Tata Cara Pengkreditan Pajak Masukan atas Hasil Pemeriksaan

Oleh: Ratri Dwi Susilaningsih, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Pertanyaan yang sering dilontarkan wajib pajak saat dilakukan pemeriksaan adalah, “Kenapa sih saya diperiksa?” Tujuan dari dilakukan pemeriksaan ini adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak. Wajib pajak telah diberikan kepercayaan untuk menghitung/memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang dikenal dengan Sistem self-assessment. Inilah sistem pemungutan pajak di Indonesia yang diterapkan sampai saat ini.
Pengujian kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) Pasal 29 ayat (1) yang berbunyi:
“Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
Setelah dilakukan pemeriksaan sebagai bentuk pengujian kepatuhan kepada wajib pajak akan diterbitkan produk hukum berupa:
1.Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).
2.Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
3.Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).
4.Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).
Atas produk hukum yang sudah diterbitkan ini wajib pajak dapat melakukan dua hal. Pertama, mengajukan upaya hukum apabila tidak menyetujui hasil pemeriksaan atau terdapat sengketa hasil pemeriksaan yaitu berupa permohonan keberatan, permohonan pengurangan sanksi administrasi, permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak (SKP), mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Pajak, hingga permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung sebagai upaya hukum terakhir; Kedua, Wajib Pajak menyetujui seluruh hasil pemeriksaan.
Terkait dengan hasil Pemeriksaan yang sudah terbit SKPKB/SKPKBT yang mana wajib pajak menyetujui seluruh hasil pemeriksaan, sering timbul pertanyaan: “Apakah atas pokok pajak SKPKB bisa dikreditkan?” khususnya terkait SKP Pajak pertambahan Nilai (PPN) atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dengan kode ketetapan pajak berikut ini:
a.) 227 (SKPKB PPN atas Impor);
b.) 327 (SKPKB PPN atas Impor);
c.) 267 (SKPKB PPN atas Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean);
d.) 367 (SKPKBT PPN atas Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean);
e.) 277 (SKPKB PPN atas Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean);
f.) 377 (SKPKBT PPN atas Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean);
g.) 297 (SKPKB PPN atas Tanggung Jawab secara Renteng); dan
h.) 397 (SKPKBT PPN atas Tanggung Jawab secara Renteng).
Pertanyaan ini sering sekali ditanyakan oleh wajib pajak kepada penulis sebagai petugas pajak. Jawabannya, menurut hemat penulis, tentu Bisa dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan perpajakan.
Ketentuan Terkait Pengkreditan pajak masukan atas hasil pemeriksaan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut PMK-18). Menurut Pasal 68 ayat (1) PMK-18, “Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, yang ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak, dapat dikreditkan oleh PKP sebesar jumlah pokok pajak yang tercantum dalam ketetapan pajak.
Ketentuan dan syarat
Dalam pengkreditan pajak masukan ini tentunya ada ketentuan dan syarat yang harus dipenuhi sebagaimana diatur dalam Pasal 68 ayat (1) PMK-18 itu tadi, antara lain :
Pertama, SKPKB diterbitkan hanya untuk menagih pajak masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; Kedua, atas Pajak yang masih harus dibayar dalam SKPKB disetujui seluruhnya oleh PKP; Ketiga, atas pajak yang kurang bayar pada SKPKB telah dilunasi mengunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang dibuktikan dengan adanya Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) yang tercantum dalam Bukti Penerimaan Negara (BPN) ataupun sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP; Keempat, atas SKPKB tersebut PKP tidak mengajukan Upaya Hukum baik berupa permohonan keberatan, permohonan pengurangan sanksi, permohonan pembatalan SKP, permohonan banding maupun permohonan Peninjauan Kembali; dan Kelima, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Sementara itu, sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP ini dapat berupa:
1.) Bukti Penerimaan Negara yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem penerimaan negara secara elektronik;
2) Bukti Pemindahbukuan (PBk); dan
3.) SP2D atau bukti penerimaan negara terkait dengan pembayaran SKPKB melalui Kompensasi Utang pajak saat dilakukan proses pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
Bagaimana Cara Pengkreditannya?
Setelah memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 68 PMK-18, SKPKB yang telah dibayar baik menggunakan SSP maupun sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP tersebut berkedudukan sebagai dokumen yang dipersamakan dengan faktur pajak. Selanjutnya, atas pajak masukannya dapat dilakukan pengkreditkan dalam SPT Masa PPN pada Masa Pajak dilakukannya pelunasan ketetapan pajak atau pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) Masa Pajak setelah berakhirnya Masa Pajak saat pelunasan ketetapan.
Pengkreditan atas SKPKB yang telah dibayar baik menggunakan SSP maupun sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP dilaporkan dalam SPT Masa PPN 1111 pada Formulir 1111 B1. Namun, apabila pelaporan pada Formulir 1111 B1 tersebut belum dapat dilakukan pada aplikasi e-Faktur maka Pajak Masukan dimaksud dilaporkan pada Formulir 1111 B2, dengan cara:
1. Lakukan Perekaman pada Aplikasi e-Faktur pada menu Dokumen Lain – Pajak Masukan
2. pengisian keterangan dalam SPT Masa PPN pada aplikasi e-Faktur dilakukan sebagai berikut:
a. Jenis transaksi menggunakan pilihan “2-Perolehan BKP/JKP dari dalam negeri;
b. Kolom NPWP diisi 00.000.000.0-000.000;
c. Kolom nama lawan transaksi diisi dengan nomor ketetapan pajak;
d. Kolom nomor dokumen diisi dengan 16 (enam belas) digit NTPN apabila disetorkan sendiri, dengan Nomor PBK jika pembayaran dengan menggunakan bukti PBK dan dengan nomor SP2D apabila pembayaran dilakukan melalui kompensasi utang pajak pada saat dilakukan proses pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
e. Kolom tanggal diisi dengan tanggal pembayaran;
f. Kolom Dasar Pengenaan Pajak (DPP) diisi dengan nilai pokok PPN yang kurang dibayar yang tercantum dalam ketetapan pajak dikalikan dengan 100/10 untuk SKPKB atas Masa Pajak sebelum April 2022 atau dikalikan dengan 100/11 untuk SKPKB atas Masa Pajak mulai April 2022;
g. Serta kolom PPN diisi dengan nilai pokok PPN yang kurang dibayar yang tercantum dalam ketetapan pajak.
Dengan adanya aturan terkait pengkreditan pajak masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, yang ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak tentunya untuk mendukung kemudahan berusaha dan juga memberikan kepastian hukum kepada para Wajib pajak Khususnya PKP, namun demikian diharapkan wajib pajak dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan sehingga saat dilakukan pengujian kepatuhan melalui pemeriksaan tidak terdapat sengketa yang dapat diterbitkan produk hukum berupa SKPKB/SKPKBT.
Melaporkan Kewajiban Perpajakan dengan benar, lengkap dan jelas merupakan amanah Undang-Undang. Mari bersama-sama menjadi pahlawan masa kini dengan melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar karena pajak yang kita bayarkan sangat berarti untuk pembangunan negeri kita tercinta dan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 1608 kali dilihat