Kebijakan PPh Final Setengah Persen Bagi UMKM, Dua Sisi Mata Uang

Oleh: Jefry Batara Salebu, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) mempunyai peran yang sangat signifikan terhadap perekonomian di Indonesia, khususnya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Dari data yang dipublikasikan oleh Kementerian Koperasi dan UKM diketahui bahwa kontribusi UMKM mencapai lebih dari 60 persen terhadap PDB. Selain itu, UMKM telah terbukti dapat meningkatkan ketahanan ekonomi rumah tangga dan menciptakan lapangan kerja di Indonesia. Kemampuan UMKM dalam menopang ekonomi di Indonesia terbukti juga pada saat krisis ekonomi di tahun 1997 s.d. 1998. Berdasarkan data BPS, UMKM di tahun 1998 menyumbang pertumbuhan PDB sebesar 52,24 persen dan pertumbuhan nilai ekspor sebesar 76,48 persen.

Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi di tahun 2018 sebesar 5,4 persen, dimana target ini meningkat dibanding dengan realisasi pertumbuhan ekonomi tahun 2017 yaitu sebesar 5,07 persen. Dari data yang dirilis BPS diketahui bahwa ekonomi Indonesia triwulan I-2018 terhadap triwulan I-2017 tumbuh 5,06 persen (y-on-y) meningkat dibanding triwulan I-2017 sebesar 5,01 persen. Dengan peran strategis UMKM dalam menopang perekonomian di Indonesia, diharapkan UMKM dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi di Indonesia sehingga target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen di tahun 2018 dapat terealisasi. Dengan demikian, diperlukan dukungan Pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan UMKM di Indonesia antara lain dengan memberikan insentif pajak kepada UMKM.

Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 yang berlaku secara efektif per 1 Juli 2018 memberikan sinyal positif kepada UMKM bahwa Pemerintah mendukung sepenuhnya peningkatan UMKM di Indonesia sehingga diharapkan kontribusi UMKM terhadap perekonomian negara bertambah besar. Selain itu, dengan pengenaan tarif pajak rendah setengah persen diharapkan UMKM yang masih melakukan transaksi underground economy akan muncul ke permukaan sehingga akan membantu otoritas pajak dalam pembenahan basis data yang merupakan salah satu pilar yang menjadi sasaran dari Reformasi Perpajakan Jilid III yang diharapkan akan berdampak pada meningkatnya rasio pendapatan perpajakan terhadap PDB (tax ratio) Indonesia.

Schneider & Enste (2002) dan Schneider (2010) menemukan bahwa persentase underground economy di negara berkembang mencapai 35 s.d. 44 persen dari PDB, dimana estimasi underground economy di Indonesia rata-rata dari tahun 2002-2007 mencapai 19,9 persen dari PDB. Hal ini dapat diartikan bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak di Indonesia untuk melaporkan seluruh penghasilan dan hartanya secara benar masih rendah terlihat dari gap yang signifikan sebesar 19,9 persen antara penghasilan yang dilaporkan kepada otoritas pajak dan penghitungan pendapatan nasional. Namun demikian, gap tersebut belum memperhitungkan dampak dari pelaksanaan kebijakan tax amnesty sejak tanggal 1 Juli 2016 sampai 31 Maret 2017. Praktek underground economy inilah yang menyebabkan tax ratio di Indonesia tidak sejalan dengan pertumbuhan PDB di Indonesia. Tax ratio Indonesia untuk tahun 2018 ditargetkan sebesar 11,6 persen. Secara teori, ketika PDB meningkat maka hal ini akan diikuti dengan peningkatan tax ratio.

Seperti dua sisi mata uang, di satu sisi penurunan tarif PPh Final menjadi setengah persen akan memberikan manfaat yang besar, antara lain meningkatkan pertumbuhan UMKM yang akan memperkuat ekonomi Indonesia dan diharapkan akan memperkuat basis data dari otoritas pajak. Di sisi lain, kebijakan menurunkan tarif PPh Final dari 1 persen menjadi 0,5 persen juga akan berdampak jangka pendek melalui penurunan penerimaan pajak dari sektor UMKM di tahun 2018. Namun demikian, dalam jangka panjang penurunan tarif tersebut akan menstimulasi pertumbuhan UMKM yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Dalam beberapa penelitian ditemukan fakta bahwa pajak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Romer & Romer (2010) menemukan fakta bahwa peningkatan pajak sebesar 1 persen dari PDB akan menurunkan riil PDB sebesar 3 persen setelah 2 tahun. Lebih lanjut, OECD (2008) menemukan bahwa PPh Badan dan PPh Orang Pribadi mempunyai dampak paling harmful terhadap pertumbuhan ekonomi diikuti dengan pajak atas konsumsi dan pajak atas properti. Dengan kata lain, pajak mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dimana penurunan tarif pajak akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Lebih lanjut, Pemerintah juga perlu mempertimbangkan untuk memberikan fasilitas “tax holiday” bagi UMKM yang banyak menyerap tenaga kerja dan berorientasi ekspor yang akan berdampak positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal ini perlu menjadi pertimbangan mengingat kontribusi sektor UMKM terhadap ekspor Indonesia masih terbilang rendah sehingga perlu ditingkatkan untuk menambah devisa negara.

Dengan demikian, penurunan tarif PPh Final menjadi setengah persen sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 diharapkan akan berdampak signifikan terhadap momentum pemulihan ekonomi di Indonesia dan juga mendukung terlaksananya Reformasi Perpajakan Jilid III melalui penguatan basis data.(*)

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi di mana penulis bekerja.