Oleh: Lindasari C. Veronica Br. Sianturi, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Pada tahun 2024, tepatnya di bulan Januari 2024, pemerintah telah memberlakukan peraturan yang memberi dampak signifikan pada tata cara perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi (PP 58/2023). Kemudian, ketentuan tersebut diperinci lebih lanjut pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi (PMK 168/2023).

Sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), PPh Pasal 21 merupakan jenis pajak yang dikenakan terhadap penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain yang diterima oleh pegawai, bukan pegawai, mantan pegawai, penerima pesangon dan lain sebagainya. Pemberlakuan tarif efektif rata-rata (TER) ini, diharapkan memudahkan wajib pajak terutama yang bertindak sebagai pemotong dalam menghitung pemotongan PPh Pasal 21 tersebut.

Tarif Efektif Rata-Rata

TER memberikan kemudahan dan penyederhanaan kepada wajib pajak pemotong yang akan menghitung serta melakukan pemotongan PPh Pasal 21 pada setiap masa pajak. Terutama, bagi mereka  yang memiliki pegawai dengan penghasilan tidak tetap pada setiap bulannya. Dengan adanya klasterisasi atau pembagian kategori serta daftar tarif, wajib pajak yang melakukan pemotongan PPh Pasal 21 mendapatkan perhitungan yang pasti di setiap masa pajaknya.

Tarif Efektif Pasal 21 ini menetapkan penghasilan bruto sebagai dasar perhitungan PPh Pasal 21 bulanan yang terutang tanpa memperhitungkan pengurang penghasilan bruto seperti biaya jabatan, biaya pensiun, ataupun iuran pensiun. Penghitungan PPh Pasal 21 dengan menggunakan TER terbagi menjadi dua yaitu, Tarif Efektif Bulanan dan Tarif Efektif Harian.

Tarif Efektif Bulanan dibagi menjadi tiga kategori sesuai dengan status Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atau status pernikahan yang dipenuhi oleh wajib pajak. TER A (PTKP: TK/0, TK/1, & K/0), TER B (PTKP: TK/2, TK/3, K/1, & K/2), dan TER C (PTKP: K/3). Tarif yang diberlakukan pada pengimplementasian TER dapat dilihat pada Lampiran PP 58/2023.

Status PTKP tersebut, misalnya, TK/0 berarti tidak kawin tanpa tanggungan; K/1 berarti kawin dan memiliki satu orang tanggungan; dan seterusnya.

Tarif Efektif Harian dibagi menjadi dua kategori berdasarkan penghasilan bruto harian yaitu 0% bagi penghasilan bruto harian <= Rp450.000 dan 0.5% bagi penghasilan bruto harian sebesar >Rp450.000 s.d. Rp2.500.000.

Tarif Efektif Bulanan dapat diberlakukan bagi pegawai tetap yang dipotong PPh Pasal 21 dengan mengalikan penghasilan bruto dengan persentase tarif TER (A/B/C) yang berlaku. Dan, Tarif Efektif Harian diberlakukan bagi pegawai tidak tetap dengan mengalikan penghasilan bruto harian dengan persentase tarif TER Harian.

Baca juga:
Serba-Serbi TER PPh Pasal 21: Pajak Baru atau Formula Baru?
Era Baru Pajak Penghasilan: Digitalisasi dan Inovasi Pemotongan PPh 21/26

Tarif Pasal 17

Tarif Pasal 17 merupakan ketentuan yang mengatur Pajak Penghasilan (PPh) untuk menghitung penghasilan kena pajak (PKP) yang berlaku untuk penghasilan yang diterima oleh orang pribadi, termasuk karyawan, serta PNS atau TNI/Polri. Tarif PPh Pasal 17 ini terdiri dari beberapa lapisan tarif progresif sesuai dengan penghasilan kena pajaknya.

Dasar perhitungan tarif Pasal 17 ini sendiri adalah penghasilan kena pajak yang telah memperhitungkan pengurang penghasilan bruto seperti biaya jabatan, biaya pensiun, iuran pensiun, serta Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Dengan diberlakukannya Tarif Efektif PPh 21, tidak serta-merta menggugurkan penghitungan PPh Pasal 21 berdasarkan Pasal 17. Wajib pajak pemotong tetap melakukan penghitungan dengan menggunakan tarif yang berlaku sesuai dengan Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh jo. UU HPP pada masa Desember untuk mengetahui pemotongan yang harus dilakukan pada masa Desember tersebut. Dengan kata lain, Tarif Efektif Bulanan dapat digunakan untuk menghitung PPh Pasal 21 pada masa Januari sampai dengan November. Kemudian, disesuaikan kembali dengan perhitungan Pasal 17 untuk mengetahui jumlah pemotongan yang akan dilakukan pada masa Desember.

Kesimpulan

Perubahan dan penyesuaian tarif PPh Pasal 21 yang mulai diberlakukan pada bulan Januari 2024 bertujuan untuk memberi kemudahan dalam melakukan pemotongan pajak penghasilan, baik bagi pegawai tetap maupun pegawai tidak tetap.

Dengan adanya perubahan ini, wajib pajak perlu memahami perbedaan serta penggunaan TER PPh 21 dan tarif Pasal 17 yang masih sama-sama dipergunakan dalam menghitung pajak penghasilan yang terutang dalam satu tahun sehingga pemotongan yang dilakukan jumlahnya tepat.

Dengan terbitnya peraturan baru ini, diharapkan juga agar para petugas pajak atau fiskus juga dapat memahami dan memberikan edukasi kepada wajib pajak sehingga seluruh pihak yang berkaitan dapat memahami dan menggunakan tarif ini dengan benar serta memudahkan perhitungan pemotongan PPh Pasal 21 ke depannya. Dan yang perlu dipahami, TER bukanlah jenis pajak baru dan tidak menimbulkan tambahan beban pajak.

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.