Oleh: Mochammad Bayu Tjahono, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak 

Tanpa terasa, pajak sudah mengalami tiga kali reformasi, namun demikian reformasi yang ketiga ini juga bertujuan untuk perubahan opini masyarakat tentang pajak. Sebuah acara yang dirancang oleh Kanwil DJP Jakarta Selatan I digelar di Ruang Birawa Gedung Bidakara, Jakarta Selatan, Selasa (6/8), seakan menjadi momentum bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk mengenalkan reformasi pajak di masyarakat dan wajib pajak.

Bagi Direktorat Jenderal Pajak, 'Terlahir Kembali' bukan soal selebrasi atau ajang pamer prestasi karena peranan yang dominan di dalam APBN, namun lebih kepada perubahan opini di masyarakat atau wajib pajak terhadap pajak. Perubahan ini diharapkan untuk menumbuhkan sinergi antara wajib pajak atau masyarakat dan Direktorat Jenderal Pajak dalam membangun negeri.

Iklim negara Indonesia saat ini yang demokratis dengan segala dinamikanya serta perkembangan teknologi yang makin besar, menuntut Direktorat Jenderal Pajak untuk lebih kreatif dalam memberikan layanan. Urgensi untuk memudahkan pelayanan kepada wajib pajak menjadi salah satu dasar dari reformasi pajak. Pelayanan bukan berarti dalam konotasi negatif, namun lebih kepada masyarakat mudah dalam mengakses jenis layanan dan ketentuan dalam perpajakan.

Wajib pajak atau masyarakat nantinya tidak perlu datang ke kantor pajak untuk membayar dan melaporkan pajak cukup dengan menggunakan web mereka bisa mencetak ID billing, membayar dengan internet banking dan melaporkan kewajibannya juga dengan web. Semua peraturan perpajakan ada di dalam web, wajib pajak tinggal membacanya dan membayar pajak sesuai dengan ketentuan. Bila masih ragu bisa menghubungi call center Direktorat Jenderal Pajak untuk memastikannya dan bila masih ragu dapat datang ke kantor pajak untuk menemui Account Representative.

Desain layanan perpajakan saat ini adalah 3C: Click, Call, dan Counter. Click merupakan layanan yang diberikan kepada wajib pajak melalui situs web Direktorat Jenderal Pajak. Cetak ID Billing, laporan pajak, membuat SKB (Surat Keterangan Bebas), PBK (Pemindahbukuan), SKF (Surat Keterangan Fiskal) dan pengajuan restitusi dipercepat bisa melalui situs web. Dari 152 layanan yang akan dikembangkan Direktorat Jenderal Pajak sudah 32 yang online.

Call center Direktorat Jenderal Pajak juga dikembangkan menjadi service center, dimana segala permasalahan pajak bisa ditanyakan di sana dan langsung dibantu dalam penyelesaiannya, sehingga banyak pekerjaan di Kantor Pelayanan Pajak yang akan ditangani oleh KLIP (Kantor Layanan Informasi Pengaduan) DJP.

Ini semua bagian reformasi, proses terlahir kembalinya Direktorat Jenderal Pajak, bukan hanya perubahan pelayanan atau peningkatan citra tapi juga ke perubahan opini masyarakat atau wajib pajak kepada Intitusi Direktorat Jenderal Pajak. Lewat acara yang diselenggarakan oleh Kanwil DJP Jakarta Selatan I, seluruh jajaran Direktorat Jenderal Pajak mulai dari Direktur sampai dengan Kepala Kanwil ingin menggaungkan reformasi perpajakan yang sudah berjalan. Reformasi pajak belum berhenti dan tetap terus berjalan sehingga Direktorat Jenderal Pajak seakan terlahir kembali.

Kenapa seakan terlahir kembali? Bila selama ini pajak selalu dipandang dengan sisi negatif yang seakan-akan sulit, membebani usaha, manipulasi, dan korupsi meski mereka tahu akan peran pajak di dalam pembangunan. Dengan reformasi ini perubahan opini masyarakat diharapkan akan terbentuk, perubahan opini ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pegawai Direktorat Jenderal Pajak saja tetapi juga menjadi tanggung jawab eksekutif, pihak akademisi, dan juga legislatif.

Kenapa demikian? Karena dengan perubahan opini di masyarakat dan wajib pajak diharapkan mereka akan sadar dengan kewajiban perpajakannya dan ini menyangkut kemandirian bangsa. Dengan makin besarnya tax ratio maka seluruh pembangunan bangsa ini akan dibiayai oleh pajak sehingga hutang luar negeri akan berkurang.

