Oleh: (Fatikha Faradina), pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Tak terasa kita sudah memasuki dua per tiga triwulan pertama tahun 2025. Artinya, batas pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan untuk tahun pajak 2024 semakin dekat. Batas pelaporan SPT Tahunan Orang Pribadi (OP) adalah tanggal 31 Maret, sedangkan batas pelaporan SPT Tahunan Badan adalah tanggal 30 April tiap tahunnya.

Apabila wajib pajak tidak atau terlambat melaporkan SPT Tahunan, wajib pajak akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp100 ribu untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan denda sebesar Rp1 juta untuk Wajib Pajak Badan. Denda tersebut akan ditagihkan melalui Surat Tagihan Pajak (STP) yang akan diterbitkan kantor pajak. Jika wajib pajak tidak melunasi denda keterlambatan atas STP tersebut dan memutuskan untuk tidak melaporkan SPT Tahunan, maka wajib pajak dapat diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan pajak oleh otoritas pajak.

Meskipun kewajiban lapor SPT Tahunan sudah menjadi rutinitas setiap tahun, masih banyak ditemui narasi yang beredar di masyarakat yang berisi keluhan atas kewajiban ini. Mengapa wajib pajak masih harus lapor SPT Tahunan? Wajib pajak sudah bayar pajak, mengapa masih harus dibebani dengan urusan administrasi pelaporan SPT Tahunan? Mengapa tidak langsung ditetapkan saja oleh fiskus? Mari kita bahas alasan filosofis yang mendasari kewajiban pelaporan SPT Tahunan oleh wajib pajak.

Secara yuridis, kewajiban lapor SPT Tahunan ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Pasal 3 ayat (3) menyebutkan bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan wajib menyampaikan SPT Tahunan paling lambat tiga bulan setelah akhir tahun pajak untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan empat bulan setelah akhir tahun pajak untuk Wajib Pajak Badan.

Kewajiban melaporkan SPT Tahunan di Indonesia memiliki dasar hukum yang kuat untuk memastikan setiap wajib pajak menjalankan perannya dalam sistem perpajakan yang berbasis self-assessment system.

Apa itu self-assessment system (SAS)?

Pada hakikatnya, SAS adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Dalam SAS, wajib pajak dianggap sebagai entitas yang mandiri, cakap, cerdas, cermat, dan memiliki literasi pajak yang tinggi.

Negara-negara maju di dunia seperti Amerika Serikat, Jepang, Australia, dan Singapura mengaplikasikan SAS. Negara-negara tersebut termasuk gugusan negara-negara Nordik seperti Swedia dengan tax to GDP ratio yang sangat tinggi dan mendapatkan kesuksesan besar karena masyarakatnya memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi kepada pemerintah dan tranparansi keuangan negara.

Setiap negara tersebut berhasil mendongkrak dan mempertahankan tax compliance yang cukup baik karena penerapan SAS dipayungi oleh otoritas pajak setingkat kementerian yang cakap, akuntabel, dan independen. Bahkan di Negeri Paman Sam, SAS lebih dilihat sebagai tanggung jawab hukum yang serius. Budaya audit acak oleh Internal Revenue Service (IRS) membuat wajib pajak menjadi lebih disiplin karena risiko pengenaan sanksi apabila ditemukan tingkat ketidaksesuaian yang sangat tinggi.

Bagi wajib pajak, SAS merupakan anugerah yang harusnya disyukuri dan disikapi dengan penuh integritas. Berikut alasannya.

Pertama, wajib pajak memiliki kendali penuh atas perhitungan dan pelaporan pajaknya tanpa harus menunggu penilaian atau penetapan dari otoritas pajak. Hal ini menciptakan fleksibilitas dan efisiensi dalam pengelolaan administrasi pajak pribadi atau perusahaan. Pasal 12 ayat (1) UU KUP jo. UU HPP menyebutkan bahwa setiap wajib pajak harus menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri jumlah pajak yang terutang.

Kedua, sistem ini membangun budaya sadar pajak. Kepatuhan tidak semata timbul karena takut diawasi, tetapi karena kesadaran akan tanggung jawab sebagai warga negara.

Ketiga, kemudahan pelaporan secara online melalui e-Filing dan e-Form yang pada nantinya akan terintegrasi sempurna dalam Coretax Direktorat Jenderal Pajak (Coretax DJP), wajib pajak dapat menghemat waktu dan biaya tanpa perlu antre di kantor pajak.

Keempat, SAS memberikan kepastian hukum karena semua perhitungan pajak didasarkan pada aturan yang jelas. Wajib pajak yang taat tidak perlu khawatir akan diperiksa secara sewenang-wenang. Sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 13 ayat (1) UU KUP jo. UU HPP, DJP dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak hanya jika ditemukan ketidakpatuhan atau ketidaksesuaian.

Kelima, proses menghitung pajak sendiri membuat wajib pajak baik orang pribadi maupun badan lebih paham dengan kondisi keuangannya. Hal ini mendorong pengelolaan keuangan yang lebih tertib dan transparan melalui pencatatan dan/atau pembukuan.

Keenam, wajib pajak bisa melakukan perencanaan pajak (tax planning) untuk memaksimalkan efisiensi pembayaran pajak secara legal tanpa melanggar ketentuan.

Ketujuh, SAS menanamkan nilai kejujuran dan tanggung jawab. Pelaporan yang benar menciptakan budaya akuntabilitas, baik di tingkat individu maupun perusahaan.

Pada akhirnya, SAS diterapkan untuk kepentingan wajib pajak. Mengingat kembali pernyataan Bapak Proklamator kita, Bung Hatta, bahwa kurang cerdas bisa diperbaiki dengan belajar, kurang cakap bisa diatasi dengan pengalaman, tetapi jika tidak jujur, habislah sudah segalanya. SAS merupakan cermin kejujuran dan tanggung jawab kita sebagai warga negara. Dengan melapor SPT Tahunan secara benar, kita menjaga nilai integritas dalam kehidupan sehari-hari. Mari lapor SPT tepat waktu karena jujur itu hebat.

Memasuki Revolusi Industri 5.0 yang berfokus pada otomatisasi, digitalisasi, Internet of Things (IoT), big data, dan kecerdasan buatan (AI) dengan pendekatan yang lebih berpusat pada manusia (human-centric), DJP sudah menyediakan kanal pelaporan tanpa batas secara online dan mandiri melalui kanal yang tersedia. Apabila ada kesulitan dalam pelaporan SPT Tahunan, jangan ragu untuk menggunakan layanan Kring Pajak di 1500200 atau datang langsung ke kantor pajak.  

 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.