Oleh: Baryeri Enggarnadi, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat kaya akan ragam budaya dan kekayaan alam. Namun, Indonesia masih dikatakan sebagai negara berkembang karena salah satu faktor utama suatu negara bisa dikatakan maju jika memiliki pembangunan yang andal dan terstruktur baik dari segi sosial, politik, ekonomi, budaya, dan teknologi. Peran pembangunan tidak lepas dari peran pemuda sebagai tonggak yang mengeksekusi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan bangsa.

Istilah generasi muda milenial memang sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat saat ini. Para pakar menggolongkan bahwa generasi milenial atau disebut generasi Y terbentuk bagi mereka yang lahir pada tahun 1980 – 1990 atau pada awal tahun 2000 dan seterusnya. Jika diasumsikan saat ini generasi tersebut berada pada usia sekitar 20 hingga 40 tahun.

Selain menjadi agen perubahan, peran generasi milenial menjadi suatu tonggak bagi kemajuan dan pembangunan bangsanya. Menurut hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2020, perkiraan jumlah pemuda sebesar 64,50 juta jiwa, dan lebih dari separuh pemuda Indonesia ini aktivitas utamanya adalah bekerja (51,98 %). Jumlah pemuda yang besar dapat menjadi kekuatan, tetapi dapat juga menjadi kelemahan. Hal ini tergantung pada bagaimana pemuda ini dipandang, diperlakukan, dan dipersiapkan (BPS, Statistik Pemuda Indonesia: 9).

Untuk menyokong pembangunan berkelanjutan, dibutuhkan adanya anggaran untuk kemajuan negara. Contohnya seperti dalam rangka menyejahterakan masyarakat, pemerintah berinisiatif memungut pajak dari hasil usaha kepada wajib pajak sebagai penerimaan dalam negeri yang menjadi prioritas utama untuk pembangunan negara.

Saat ini, keadaan perekonomian Indonesia sedang kurang stabil karena adanya pandemi Covid-19 yang merupakan kondisi wabah global yang masih kita alami hingga saat ini. Bahkan pandemi ini diprediksi untuk tahun yang berkelanjutan. Hal ini juga berdampak pada sektor lainnya seperti sektor pendidikan, wisata, kesehatan, dan lainnya.

Kondisi saat ini mengakibatkan masalah yang cukup kompleks bagi generasi muda dalam mengaktualisasikan dirinya di lingkungan masyarakat, seperti kehilangan kesempatan kerja, mengganggu proses pengembangan diri melalui pendidikan dan pelatihan untuk mendapatkan keterampilan tertentu, dan menghambat generasi muda yang sedang berusaha untuk masuk dunia kerja atau berpindah pekerjaan.

Contoh lain dari terhambatnya aktivitas perekonomian membuat beberapa pelaku usaha melakukan efisiensi untuk menekan kerugian yang menyebabkan pekerja dirumahkan atau diberhentikan (PHK). Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) per 7 April 2020, pandemi Covid-19 menyebabkan 39.977 perusahaan di sektor formal melakukan PHK terhadap pekerjanya. Hal ini akan berdampak juga pada penerimaan pajak bagi negara.

Saat ini sistem pembayaran pajak sudah sangat mudah yaitu dengan menggunakan sistem online seperti e-tax, e-faktur, e-filing, e-billing yang bisa diakses dengan gawai maupun komputer. Namun, seiring dengan perkembangan digital diharapkan generasi milenial bijak untuk tidak melakukan tindakan kriminal seperti kejahatan siber dan sebagainya.

Mirisnya, masih banyak masyarakat yang belum mengerti tentang pajak atau bahkan tidak senang dengan pajak. Adanya asumsi negatif dari masyarakat tentang pajak seperti pajak bersifat memaksa, rawan kasus korupsi dan suap di lingkungan pajak, antrean yang cukup lama bagi wajib pajak, dan lainnya memengaruhi kepatuhan dalam membayar pajak. Padahal jika kita menelusuri dan mencari informasi mengenai pajak akan begitu banyak terpampang betapa besar manfaat pajak yang dihasilkan dan kita rasakan saat ini, mengingat penerimaan pajak adalah fungsi vital negara.

Hanya saja sebagian masyarakat cenderung acuh dan tidak merenungi adanya semua kemudahan dan fasilitas negara yang disuguhkan untuk kepentingan bersama. Pembayaran pajak memberikan berbagai manfaat karena dialokasikan untuk pembangunan fasilitas umum seperti pembangunan jalan, jembatan, pelabuhan, bandara, kemudian fasilitas sekolah, dana operasional sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dan sebagainya. Hal tersebut sangat berguna untuk masyarakat luas karena bisa menjadi jembatan untuk tercapainya pemerataan kesejahteraan sosial dan ekonomi.

Oleh karena itu, sangat perlu menanamkan budaya dan karakter berwawasan kebangsaan kepada generasi muda seperti cinta tanah air, bela negara, serta dengan penuh kesadaran mau dan taat membayar pajak sebagai salah satu kewajiban warga negara. Kemudian sangat dibutuhkan bekal secara masif dan komprehensif untuk generasi muda sejak dini dalam pengenalan pajak baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Masyarakat perlu mengapresiasi upaya pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam memberikan pengetahuan mendasar tentang pajak kepada generasi muda Indonesia. DJP telah menyusun kegiatan seperti Pajak Bertutur dan Tax Goes to School atau Tax Goes to Campus. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan ulasan singkat tentang pajak serta manfaat yang dirasakan bagi generasi muda saat ini di dunia pendidikan sejak SMP, SMA dan perkuliahan.

Meskipun hanya ulasan singkat ditengah pembelajaran, namun setidaknya dapat memberikan arahan stigma positif bagi peserta didik tentang manfaat pajak. Selain itu, perlu kolaborasi dengan konsultan pajak serta masyarakat lainnya  guna membangun paradigma positif untuk kepatuhan membayar pajak.

Dengan demikian, dirasa perlu untuk mengubah paradigma masyarakat terutama generasi muda milenial akan pentingnya peran pajak bagi negara dan bangsa serta patuh dalam membayar pajak yang akan menunjang pembangunan negara. Meskipun masih di tengah masa pandemi, tetapi tidak menyurutkan kewajiban dalam membayar pajak.

 

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.