang telah inkracht. Tempat tersebut biasa menyapa di telinga kita dengan sebutan food court. Tempat-tempat keramaian seperti mall, kampus, tempat wisata, dan tempat keramaian lainnya, sering kita temui food court. Food court ini dibangun bukannya tanpa alasan. Alasan utamanya adalah untuk memudahkan pelanggan yang terlilit keroncongan agar lebih mudah menjangkau makanan yang mereka inginkan tanpa terpaut jarak yang terlalu jauh.
Selaras dengan food court tersebut, pelayanan publik akan lebih memudahkan masyarakat jika lembaga dan/atau instansi pemerintahan berada dalam satu atap. Kaum milenial menyebutnya dengan Mal Pelayanan Publik (MPP). Berbagai daerah telah menerapkan kebijakan ala milenial ini demi ‘meremajakan’ masyarakat agar memudahkan dan meminimalisir kesalahan karena kebingungan atas alur prosedur yang menurut masyarakat berbelit dan rumit.
Beberapa daerah yang telah mengusung terobosan kekinian namun brilian ini di antaranya Kota Tomohon, Kota Balikpapan, Kota Batam, Provinsi DKI Jakarta, Kota Surabaya, Kabupaten Banyuwangi, Kota Denpasar, Kota Bekasi, Kota Bitung, dan Kabupaten Karangasem. Provinsi DKI Jakarta misalnya, Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 142 Tahun 2017 tentang Mal Pelayanan Publik menjadikan dasar pelaksanaan kebijakan ini. Selaras dengan Provinsi DKI Jakarta atas rumusan MENPAN-RB, Asman Abnur, Menteri Ketenagakerjaan pun telah resmi merilis dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 30 Tahun 2015 tentang Pelayanan Terpadu Satu Atap Di Kementerian Ketenagakerjaan.
Menurut Asman, konsep MPP lahir setelah mengadopsi kebijakan Azerbaijan yaitu ASAN Xidmat. Seirama dengan konsep pembentukan MPP untuk memudahkan masyarakat, pesan Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan ranking Ease of Doing Business (EoDB), perbaikan pelayanan publik, dan kemudahan dalam mengurus perizinan.
Paser memiliki geografis yang cukup luas bahkan hutan belantara dan sungai membentang menyelimuti wilayah yang terkenal dengan sebutan Kota Buen Kesong ini. Dinas-dinas dan lembaga pelayanan publik juga tersebar di wilayah Tanah Grogot. Pengurusan izin dan keperluan publik akan terkendala dengan lokasi dinas terkait yang berbeda-beda dan tidak cukup dekat antar dinas satu dan lainnya.
Efektivitas dan efisiensi masyarakat dalam mengurus keperluannya tentunya akan banyak terkendala dengan lokasi yang berjauhan ini. Terlebih bagi masyarakat pelosok yang harus menempuh separuh hari perjalanan menuju Tanah Grogot dan terkadang harus menginap di perjalanan agar bisa merasa aman dalam perjalanan kembali ke daerah asalnya. Peraturan legal bupati Kabupaten Paser untuk pendirian Mal Pelayanan Publik ini tentunya akan banyak membantu masyarakat dalam mengurus keperluan masing-masing terkait dengan pelayanan publik. Lembaga dan instansi pelayan publik yang berkumpul dalam satu atap bangunan akan sangat memudahkan masyarakat dalam menemukan dinas terkait, tentunya efektivitas dan efisiensi akan lebih dirasakan.
Diharapkan peningkatan efektifitas dan efisiensi pelayanan publik dengan dibentuknya MPP ini segera terwujud di Kabupaten Paser. Tentunya regulasi peraturan daerahnya segera dibentuk terlebih dahulu sebagai landasan pelaksanaan kebijakan cemerlang ini. Sebagai pelayan publik, kepuasan masyarakat adalah prioritas kita dalam melaksanakan kinerja. Sehingga terobosan-terobosan untuk memudahkan masyarakat dalam mengurus keperluannya di lembaga publik perlu terus disuarakan. (*)
*Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi di mana penulis bekerja.
- 256 kali dilihat