PPN atas Tiket Pesawat Dibiayai Perusahaan: Boleh Dikreditkan, Asalkan ...

Oleh: Arief Hidayat, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Jelang akhir tahun, terjadi lonjakan penumpang pesawat yang cukup signifikan. Hal ini sangatlah wajar, mengingat banyaknya aktivitas dari masyarakat, baik dengan tujuan untuk wisata, pulang kampung, liburan, dan kedinasan atau pekerjaan. Semakin mendekati akhir tahun, harga tiket pun semakin tinggi. Bahkan, terpantau selama 2023 harga tiket pesawat domestik maupun mancanegara bertambah mahal dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Harga tiket yang mahal cenderung membuat calon penumpang pesawat mengurungkan niat bepergian. Tak sedikit yang membatalkan rencana healing jika harga pesawat tidak sesuai dengan kondisi dompet, sekalipun itu tiket kelas ekonomi.
Naik dan turunnya harga tiket tentu menjadi pertimbangan tersendiri bagi penumpang. Namun, ada baiknya kita kenali dulu apa saja komponen dalam harga tiket pesawat itu. Apalagi bagi perusahaan yang memberangkatkan pegawainya untuk keperluan dinas (bukan untuk keperluan liburan), komponen dalam tiket pesawat ini perlu diperhatikan.
Pemerintah sudah mengatur perihal harga tiket pesawat domestik, lebih tepatnya dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 20 Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Formulasi Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri. Melalui beleid ini, pemerintah berupaya agar harga tiket yang dirilis oleh maskapai tidak melewati batas atas yang ditetapkan.
Komponen harga tiket sesuai PM 20 Tahun 2019 terdiri dari empat, yaitu tarif jarak, pajak, iuran wajib asuransi, dan biaya tuslah/tambahan. Tarif jarak merupakan komponen utama yang menentukan harga tiket. Tarif jarak diperoleh dari hasil perkalian antara tarif dasar dengan jarak. Singkatnya, tarif jarak adalah seluruh biaya operasional yang dikeluarkan oleh maskapai ditambah keuntungan kemudian dikalikan dengan rata-rata jarak terbang pesawat pada suatu rute. Kemudian, terdapat komponen pajak yang mengacu ketentuan peraturan perundangan mengenai perpajakan. Begitu pula iuran wajib asuransi yaitu asuransi pertanggungan kecelakaan penumpang yang dikenakan sesuai ketentuan peraturan perundangan mengenai iuran wajib asuransi. Dan terakhir, komponen biaya tuslah/tambahan dipengaruhi oleh fluktuasi harga bahan bakar, biaya yang ditanggung oleh perusahaan angkutan udara pada saat hari raya, atau biaya yang dibebankan kepada penumpang yang disebabkan adanya pelayanan tambahan yang diberikan oleh badan usaha angkutan udara.
Kredit Pajak Masukan
Komponen pajak merupakan bagian dari harga tiket pesawat. Pajak yang dimaksud adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), karena jasa angkutan udara dalam negeri termasuk jenis jasa yang dikenai PPN. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 4A ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN/PPnBM) sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Menurut klausul tersebut, jasa angkutan udara tidak termasuk jenis jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN.
Dalam aspek perpajakan, penumpang adalah konsumen akhir yang akan membayar harga tiket ditambah PPN sebesar 11%. Hal ini sesuai dengan asas pengenaan PPN yaitu pajak atas konsumsi. Selanjutnya, perusahaan penerbangan atau maskapai akan menyetorkan PPN yang dipungut dari penumpang tersebut ke kas negara. Pemungutan PPN harus menggunakan faktur pajak sebagai bukti pemungutan yang sah.
Maskapai wajib membuat faktur pajak untuk setiap transaksi atau penyerahan jasa penerbangan yang diberikan kepada penumpang. Ketentuan mengenai faktur pajak diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2022 tentang Faktur Pajak, salah satunya mengenai keterangan dalam faktur pajak yang diatur dalam Pasal 5. Berdasarkan ketentuan tersebut, faktur pajak yang dibuat oleh maskapai wajib mencantumkan nama, alamat, dan NPWP pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) yaitu maskapai. Kemudian, ia wajib memuat identitas pembeli yang juga terdiri dari nama, alamat dan nomor pokok wajib pajak (NPWP). Lalu, faktur pajak wajib memuat jenis barang atau jasa, jumlah harga dan jumlah PPN yang dipungut. Faktur pajak juga wajib memuat kode, nomor seri, tanggal pembuatan faktur pajak, nama dan tandatangan pengurus yang berwenang menandatangani faktur pajak. Lalu, faktur pajak ini harus dibuat melalui aplikasi e-Faktur.
