Penipu Semakin Licik, Modusnya Makin Unik

Oleh: (Muhamad Wildan Candra Malo), pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Era digital yang terus melesat telah mengubah wajah peradaban manusia secara fundamental, menciptakan realitas yang sama sekali berbeda antargenerasi. Teknologi tidak hanya mengubah cara kita berinteraksi dan bekerja, tetapi juga mentransformasi pola pikir masyarakat modern. Kemajuan ini menghadirkan berbagai kemudahan, mulai dari transaksi keuangan digital, komunikasi lintas benua yang instan, hingga sistem otomatisasi yang menyederhanakan kehidupan sehari-hari.
Namun, di balik segala kemudahan tersebut, muncul ancaman baru yang semakin kompleks dan mengkhawatirkan. Perkembangan teknologi ternyata diiringi dengan peningkatan modus kejahatan yang semakin canggih. Misalnya, penipuan digital yang kian sulit dideteksi, peretasan sistem yang lebih terorganisir, hingga maraknya pelecehan daring yang terjadi di balik layar gadget. Fenomena ini menunjukkan paradoks kemajuan teknologi yang justru membuka peluang bagi kejahatan yang lebih terstruktur dan sulit dilacak.
Modus Penipuan Pajak
Di tengah pesatnya perkembangan digital, marak terjadi penipuan yang mengatasnamakan institusi resmi seperti Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Para pelaku memanfaatkan celah ketidaktahuan masyarakat dan rasa takut terkait kewajiban perpajakan untuk melakukan aksi kriminal. Berbagai modus operandi terus bermunculan, menuntut kewaspadaan ekstra dan pemahaman yang lebih baik dari masyarakat terhadap potensi ancaman di dunia digital. Mari kita bahas beberapa di antaranya.
- M-Pajak atau Laman Coretax DJP Palsu
Modus penipuan ini sering kali digunakan oleh penipu untuk menipu wajib pajak apabila wajib pajak tidak mengetahui sama sekali aplikasi resmi dari DJP. Biasanya, penipu tersebut menggiring korban baik melalui telepon, pesan WhatsApp, email, dan media lainnya untuk mengunduh atau mengklik aplikasi palsu yang telah mereka siapkan.
Apabila wajib pajak melakukan hal tersebut, telepon atau laptop yang dimiliki wajib pajak dapat diretas oleh penipu. Hal ini mengakibatkan korban mengalami kerugian, baik berupa kecolongan data ataupun yang lebih parah lagi, kerugian material dalam bentuk pengambilan dana secara paksa oleh penipu dari rekening korban.
2. Pesan Surat Ketetapan Pajak dengan Format .apk
Modus pengiriman “Surat Cinta” dari penipu juga sering dilakukan. Biasanya penipu mengganti format ekstensi dokumen menjadi .apk yang di dalamnya berisi aplikasi untuk mengambil alih media yang digunakan oleh korban. Hal ini perlu diwaspadai, terutama bagi wajib pajak yang belum melek teknologi karena penipu biasanya memberikan kata-kata yang menakut-nakuti wajib pajak. Misalnya, apabila korban tidak membuka dokumen tersebut, korban tersebut akan mengalami hal yang buruk.
3. Pengembalian Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang yang Tidak Benar
Beberapa wajib pajak mendapatkan pesan atau email dari nomor atau alamat email yang tidak dikenal. Isinya mengatakan bahwa wajib pajak berhak mendapatkan pengembalian pajak. Hal ini tentu membuat wajib pajak gembira karena akan mendapatkan pundi-pundi uang yang entah berasal dari mana. Kondisi ini dimanfaatkan oleh para penipu untuk meminta data pribadi korban, seperti nomor rekening dan data pribadi lainnya.
Dengan data tersebut, penipu dapat memiliki data korban yang kemudian akan diakses dengan cara tertentu yang pada akhirnya dapat merugikan korban. Modus inilah yang sering digunakan oleh penjahat. Mereka mengelabui perasaan korban dengan pemberitaan yang menggembirakan, tetapi ternyata itu hanyalah penipuan belaka.
Yang Perlu Dilakukan
Dalam menghadapi maraknya penipuan yang mengatasnamakan DJP, masyarakat perlu memahami cara membedakan informasi asli dan palsu. DJP memiliki standar operasional yang jelas dalam berkomunikasi dengan wajib pajak. Dalam hal ini, DJP tidak pernah meminta data sensitif seperti nomor pokok wajib pajak (NPWP), personal identification number (PIN), atau password melalui telepon, pesan singkat (SMS), pesan Whatsapp, email, ataupun media lainnya. Seluruh pembayaran pajak hanya dilakukan melalui kanal resmi seperti bank persepsi, e-billing, atau kantor pos.
Pastikan agar interaksi hanya dilakukan melalui kanal resmi DJP. DJP pun juga secara terus-menerus mengingatkan masyarakat agar waspada terhadap penipuan melalui kanal resmi yang tersedia.
Jika ragu, konfirmasikan setiap pesan yang mengatasnamakan DJP melalui Kring Pajak 1500200, kantor pajak terdekat, email pengaduan@pajak.go.id, akun X @kring_Pajak, laman https://pengaduan.pajak.go.id, atau live chat pada https://pajak.go.id.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 26 kali dilihat