Pajak Minuman Berpemanis : Peran Pajak dalam Kesehatan
Oleh: Adifa Ekananda, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Siapa yang tidak suka minuman manis? Coba bayangkan di saat musim kemarau sedang panas-panasnya, kita meneguk sebotol minuman manis yang dingin, yang kita rogoh dari kulkas di minimarket terdekat. Hmmm… sungguh nikmat bukan?
Tidak bisa dimungkiri bahwa mengonsumsi minuman manis akan membuat orang lebih bahagia dan bahkan dapat mengurangi stres. Namun ternyata di balik sensasi rasanya, tersembunyi ancaman yang dapat merusak kesehatan tubuh secara perlahan-lahan apabila dikonsumsi secara berlebihan.
Menurut studi yang disusun oleh Bogart, et.al. (2017), minuman berpemanis atau yang biasa disebut dengan Sugar-Sweetened Beverages (SSBs) adalah minuman dengan gula tambahan dalam jumlah tinggi dan menambah kalori asupan serta mengandung sedikit atau tidak ada zat gizi sama sekali. Termasuk dalam kategori ini antara lain minuman non-alkohol seperti minuman ringan, minuman energi dan olahraga, jus buah/sayuran, kopi dan teh siap minum, serta susu berasa yang mengandung gula sangat tinggi yaitu hingga 10 sendok teh untuk kemasan ukuran standar. Sebagai gambaran, takaran satu sendok teh gula pasir kurang lebih setara dengan 4-5 gram gula pasir.
Jika 10 sendok teh gula pasir tergolong sangat tinggi, timbul pertanyaan, berapa takaran atau jumlah konsumsi gula yang aman dan tidak berlebihan? Di Indonesia, anjuran konsumsi gula harian terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2013 tentang tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji. Anjuran konsumsi gula per orang per hari adalah 10% dari total energi (200 kkal). Konsumsi tersebut setara dengan gula empat sendok makan per orang per hari atau 50 gram per orang per hari. Dari hal itu, bisa dibayangkan bukan jika kita mengonsumsi minuman berpemanis secara berlebihan?
Di Indonesia sendiri, minuman berpemanis masih sangat mudah dijumpai di minimarket atau pun di warung-warung yang ada di kantin sekolah dan di pinggir jalan. Hal tersebut terjadi karena harganya yang masih terjangkau. Selain itu juga didukung oleh kampanye pemasaran berupa iklan dan promosi yang sering muncul di berbagai platform media sosial dan stasiun televisi. Target iklan dan promosi utamanya adalah anak-anak dan remaja.
Berdasarkan penelitian dari Center for Indonesia Strategic Development Initiatives (CISDI) tentang Konsumsi Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) pada tahun 2022, Indonesia menjadi negara dengan jumlah konsumsi MDBK terbanyak ketiga di ASEAN. Nomor satu adalah Thailand yang mencapai konsumsi 59,8 liter per orang per tahun. Sementara Indonesia mencapai 20,2 liter per orang per tahun.
Mengonsumsi minuman berpemanis secara berlebihan tentu merupakan salah satu pola hidup yang tidak sehat. Minuman tersebut cenderung tidak memberikan manfaat gizi dan memiliki banyak dampak buruk bagi kesehatan karena berkontribusi pada peningkatan berat badan, peningkatan risiko diabetes tipe 2, penyakit jantung dan penyakit kronis lainnya serta karies gigi. Ironisnya, semua dampak buruk itu kini tengah menghinggapi Indonesia. Hasil Survei Kesehatan Indonesia 2023 menyatakan bahwa angka obesitas di Indonesia meningkat menjadi 23,4 persen. Menurut data International Diabetes Federation (2015), Indonesia berada pada urutan ke-7 dengan kasus diabetes terbanyak di dunia sebesar 10 juta kasus. Diabetes yang tidak terkontrol dapat menimbulkan komplikasi kronik seperti kebutaan, penyakit jantung, gagal ginjal dan amputasi.
Peran Pajak
Mari kita bersama menilik salah satu fungsi pajak bagi suatu negara yaitu fungsi mengatur atau regulerend. Mengingat dampak buruk yang ditimbulkan oleh minuman berpemanis apabila peredaran atau konsumsinya tidak dikendalikan, pemerintah dalam hal ini bisa mengimplementasikan fungsi regulerend dengan mengeluarkan kartu As dalam wujud pengenaan pajak atas minuman berpemanis atau Tax on Sugar-Sweetened Beverages (SSBs).
