Peraturan Dirjen Pajak
1 TAHUN 2024
Tanggal Peraturan
 
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER-1/PJ/2024

TENTANG
 
PELAKSANAAN PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI
BIDANG PERPAJAKAN


DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
 
Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.03/2022 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan;
    b. bahwa untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi wajib pajak dalam pemeriksaan bukti permulaan, perlu mengatur ketentuan pelaksanaan atas Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam suatu Peraturan Direktur Jenderal Pajak; 
    c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan;
Mengingat : Peraturan Menteri Keuangan Noor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031)  sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 977);  

MEMUTUSKAN:
 
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PELAKSANAAN PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN
     
    Pasal 1
   
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
    1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. 
    2. Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. 
    3. Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa adalah Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. 
    4. Undang-undang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan adalah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan menjadi Undang-Undang. 
    5. Undang-Undang Bea Meterai adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai.
    6. Tindak Pidana di Bidang Perpajakan adalah perbuatan yang diancam dengan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan, Undang-Undang Bea Meterai, Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, dan Undang-Undang A
    7. Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
    8. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan Bukti Permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
    9. Pemeriksa Bukti Permulaan adalah pejabat penyidik pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang untuk melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
    10. Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang selanjutnya disebut Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
    11. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
    12. Bahan Bukti adalah buku, catatan, dokumen, keterangan, informasi, data, dan/atau benda lainnya, yang dapat digunakan untuk menemukan Bukti Permulaan.
    13. Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah surat perintah untuk melakukan pemeriksaan dalam rangka mendapatkan Bukti Permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi Tindak Pidana di Bidang Perpajakan
    14. Klarifikasi adalah pemberian tanggapan oleh orang pribadi atau badan yang sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka atas dugaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan dan penghitungan potensi kerugian pada pendapatan negara
    15. Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah informasi yang memuat hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan yang disampaikan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka.
    16. Pemberitahuan Tindak Lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah informasi yang memuat tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan yang disampaikan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka.
    17. Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah laporan yang disusun oleh Pemeriksa Bukti Permulaan yang mengungkapkan tentang pelaksanaan, kesimpulan, dan tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan
    18. Unit Pelaksana Penegakan Hukum adalah unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang mempunyai wewenang melaksanakan tugas dan fungsi penegakan hukum terhadap Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang menjadi kewenangan Direktorat Jenderal Pajak.
    19. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
    20. Keadaan Sebenarnya adalah keadaan jumlah pembayaran dalam rangka pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3) UndangUndang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sama dengan atau lebih besar dari jumlah kerugian pada pendapatan negara, jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak, atau jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan pajak yang dilakukan menurut hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan.
       
    Pasal 2
    (1) Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara:
      a. terbuka; atau
      b. tertutup.
    (2) Jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan terhitung sejak:
      a. tanggal penyampaian pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan sampai dengan tanggal Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan dibuat, dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan secara terbuka; atau
      b. tanggal Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan diterima oleh Pemeriksa Bukti Permulaan sampai dengan tanggal Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan dibuat, dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan secara tertutup.
    (3) Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan yang terdiri dari:
      a. penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan;
      b. penyampaian surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan, surat pemberitahuan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan perubahan, dan/atau surat pemberitahuan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan;
      c. perolehan dan peminjaman Bahan Bukti;
      d. penanganan data elektronik, unduhan data elektronik, dan/atau bukti elektronik untuk memperoleh atau mengamankan Bahan Bukti;
      e. permintaan keterangan dan/atau bukti untuk memperoleh dan menguatkan Bahan Bukti;
      f. Klarifikasi mengenai potensi kerugian pada pendapatan negara kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan;
      g. penerbitan dan penyampaian Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan berdasarkan Bahan Bukti yang diperoleh;
      h. pelaporan hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan; dan/atau
      i. penerbitan Pemberitahuan Tindak Lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan
     
    Pasal 3
    (1) Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a menjadi dasar pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan oleh Pemeriksa Bukti Permulaan.
    (2) Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan memuat ruang lingkup dugaan peristiwa pidana di bidang perpajakan yang meliputi:
      a. pasal pidana yang disangkakan;
      b. masa pajak, bagian tahun pajak, tahun pajak, atau waktu kejadian; dan
      c. jenis pajak, dalam hal terdapat jenis pajak.
    (3) Dalam hal ditemukan dugaan peristiwa pidana di bidang perpajakan selain ruang lingkup yang ditentukan dalam Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan, diterbitkan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan atas dugaan peristiwa pidana dimaksud.
       
