Oleh: Fatimah Zachra Fauziah, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Para insan fiskus Indonesia memperingati Hari Pajak yang ditetapkan tanggal 14 Juli. Masyarakat mungkin belum familiar dengan Hari Pajak mengingat Hari Pajak diperingati secara internal Direktorat Jenderal Pajak dan baru memasuki tahun ke-dua. Berbagai kegiatan dalam memperingati Hari Pajak dilakukan, di antaranya upacara bendera, kegiatan olahraga, kegiatan sosial, dan kegiatan lain.

Pelaksanaan kegiatan dalam rangka memperingati Hari Pajak tersebut bertujuan untuk menguatkan rasa kebersamaan antar pegawai, meningkatkan rasa kebanggaan terhadap Indonesia serta institusi Direktorat Jenderal Pajak, serta memberikan nilai manfaat bagi para pemangku kepentingan. Euforia peringatan Hari Pajak diharapkan tidak hanya dirasakan oleh internal DJP sendiri, tetapi juga dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Latar belakang ditetapkannya Hari Pajak pada tanggal 14 Juli terdapat dalam lampiran Kepdirjen Nomor KEP-313/PJ/2017 tanggal 22 Desember 2017. Pada September 2017, Arsip Nasional RI akhirnya membuka secara terbatas dokumentasi dokumen otentik BPUPKI-PPKI koleksi AK Pringgodigdo yang dirampas Belanda (Sekutu) ketika masuk Yogyakarta dan menangkap Bung Karno pada 1946.

Sejarah pajak dan negara ternyata saling berkaitan dalam proses pembentukan negara, yaitu pada masa sidang BPUPKI. Kata pajak muncul dalam "Rancangan UUD Kedua" yang disampaikan pada 14 Juli 1945. Pada Bab VII HAL KEUANGAN - PASAL 23, disebutkan pada butir kedua bahwa:"Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-Undang" . Oleh karena itu, sejak 14 Juli 1945 urusan pajak terus masuk dalam UUD 1945 dan menjadi isu utama dalam sidang untuk membahas sumber penerimaan negara.

Pajak merupakan salah satu instrumen kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal sebagai salah satu perangkat kebijakan ekonomi memiliki peran penting dan strategis dalam mempengaruhi perekonomian, terutama dalam upaya mencapai target-target pembangunan nasional. Kebijakan fiskal diimplementasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Realisasi pendapatan negara tahun 2018 sebesar Rp 1.942,34 triliun dengan belanja negara sebesar Rp 2.202,24 triliun. Porsi penerimaan pajak sebesar 82.5% dari total pendapatan negara.

Tantangan ekonomi ke depan akan semakin berat dan Indonesia sedang giat melakukan pembangunan. Kebutuhan dana negara pun akan semakin meningkat sehingga target penerimaan pajak yang diamanahkan kepada Direktorat Jenderal Pajak akan meningkat setiap tahun. Dalam mencapai penerimaan negara, DJP memiliki tantangan yang berat, mengingat tax ratio Indonesia masih pada kisaran 10.9% pada tahun 2018.

ax ratio merupakan perbandingan penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto. Rasio ini merupakan alat ukur untuk menilai kinerja penerimaan pajak suatu negara. Walaupun rasio pajak bukan satu-satunya indikator yang digunakan dalam mengukur kinerja pajak, tetapi hingga saat ini rasio pajak menjadi ukuran yang dianggap memberi gambaran umum atas kondisi perpajakan di suatu negara. Tax ratio Indonesia masih kecil dibandingkan dengan rata-rata tax ratio di dunia, yaitu sebesar 15 persen. Pembangunan infrastruktur, beasiswa, dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) dan fasilitas publik lainnya yang masyarakat nikmati, hampir seluruhnya dibiayai dari pajak. Pajak diperlukan dalam pembangunan negara, namun masih menjadi hal yang dihindari dan ditakuti.