Secara spesifik, pajak atas minuman berpemanis ini berbentuk cukai. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (UU Cukai) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik sebagai berikut:
- konsumsinya perlu dikendalikan;
- peredarannya perlu diawasi;
- pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup; dan
- pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
Cukai juga sering dikategorikan sebagai Pajak Pigovian (Pigouvian Tax). Pajak Pigovian merupakan pungutan yang dikenakan atas kegiatan yang menimbulkan eksternalitas negatif. Sebuah penelitian dari Bloom, et.al. (2015) tentang pemodelan ekonomi terkait Penyakit Tidak Menular (PTM) menunjukkan bahwa di Indonesia, PTM akan mengakibatkan kerugian sekitar 4,47 triliun dolar Amerika Serikat, antara 2012-2030 yang disebabkan oleh penurunan pasokan dan produktivitas tenaga kerja, dengan dampak tambahan yang diprediksi pada rumah tangga dan sistem kesehatan dari peningkatan pengeluaran untuk pengobatan. Berbagai kerugian ekonomi ini dapat dikurangi jika adanya implementasi kebijakan pencegahan yang efektif. Salah satu kebijakan yang bisa menjadi jawaban adalah cukai.
Baca juga:
Pajak Karbon dan Pigouvian Tax
Pajak Pigouvian pada UU HPP
Terdapat sisi positif dari pengenaan cukai atas minuman berpemanis antara lain mendorong preferensi masyarakat untuk mengonsumsi air minum yang aman. Selain itu juga akan mengubah pandangan masyarakat bahwa mengonsumsi minuman berpemanis secara reguler bukan merupakan salah satu pola hidup yang sehat. Dari sisi pendapatan, pemerintah akan berpotensi menghasilkan penerimaan perpajakan yang nantinya bisa diinvestasikan kembali di bidang kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Menengok Negara Lain
Pada awal 2014, Pemerintah Meksiko mulai menerapkan cukai sebesar 10% untuk setiap liter pada semua minuman berpemanis. Penerapan ini menurunkan penjualan minuman berpemanis sekitar 6-8 persen sedangkan penjualan minuman yang tidak kena cukai, terutama air putih justru meningkat 4-6 persen. Pendapatan pemerintah Meksiko yang didapat dari cukai ini adalah sekitar 1,2 miliar dolar Amerika Serikat selama tahun pertama. Terdapat upaya untuk mengalokasikan pendapatan dari cukai untuk program-program yang mengatasi diabetes dan investasi keran air siap minum di sekolah-sekolah, tetapi hal ini tidak dimasukkan ke dalam undang-undang.
Inggris mengumumkan retribusi industri minuman ringan di tahun 2016 dan mulai memberlakukannya pada April tahun 2018. Mekanismenya adalah dengan menetapkan tarif cukai lebih rendah untuk minuman ringan dengan kandungan gula per liter yang lebih sedikit, dan mengecualikan pengenaan cukai pada minuman tanpa gula. Diketahui selama periode antara pengumuman dan pemberlakuan retribusi, sekitar 50% produsen melaporkan pengurangan kadar gula dalam produk mereka.
Harapan untuk Indonesia
Indonesia melalui Direktorat Jenderal Bea Cukai akan menyiapkan regulasi tentang cukai minuman berpemanis dan rencananya akan mulai diberlakukan di tahun 2024. Setiap kebijakan pasti akan menuai pro dan kontra di berbagai kalangan. Namun menurut penulis, ini adalah salah satu langkah yang baik mengingat masih rendahnya kesadaran masyarakat meskipun sudah banyak imbauan atau sosialisasi dari berbagai pihak akan bahaya mengonsumsi minuman berpemanis secara berlebihan. Tujuan utama tentu adalah untuk mencegah dampak buruk minuman berpemanis. Dari pencegahan tersebut diharapkan akan terjadi penurunan risiko terkena PTM yang disebabkan dari mengonsumsi minuman berpemanis secara berlebihan.
Kita semua tentu berharap implementasi pajak atas minuman berpemanis ini nantinya mampu mendatangkan berbagai dampak positif bagi masyarakat dan negara sebagaimana peran pajak bagi negara yaitu untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 422 kali dilihat