    Pasal 4
    (1) Penyampaian surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan, surat pemberitahuan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan perubahan, dan/atau surat pemberitahuan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b dilakukan dalam Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka.
    (2) Penyampaian surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan, surat pemberitahuan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan perubahan, dan/atau surat pemberitahuan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b tidak dilakukan dalam Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup
     
    Pasal 5
    (1) Pemeriksa Bukti Permulaan melakukan peminjaman Bahan Bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf c dengan membuat:
      a. tanda terima peminjaman, dalam hal Bahan Bukti ditemukan di tempat atau ruangan tertentu, barang bergerak, dan/atau barang tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan Bahan Bukti;
      b. surat peminjaman dan tanda terima peminjaman yang disertai dengan berita acara peminjaman, dalam hal Bahan Bukti ditemukan pada saat pemeriksaan ditangguhkan karena dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan;
      c. tanda terima peminjaman, dalam hal Bahan Bukti ditemukan pada saat permintaan keterangan melalui surat panggilan; atau
      d. surat peminjaman dan tanda terima peminjaman, dalam hal masih terdapat Bahan Bukti yang diperlukan.
    (2) Termasuk Bahan Bukti yang dipinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah data elektronik.
    (3) Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan secara tertutup, peminjaman Bahan Bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf c dilakukan selain kepada orang pribadi atau badan yang sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan dengan tetap menjaga kerahasiaan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
    (4) Dalam hal Bahan Bukti tidak diterima dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pengiriman surat peminjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dapat diterbitkan surat peringatan I.
    (5) Dalam hal surat peringatan I tidak ditanggapi dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal surat peringatan I, dapat diterbitkan surat peringatan II
    (6) Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan ditindaklanjuti dengan Penyidikan, Bahan Bukti ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Penyidikan.
    (7) Dalam hal:
      a. pemeriksaan ditangguhkan karena dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan;
      b. Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dihentikan; dan
      c. pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilanjutkan
      Bahan Bukti ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemeriksaan.
    (8) Dokumen berupa:
      a. tanda terima peminjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A;
      b. berita acara peminjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B;
      c. surat peminjaman Bahan Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf d dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C;
      d. surat peringatan I sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D; dan
      e. surat peringatan II sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E,
      yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
       
    Pasal 6
    (1) Setelah Pemeriksaan Bukti Permulaan selesai, Bahan Bukti yang dipinjam dikembalikan oleh Pemeriksa Bukti Permulaan paling lama:
      a. 1 (satu) bulan sejak surat perintah Penyidikan diterbitkan dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan ditindaklanjuti dengan Penyidikan; atau
      b. 1 (satu) bulan sejak surat Pemberitahuan Tindak Lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan diterbitkan dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan dihentikan
    (2) Pengembalian Bahan Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pembuatan tanda terima pengembalian Bahan Bukti.
    (3) Tanda terima pengembalian Bahan Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
     
    Pasal 7
    Kegiatan penanganan data elektronik, unduhan data elektronik, dan/ atau bukti elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d dilakukan dengan memperhatikan kelancaran layanan publik dan integritas atau keutuhan data sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
     
    Pasal 8
    (1) Pemeriksa Bukti Permulaan dapat melakukan permintaan keterangan dan/atau bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf e kepada:
      a. orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan secara terbuka;
      b. pihak lain yang mempunyai hubungan dengan orang pribadi atau badan, termasuk pegawai, pelanggan, atau pemasok; dan/atau
      c. pihak ketiga sehubungan dengan keahlian dan/atau kompetensinya, termasuk penyedia jasa keuangan, akuntan publik, notaris, dan konsultan.
    (2) Permintaan keterangan dan/atau bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
      a. surat panggilan; atau
      b. surat permintaan.
    (3) Permintaan keterangan dan/atau bukti melalui surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan di:
      a. kantor Direktorat Jenderal Pajak; atau
      b. tempat lain yang dianggap patut dan wajar, dalam hal permintaan keterangan dan/atau bukti tidak dapat dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak.
    (4) Tempat lain yang dianggap patut dan wajar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b yaitu:
      a.  rumah sakit atau fasilitas kesehatan dalam hal pihak yang dimintai keterangan dalam kondisi sakit;
      b. lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan dalam hal pihak yang dimintai keterangan sedang dalam penanganan aparat penegak hukum lain;
      c. rumah kediaman dalam hal pihak yang dimintai keterangan memiliki keterbatasan fisik yang menyebabkan tidak dapat melakukan perjalanan; atau
      d. kantor pemerintahan dalam hal terjadi keadaan kahar
    (5) Pemanggilan terhadap pejabat lembaga negara dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
    (6) Dalam hal pihak yang dimintai keterangan merupakan pegawai suatu instansi pemerintah, surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disertai dengan surat pemberitahuan kepada pimpinan instansi pemerintah.
    (7) Pemenuhan permintaan keterangan dan/atau bukti melalui surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat disampaikan secara tertulis.
    (8) Contoh format surat permintaan keterangan dan/atau bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini
       
