Oleh: Rendy Brayen Latuputty, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Apa yang biasanya dipersiapkan orang ketika sedang merencanakan liburan? Salah satu yang wajib adalah penginapan. Ada banyak opsi penginapan yang bisa dipilih, mulai dari pondok sederhana, losmen, rumah penduduk yang disewakan, sampai dengan hotel. Semua itu bergantung pada preferensi masing-masing, juga pertimbangan dana tentunya. Bagi yang mencari kenyamanan dan mempunyai duit lebih, hotel biasanya menjadi pilihan utama.

Kini, fungsi hotel semakin berkembang. Hotel tidak lagi hanya menjadi tempat untuk menginap. Beragam kegiatan bisa dilakukan di hotel, mulai dari seminar hingga resepsi pernikahan. Bahkan, hotel juga menawarkan paket meeting yang beragam, seperti fullboard, fullday, dan halfday.

Adanya beragam pilihan paket meeting yang ditawarkan hotel membuat banyak perusahaan memilih menyelenggarakan kegiatannya di hotel. Tidak ketinggalan, kini banyak pula instansi pemerintah yang juga memilih hotel sebagai tempat menyelenggarakan kegiatan, seperti rapat, lokakarya, dan diklat. Ini dipilih karena alasan kepraktisan sehingga para peserta bisa fokus mengikuti seluruh kegiatan tanpa harus disibukkan dengan urusan tetek bengek. Sebab, semua hal yang dibutuhkan dalam kegiatan sudah diurus oleh pihak hotel.

Di tengah kepraktisan yang dinikmati para pengguna jasa hotel, baik perusahaan maupun bendahara pemerintah, ada satu kebingungan yang mereka rasakan. Mereka sering bertanya-tanya, apakah mereka harus memotong pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 atas jasa hotel? Nah, tulisan ini akan mencoba menjawab kegelisahan yang dirasakan oleh para pengguna jasa hotel.

PPh Pasal 23 adalah PPh yang harus dipotong atas penghasilan yang dibayarkan oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap (BUT), atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak dalam negeri atau BUT. Jadi, pemberi penghasilan harus memotong sebagian dari jumlah yang dibayarkan kepada penerima penghasilan.

Jenis penghasilan yang dipotong dan tarif yang digunakannya pun diatur. Untuk yang menggunakan tarif 15%, jenis penghasilannya mencakup dividen, bunga, serta royalti, hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. Kemudian, jenis penghasilan yang dikenakan tarif 2% antara lain sewa selain sewa tanah dan/atau bangunan serta imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.

Ruang lingkup jasa lain yang dipotong PPh Pasal 23 diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). PMK yang dimaksud adalah PMK Nomor 141/PMK.03/2015 tentang Jenis Jasa Lain sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c Angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengatur sebagi berikut. Di sana disebutkan daftar jasa yang dipotong PPh Pasal 23, mulai dari jasa penilai (appraisal) sampai dengan jasa yang pembayarannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN/ABD).

Cara untuk menjawab pertanyaan apakah jasa hotel dipotong PPh Pasal 23 sebenarnya cukup sederhana. Tinggal dilihat saja apakah jasa hotel masuk dalam daftar jasa lain yang disebutkan PMK Nomor 141/PMK.03/2015. Kalau di lihat, tidak ada disebutkan jasa hotel di dalam PMK Nomor 141/PMK.03/2015. Lantas, apakah itu berarti jasa hotel tidak dipotong PPh Pasal 23? Tunggu dulu.

Walaupun jasa hotel tidak disebutkan secara eksplisit dalam PMK Nomor 141/PMK.03/2015, tidak serta merta itu berarti jasa hotel tidak dipotong PPh Pasal 23. Sebab, dalam PMK Nomor 141/PMK.03/2015 ada satu jenis jasa "sapu jagat". Jenis jasa yang dimaksud adalah jasa yang pembayarannya dibebankan pada APBN/APBD. Mengapa dikatakan "sapu jagat"? Dengan adanya jenis jasa ini, semua jasa dipotong PPh Pasal 23, asalkan jasa tersebut dibayarkan atas beban APBN/APBD.

Adanya jenis jasa "sapu jagat" dalam PMK Nomor 141/PMK.03/2015 dapat menyebabkan perbedaan perlakuan apakah jasa hotel dipotong PPh Pasal 23 atau tidak. Perbedaan perlakuan tersebut bergantung pada siapa yang menjadi pengguna jasa hotel. Apabila pengguna jasa hotel adalah bendahara pemerintah, pemotongan PPh Pasal 23 harus dilakukan. Mengapa? Pembayaran jasa hotel yang dibayarkan bendahara pemerintah berasal dari beban APBN/APBD. Dengan kata lain, apabila yang pengguna jasa hotel adalah bendahara pemerintah, jasa hotel termasuk dalam jenis jasa "sapu jagat" dalam PMK Nomor 141/PMK.03/2015. Lalu, bagaimana perlakuannya apabila pengguna jasa hotel adalah perusahaan (subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya)?

Perusahaan yang menggunakan jasa hotel tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 23. Mengapa? Jasa hotel tidak disebutkan dalam PMK Nomor 141/PMK.03/2015 dan pembayaran yang dilakukan perusahaan bukan berasal dari beban APBN/APBD.

Simpulannya, jasa hotel dipotong PPh Pasal 23 apabila pengguna jasanya merupakan bendahara pemerintah. Namun, jasa hotel tidak dipotong PPh Pasal 23 bila pengguna jasanya adalah perusahaan. Semoga tulisan ini dapat membuat para pengguna jasa hotel tidak kebingungan lagi dan dapat tidur dengan nyenyak. Tak lupa, yang paling penting mereka dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga pada akhirnya #PajakKuatIndonesiaMaju dapat segera terwujud. [rbl/djp]         

*)Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi temat penulis bekerja