Oleh: Ferga Aristama, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Dalam beberapa waktu terakhir, perbincangan publik pada media sosial menyoroti pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPh, selanjutnya disebut SPT Tahunan). Perbincangan tersebut tertuju pada kritik sebagian publik terhadap adanya kewajiban pelaporan SPT Tahunan, padahal penghasilan mereka telah dilakukan pemotongan pajak oleh pemberi kerja. Sebagian yang lain menyatakan bahwa mereka telah menyetor kekurangan pajak ke kas negara sehingga menganggap pelaporan SPT Tahunan menjadi tidak diperlukan.

Pada umumnya, perspektif yang digunakan untuk mengklarifikasi kritik tersebut semata menitikberatkan pada perspektif kewajiban wajib pajak. Sebagai subjek yang telah memenuhi ketentuan objektif, kewajiban pelaporan SPT Tahunan menjadi melekat di dalamnya. Tulisan ini mencoba memberikan perspektif alternatif dengan memandang pelaporan SPT Tahunan sebagai hak wajib pajak mendapatkan sarana diperlakukan adil dalam pelaksanaan administrasi perpajakannya.

SPT Tahunan Sebagai Wujud Keadilan

Ketentuan pelaporan SPT Tahunan di Indonesia yang sekarang dikenal luas masyarakat mulai diberlakukan sejak tahun 1984 dan mulai dikenalkan tahun 1967. Dengan adanya mekanisme pelaporan surat tersebut, wajib pajak memperoleh sarana untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang. Ketentuan ini berbeda dari peraturan perundang-undangan yang berlaku pada zaman kolonial dan pasca kemerdekaan, dengan perubahan dan penyesuaiannya. Saat itu, penghitungan pajak yang terutang berada sepenuhnya pada otoritas pajak dengan ketetapan pajak berdasarkan taksiran (official assessment). Dengan demikian, wajib pajak diposisikan semata-semata sebagai pihak yang harus menjalankan kewajiban pembayaran tanpa menghiraukan kemampuan dan menghargai hak asasinya.

Perubahan sistem pemungutan pajak ini merupakan bagian dari upaya mewujudkan keadilan. Melalui perubahan ini, tanggung jawab pemungutan pajak tidak lagi sepenuhnya ada pada tangan penguasa melainkan melibatkan rakyat sebagai pihak yang secara mandiri turut menghitung, memperhitungkan, dan membayar pajak yang terutang. Dengan turut adanya kendali pelaksanaan administrasi perpajakan pada wajib pajak, hak-hak wajib pajak menjadi lebih diperhatikan. Wajib pajak juga berhak memberitahukan kepada otoritas pajak mengenai harta yang dimiliknya serta utang yang sedang dipikulnya, sebagai cerminan kemampuan rakyat untuk membayar pajak. Sarana bagi wajib pajak untuk melakukan storytelling tersebut antara lain dituangkan dalam SPT Tahunan. Wajib pajak juga berhak melakukan pembetulan jika ada kesalahan pengisian yang tidak disengaja.

Baca juga:
Lapor SPT Dulu, Jangan Tunggu Ramadan Berlalu
Mengapa Harus Tetap Lapor SPT Tahunan?
Lapor Pajak 2024 Masih di pajak.go.id, Lapor Pajak 2025 di Coretax DJP
Kita yang Bayar, Kita Juga yang Disuruh Lapor

Pelaporan SPT Tahunan tertaut dengan hak-hak wajib pajak lainnya. Data dan informasi yang dilaporkan wajib pajak di dalamnya menjadi bagian dari dasar koreksi jika dilakukan pemeriksaan pajak. Dengan begitu, pelaksanaan pemeriksaan juga memperhatikan sudut pandang wajib pajak, tidak dilakukan sepihak oleh otoritas pajak. Apabila tidak setuju dengan ketetapan dari hasil pemeriksaan, wajib pajak juga dapat melakukan pengajuan keberatan dan banding. Melihat besarnya peranan dalam administrasi pajak, penting bagi wajib pajak untuk melaporkan SPT Tahunannya.

Demi memudahkan pelaporan, otoritas pajak terus berupaya melakukan penyempurnaan bentuk, isi, dan tata cara penyampaian SPT Tahunan. Pertama, SPT Tahunan dapat disampaikan dengan berbagai kanal mulai dari kertas, pos, hingga elektronik. Saat ini juga tersedia Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) sebagai kanal alternatif bagi wajib pajak untuk menyampaikan SPT Tahunan. Kedua, otoritas pajak menyediakan prepopulated data untuk memudahkan pengisian SPT Tahunan. Data-data yang terkait pengisian SPT Tahunan, seperti data penghasilan wajib pajak dari pemberi kerja tersedia pada kolom pengisian SPT Tahunan sehingga wajib pajak hanya perlu melakukan cross-check.  Ketiga, otoritas pajak tidak hanya menyediakan layanan helpdesk di kantor namun juga layanan pojok pajak di luar kantor hingga tutorial pada media daring. Wajib pajak juga dapat memanfaatkan asistensi yang disediakan Relawan Pajak (lebih populer disebut Renjani, akronim dari Relawan Pajak untuk Negeri), tax center, maupun konsultan pajak. Upaya ini ditujukan agar wajib pajak dapat membantu dirinya sendiri (self-help) dalam melakukan pelaporan SPT Tahunan.

Penutup

Pelaporan SPT Tahunan dapat dipandang sebagai pelaksanaan hak wajib pajak. SPT Tahunan merupakan sarana wajib pajak diperlakukan adil dalam pelaksanaan administrasi perpajakannya. Dengan SPT Tahunan, wajib pajak mendapatkan sarana untuk menjadi bagian dari pengendali dalam menghitung, memperhitungkan, dan membayar pajak yang terutang. Dengan begitu, wajib pajak dihargai kemampuan dan hak asasinya dalam administrasi pajak. Melalui transformasi proses bisnis di bidang penyampaian, penerimaan, dan pengolahan SPT Tahunan yang terus dilakukan oleh otoritas pajak, wajib pajak diberikan kemudahan pelaporan. Oleh karena itu, sangat disayangkan apabila wajib pajak tidak melaporkan SPT Tahunannya, dengan alasan sudah membayar atau dipotong/dipungut pajaknya.

 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.