    Pasal 9
    (1) Berdasarkan hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan yang dilakukan secara terbuka, Pemeriksa Bukti Permulaan melakukan Klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf f dengan menyampaikan permintaan Klarifikasi kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
    (2) Permintaan Klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum penyampaian Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan.
    (3) Klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan surat panggilan Klarifikasi yang hasilnya dituangkan dalam berita acara
     
    Pasal 10
    (1) Berdasarkan hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan yang dilakukan secara terbuka dan Klarifikasi, Pemeriksa Bukti Permulaan menerbitkan Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf g, yang minimal memuat:
      a. informasi Bukti Permulaan atas dugaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan;
      b. penghitungan kerugian pada pendapatan negara yang ditimbulkan;
      c. informasi pengungkapan ketidakbenaran perbuatan bagi Wajib Pajak yang dapat melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan; dan/atau
      d. pemberitahuan tentang kesesuaian pengungkapan ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak dengan Keadaan Sebenarnya.
    (2) Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah penerbitan surat panggilan Klarifikasi.
     
    Pasal 11
    (1) Wajib Pajak yang:
      a. dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka; dan
      b. memenuhi kriteria pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.03/2022 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan,
      dapat melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sejak pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a disampaikan kepada Wajib Pajak sampai dengan surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan disampaikan kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia.
    (2) Pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis.
    (3) Pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi ketentuan:
      a. dibuat dalam bahasa Indonesia;
      b. ditandatangani oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dikuasakan; dan
      c. dilampiri dengan:
        1. penghitungan kekurangan pembayaran jumlah kerugian pada pendapatan negara, jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak, atau jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan pajak yang dilakukan;
        2. Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran jumlah kerugian pada pendapatan negara, jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak, atau jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan pajak yang dilakukan; dan
        3. Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan sanksi administratif berupa denda sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 8 ayat (3a) UndangUndang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
    (4) Pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara:
      a. elektronik melalui laman Direktorat Jenderal Pajak atau saluran tertentu lainnya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak; atau
      b. langsung ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat objek pajak diadministrasikan serta ditembuskan kepada Unit Pelaksana Penegakan Hukum dalam hal penyampaian secara elektronik tidak dapat dilakukan karena saluran penyampaian elektronik belum tersedia atau sedang tidak dapat digunakan.
    (5) Dokumen berupa:
      a. pengungkapan ketidakbenaran perbuatan yang disampaikan Wajib Pajak sebelum penyampaian Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H; dan
      b. pengungkapan ketidakbenaran perbuatan yang disampaikan Wajib Pajak setelah penyampaian Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I, 
      yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
         
      Pasal 12
    (1) Terhadap pengungkapan ketidakbenaran perbuatan yang disampaikan Wajib Pajak secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) huruf a yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), diterbitkan bukti penerimaan elektronik
    (2) Terhadap pengungkapan ketidakbenaran perbuatan yang disampaikan Wajib Pajak secara langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) huruf b, dilakukan penelitian pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3).
    (3) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kantor Pelayanan Pajak:
      a. memberikan bukti penerimaan surat kepada Wajib Pajak, dalam hal pengungkapan ketidakbenaran perbuatan telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3); atau
      b. ketidakbenaran perbuatan kepada Wajib Pajak, dalam hal pengungkapan ketidakbenaran perbuatan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3).
    (4) Pembayaran untuk pengungkapan ketidakbenaran perbuatan yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), tidak dapat dipindahbukukan atau diajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak oleh Wajib Pajak.
    (5) Dalam hal pengungkapan ketidakbenaran perbuatan yang disampaikan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), pembayaran dalam rangka pengungkapan ketidakbenaran perbuatan yang telah dilakukan:
      a. bukan merupakan pembayaran untuk pengungkapan ketidakbenaran perbuatan; dan
      b. tidak dapat mengurangi kerugian pada pendapatan negara
    (6) Bukti penerimaan elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur jenderal ini.
       