Kesan ini muncul saat menyaksikan diskusi yang digelar dalam acara tax gathering Kanwil DJP Jakarta Selatan I, di mana narasumber baik dari internal DJP dan wajib pajak semua mengusung semangat kemandirian bangsa dengan memperkuat institusi pajak. Diskusi yang dikemas seakan selaras dengan tema yang ada yaitu “Bersinergi Dukung Reformasi Perpajakan”. Narasumber internal pajak menyampaikan kesiapan Direktorat Jenderal Pajak dalam reformasi perpajakan termasuk reformasi pelayanan, sehingga opini masyarakat tentang pajak diharapkan berubah. Sedangkan narasumber eksternal, baik pengamat ekonomi, maupun pelaku usaha semua sepakat bahwa reformasi ini dibutuhkan untuk memudahkan mereka membayar dan melaporkan pajak.

Pengamat ekonomi Dr. Aviliani, S.E., M.Si., menyampaikan Indonesia tahun 2018 di saat ekonomi dunia suram mampu bertahan dengan pertumbuhan di atas 5%. Perekonomian Indonesia tak hanya didorong dari konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah, melainkan juga persepsi masyarakat terhadap perekonomian. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang mencapai Rp14.000 triliun tersebut, hanya 8% disumbangkan dari pemerintah. Sementara porsi yang paling banyak menyumbang adalah sektor dunia usaha mencapai 20-25% dan juga konsumsi masyarakat yang mencapai 57% dari PDB.

Di samping itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran 5% menurut Aviliani sudah sesuai, kenapa karena perekonomian global masih tidak menentu, sehingga banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Ekonomi di Indonesia bisa tumbuh dengan tinggi, termasuk ekspornya namun di masa berikutnya bisa turun dan banyak impor masuk. Oleh sebab itu kebijakan pemerintah di sektor usaha menjadi salah satu pendukung pertumbuhan ekonomi.

Aviliani memprediksi sektor dunia usaha akan terjadi perubahan yang mana perusahaan-perusahaan akan membangun ekosistem guna kelangsungan bisnisnya. "Era ke depan adalah era di mana perusahaan tidak lagi bersaing, tetapi era berekosistem. Jadi, bagaimana membangun ekosistem, itu yang bisa survive," kata Aviliani.

"Perusahaan yang tidak punya ekosistem ke depan, dia akan mati. Maka, kita harus mulai menggemakan pembentukan ekosistem tersebut," tambahnya. Selain perusahaan dan para pelaku bisnis, Aviliani juga menekankan perlunya pemerintah membangun sinergi antar daerah dan pusat. Agar setidaknya ada keselarasan dalam hal pembuatan kebijakan, yang nantinya akan menyokong ekosistem dunia bisnis yang juga harus dibangun tersebut.

Menurut salah satu wajib pajak yang hadir Dr. Ir. Fadel Muhammad, perpajakan di Indonesia harus bisa lebih baik dari Singapura, baik dari segi tarif dan pelayanannya. Salah satu pelayanan adalah pengembalian pajak yang tidak terutang. Pengurusan pajak yang terlalu berliku akan membuat wajib pajak malas berurusan dengan pajak, oleh sebab itu kemudahan pelayanan menjadi wajib saat ini.

Dengan melakukan perubahan besar dalam pelayanan seakan menjadikan Direktorat Jenderal Pajak terlahir kembali, brand sudah baru, sistem diperbaharui, opini masyarakat diubah, dan pelayanan juga berubah memberikan kesan yang berbeda dari wajib pajak. Saat ini baru 32 layanan yang sudah diselesaikan secara online dari 152 layanan.

Dalam era digital ini, pelayanan yang disediakan memang harus simple dan accessible, dan hal ini sejalan dengan program pemerintah untuk meningkatkan ease of doing business. Seluruh perubahan ini merupakan bagian dari Change Management (CM). Mengawal reformasi perpajakan memang tugas yang sangat berat, karena kita harus memastikan reformasi berjalan dengan baik. Seluruh dari kita harus siap untuk menyesuaikan diri, tidak hanya petugas pajak tetapi juga wajib pajak dan masyarakat. Mereka harus berubah, menyesuaikan diri, menghilangkan opini yang negatif tentang pajak dan bersama mendukung reformasi.

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.