Jika melihat transaksinya, maskapai lebih banyak bertransaksi dengan penumpang dengan karakteristik konsumen akhir. Konsumen akhir artinya penumpang secara langsung menggunakan jasa dan tidak menggunakannya atau tidak berhubungan dengan kegiatan usaha. Maskapai dapat merujuk ketentuan Pasal 25 PER-03/PJ/2022 soal faktur pajak pedagang eceran jika bertransaksi dengan konsumen akhir. Tiket atau receipt yang diterbitkan maskapai kepada penumpang adalah faktur pajak pedagang eceran sepanjang memuat keterangan dalam Pasal 5 PER-03/PJ/2022 namun tidak perlu mencantumkan nama, alamat, dan NPWP penumpang dan tidak perlu dicantumkan nama dan tandatangan. Faktur pajak pedagang eceran juga tidak harus dibuat menggunakan aplikasi e-Faktur, cukup menggunakan sistem maskapai dalam penerbitan tiket atau receipt.
Baca juga:
Tiket Konser Coldplay Kena PPN?
Mengulik Rencana Relaksasi Hak Pengkreditan Pajak Masukan bagi PKP
Pengkreditan Pajak Masukan Setelah Pemeriksaan, Bagaimana?
Tata Cara Pengkreditan Pajak Masukan atas Hasil Pemeriksaan
Bagaimana Cara Pengkreditan Pajak Masukan atas PPN PMSE?
Berbeda halnya jika penumpang merupakan pegawai yang ditugaskan atau melakukan perjalanan dinas dari perusahaan. Apabila perusahaan tersebut merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP), PPN yang dibayarkan dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan faktur pajak. Faktur pajak pedagang eceran berupa tiket atau receipt sesuai Pasal 25 PER-03/PJ/2022 merupakan faktur pajak yang tidak dapat dikreditkan. Lalu bagaimana cara perusahaan agar dapat mengkreditkan PPN yang dibayarkan atas penugasan pegawainya menggunakan pesawat sebagai pajak masukan?
Pertama, terdapat ketentuan lain mengenai faktur pajak yang berhubungan dengan tiket pesawat yaitu Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2021 tentang Dokumen Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak. Salah satu dokumen yang masuk ke dalam jenis dokumen yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak adalah tiket atau receipt yang diterbitkan oleh maskapai sepanjang memuat keterangan:
1. Nama, alamat, NPWP pemberi jasa,
2. Nama, alamat, NPWP pembeli,
3. Jenis Jasa Kena Pajak,
4. Dasar Pengenaan Pajak, dan
5. PPN yang dipungut.
Tiket atau receipt tersebut dapat dikreditkan sebagai faktur pajak masukan.
Kedua, berdasarkan keadaan sebenarnya, dapat dibuktikan bahwa pengeluaran terkait perjalanan udara tersebut memang berkaitan dengan kegiatan usaha. Salah satu syarat utama bagi PKP untuk mengkreditkan pajak masukan adalah hubungan langsung dengan kegiatan usaha. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (8) Undang-Undang PPN yang menyebutkan bahwa Pengkreditan Pajak Masukan tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran terkait Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha.
Tiket pesawat yang diterbitkan oleh maskapai cenderung tergolong faktur pajak pedagang eceran sehingga tidak dapat dikreditkan bagi PKP. Bagi maskapai yang melayani kerjasama dengan perusahaan atau corporate, biasanya akan menerbitkan tiket dengan format dokumen yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak sehingga dapat dikreditkan.
Ketiga atau terakhir, sistem perpajakan kita menerapkan konsep kesadaran yang dimulai dari wajib pajak melalui self assessment. Wajib pajak perusahaan yang berstatus PKP berhak mengkreditkan pajak masukan termasuk tiket pesawat dalam rangka penugasan yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha perusahaan. Apabila PKP mengkreditkan pajak masukan yang tidak memenuhi ketentuan, ada risiko sanksi pajak yang akan dikenakan kepada perusahaan.
PPN dari sektor penerbangan dalam negeri, baik untuk tujuan konsumtif maupun produktif, akan memberikan kontribusi terhadapa penerimaan negara melalui pajak. Pemenuhan kewajiban perpajakan yang baik juga memberikan dampak yang lebih baik dan besar bagi kemakmuran negeri. Pajak yang kuat akan membawa Indonesia semakin sejahtera.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 1255 views