    Pasal 13
    Pemeriksa Bukti Permulaan menuangkan hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf h dalam Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
     
    Pasal 14
    (1) Terhadap orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka, diterbitkan Pemberitahuan Tindak Lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf i.
    (2) Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan secara terbuka, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Pemberitahuan Tindak Lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan pada saat Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dibuat.
    (3) Pemberitahuan Tindak Lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan diterbitkan berdasarkan:
      a. Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10; dan
      b. pengungkapan ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
    (4) Pemberitahuan Tindak Lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan diterbitkan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan setelah Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan sampai dengan saat berakhirnya jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan.
    (5) Dalam hal telah diterbitkan Pemberitahuan Tindak Lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan dengan tindak lanjut untuk dilakukan Penyidikan, Wajib Pajak masih dapat melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sepanjang pemberitahuan dimulainya Penyidikan belum disampaikan kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia.
    (6) Pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditindaklanjuti dengan perubahan tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan.
    (7) Dalam hal pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) belum sesuai dengan Keadaan Sebenarnya, perubahan tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) hanya berupa penyesuaian nilai kerugian pada pendapatan negara.
    (8) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan ditindaklanjuti dengan penghentian Pemeriksaan Bukti Permulaan karena Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan telah melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan yang sesuai dengan Keadaan Sebenarnya, Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Pemberitahuan Tindak Lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan dapat diterbitkan kurang dari 1 (satu) bulan.
   

(9)

Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan ditindaklanjuti dengan Penyidikan, Pemberitahuan Tindak Lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan minimal memuat:
      a. informasi bahwa Bukti Permulaan atas dugaan tindak pidana telah ditemukan;
      b. penghitungan kerugian pada pendapatan negara yang ditimbulkan;
      c. informasi pengungkapan ketidakbenaran perbuatan bagi Wajib Pajak yang dapat melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan; dan/atau
    (10) Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan ditindaklanjuti dengan penghentian Pemeriksaan Bukti Permulaan karena pengungkapan ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak telah sesuai dengan Keadaan Sebenarnya, Pemberitahuan Tindak Lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan minimal memuat:
      a. informasi bahwa Bukti Permulaan atas dugaan tindak pidana telah ditemukan;
      b. penghitungan kerugian pada pendapatan negara yang ditimbulkan;
      c. informasi pengungkapan ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) dan telah sesuai dengan Keadaan Sebenarnya; dan
      d. informasi akan dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan apabila di kemudian hari ditemukan dugaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang semula belum terungkap.
    (11) Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan ditindaklanjuti dengan penghentian Pemeriksaan Bukti Permulaan selain karena pengungkapan ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak telah sesuai dengan Keadaan Sebenarnya, Pemberitahuan Tindak Lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan minimal memuat:
      a. pemberitahuan alasan penghentian Pemeriksaan Bukti Permulaan; dan
      b. pemberitahuan akan dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan apabila di kemudian hari ditemukan dugaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang semula belum terungkap.
     
    Pasal 15
    (1) Dalam hal Wajib Pajak melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan setelah mulainya Penyidikan diberitahukan kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, pengungkapan tersebut tidak diakui sebagai pengungkapan ketidakbenaran perbuatan dan diberitahukan kepada Wajib Pajak
    (2) Terhadap pembayaran atas pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan mengenai Penyidikan.
    (3) Pemberitahuan kepada Wajib Pajak bahwa surat dan/atau pembayaran Wajib Pajak tidak diakui sebagai pengungkapan ketidakbenaran perbuatan dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
     
    Pasal 16
    Pemeriksaan Bukti Permulaan terhadap dugaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan berdasarkan Pasal 41A dan Pasal 41C Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pasal 41A Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, serta Undang-Undang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan ditindaklanjuti dengan penghentian Pemeriksaan Bukti Permulaan dalam hal kewajiban telah dipenuhi seluruhnya.
     
    Pasal 17
    Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
     
 
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 Januari 2024
 
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 
ttd.

 
SURYO UTOMO
   

 

Lampiran Peraturan
Status Peraturan
Aktif
Kategori Peraturan