Optimisme tercapainya target penerimaan pajak selalu ada. Tantangan dan perubahan ekonomi dunia tidak bisa dihindari, tetapi harus dihadapi. Untuk itu, Direktorat Jenderal Pajak sedang merancang reformasi perpajakan. Tim Reformasi Perpajakan telah dibentuk dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor KMK-885/KMK.03/2016. Dalam proses reformasi ini, DJP terus melakukan evaluasi dan mengkaji apa yang menjadi kekurangan dari keseluruhan pelaksanaan dalam mengumpulkan penerimaan perpajakan. Penting untuk menyusun strategi dimana DJP harus dapat memberikan pelayanan yang baik, meningkatkan kepercayaan masyarakat, menerapkan sistem perpajakan yang adil, sumber daya manusia yang mumpuni, sistem teknologi dan informasi yang modern, tidak memberatkan iklim investasi, tetapi target penerimaan pajak tercapai untuk pembiayaan negara.

Reformasi perpajakan dilakukan untuk mewujudkan suatu lembaga perpajakan yang kuat, kredibel, dan akuntabel, secara struktur, kewenangan, dan kapasitas. Aspek yang dipersiapkan untuk mendukung pelaksanaan reformasi perpajakan mencakup aspek SDM, anggaran, proses bisnis, sistem informasi, dan infrastruktur pendukung serta regulasi. Hal tersebut bertujuan agar DJP mampu mendeteksi potensi pajak yang ada dan merealisasikannya menjadi penerimaan pajak secara efektif dan efisien.

Sebenarnya reformasi perpajakan bukan hal yang baru dimulai. Pada 1983, terdapat Reformasi Undang-Undang Perpajakan, kemudian berlanjut Reformasi Birokrasi, dilanjutkan Reformasi Perpajakan Jilid I yang menitikberatkan pada modernisasi kantor pajak dengan pelayanan satu atap. Reformasi Jilid II dimulai tahun 2004 hingga 2014 yang menitikberatkan pada proses bisnis, teknologi informasi dan layanan unggulan DJP. Saat ini, DJP memasuki Reformasi Perpajakan Jilid III yang ditargetkan hingga tahun 2024. Reformasi Perpajakan Jilid III menitikberatkan pada lima pilar utama, yaitu organisasi, SDM, IT dan Basis Data, Proses Bisnis, dan Peraturan Perpajakan. Dari timeline tersebut, terlihat proses DJP berbenah diri untuk menjadi lebih baik.

Tujuan reformasi perpajakan yang dirumuskan seperti nyaris sempurna. Namun, hal itu bukan hanya utopia belaka. Sistem perpajakan yang berubah lebih baik merupakan suatu proses yang harus kita dukung bersama. Reformasi sendiri berarti perubahan suatu sistem menuju perbaikan, baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik, budaya maupun agama, dalam suatu masyarakat atau negara. Tujuan DJP menjadi institusi perpajakan yang kuat, kredibel dan akuntabel optimis akan dicapai.

Reformasi dapat diibaratkan seperti proses hijrah dalam agama. Hijrah itu bermakna berpindah tempat atau berubah menjadi lebih baik. Seseorang yang hijrah dari masa gelap, kemudian mendapatkan hidayah untuk hijrah menjadi individu yang baik. Dalam proses hijrah tersebut, seseorang perlu dukungan orang sekitarnya agar tetap berada di jalan yang baik. Lingkungan perlu mendukungnya sehingga dia tidak menurun kualitas pribadinya. DJP pun demikian. Dalam proses reformasi atau hijrah-nya, DJP perlu dukungan masyarakat agar menjadi lebih baik dan memenuhi harapan masyarakat dan negara.

Tema peringatan Hari Pajak tahun ini, yaitu “Bersama Dukung Reformasi Perpajakan”. Untuk itu, mari bersama-sama mendukung berjalannya proses reformasi perpajakan. Euforia peringatan Hari Pajak juga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran kewajiban pajak. Sudahkah kita sadar akan kewajiban perpajakan kita sendiri. Jangan-jangan kita hanya penikmat fasilitas publik tanpa ikut berpartisipasi membiayai pembangunan.

Selamat Hari Pajak !

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.