Junior Priadi

oleh Rahmat Andriansa, pegawai Direktorat Jenderal Pajak.

Sesuai judul diatas, Junior Priadi memang adalah seniorku di Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pria berkacamata dengan rambut lepek yang khas ini sebelumnya adalah Pelaksana Bidang Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung sebelum akhirnya promosi menjadi Account Representative (AR) Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bangka.

Pria yang lebih akrab dipanggil Juno ini sudah cukup lama menjadi pelaksana di kantor itu. Sepak terjangnya di dunia kehumasan tidak perlu diragukan lagi. Hampir sebagian besar tugas kehumasan Junolah yang memegang kendali sebagai pelaksana tugas dari atasannya.

Mengatasi informasi yang simpang siur terkait suatu pemberitaan sudah menjadi hal biasa bagi Juno. Tak heran, Juno banyak dikenal oleh wartawan khususnya kuli tinta di wilayah Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung. Jika terjadi sesuatu berita baik yang mengenakkan maupun sebaliknya, Junolah orang yang pertama kali dihubungi pihak media.

Selain mengurusi bagian informasi untuk media massa, pria asli Cirebon ini juga merupakan admin media sosial (Taxmin) Kanwil DJP Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung. Kak Juno, sapaan akrabku kepadanya, pernah berkata kepadaku, “Kita punya semua akun sosmed, kayaknya cuma Line yang kita tak punya!” Mendengar Kak Juno berkata seperti itu aku cukup kaget, dalam benakku, “Alangkah banyaknya yang harus ia kerjakan dengan akun sebanyak itu.”

Tidak cukup sampai disitu, Juno juga salah satu kontributor aktif situs pajak.go.id. Aku masih ingat saat diundang pada acara Forum P2Humas tahun 2017 di Bali. Saat itu Kak Juno pernah ditantang salah satu editor situs pajak.go.id untuk lebih aktif berkontribusi dalam situs tersebut dan Kak Juno menyanggupinya. Pada  2018 ini, jika aku tidak salah, Kak Juno pernah diundang kembali di forum yang sama, namun kali ini Kak Juno  diundang untuk menerima penghargaan karena keaktifannya berkontribusi untuk situs pajak.go.id. Namun sayang, karena satu dan lain hal ia batal untuk datang.

Pada 14 Oktober 2018, aku sengaja ke kantor dengan alasan pekerjaan. Saat itu aku tidak sengaja bertemu Kak Juno di pintu lift lantai 4. Saat itu dia berkata, “Selamat ya Mat, akhirnya jadi juga Pelaksana P2Humas Kanwil!” Aku membalas ucapan selamat Kak Juno dengan ucapan terima kasih. Percakapan itu tidak berlangsung lama, namun Kak Juno sempat berpesan agar aku tetap menjalankan akun media sosial Kanwil. Kak Juno sempat memberitahuku semua kata sandi akun media sosial yang dimiliki Kanwil.

 

Ikut Penerbangan JT-610

Kak Juno sekarang adalah AR KPP Pratama Bangka. Sekitar sebulan yang lalu surat keputusan mutasi keluar dan memutuskan mempromosikan Kak Juno untuk menjadi AR. Surat keputusan tersebut membuatnya harus sering-sering menggunakan pesawat terbang dengan rute berbeda dari sebelumnya Palembang-Jakarta menjadi Bangka-Jakarta sebagai transportasi utama untuk bertemu keluarga. Maklum saja, ayah dua anak ini memang berdomisili di Cirebon. Kak Juno memang pernah mengatakan akan membawa keluarganya ke Bangka, namun masih menunggu hingga tahun ajaran baru sekolah anaknya.

Hari itu mungkin saja pagi sekali Kak Juno sudah harus terbangun dari tidurnya, sebab Kak Juno harus naik pesawat JT-610 yang berangkat dari Bandara Soekarno Hatta. Jarak antara rumah Kak Juno dengan bandara tersebut sekitar 239 kilometer yang dapat ditempuh sekitar 3,5 jam perjalanan mobil. Pagi itu juga banyak pegawai Kementerian Keuangan lainnya yang berdomisili di Jabodetabek pergi kembali ke Pangkalpinang. Kami sebagai Kementerian Keuangan, khususnya Direktorat Jenderal Pajak, memang harus bersiap dengan kondisi tersebut, kami harus bersedia ditempatkan di mana saja di Indonesia. Banyak dari para pahlawan APBN ini harus merelakan kebahagiaan untuk bisa bertemu dan berkumpul setiap hari dengan keluarga demi tugas negara mengumpulkan sumber penerimaan terbesar negeri ini.

Tentu saja tidak ada kekhawatiran menaiki Pesawat Boeing 737 Max8 yang baru berusia 2 bulan keluar dari pabrik. Interiornya masih sangat bagus, bahkan bau pabrik pun masih ada. Kak Juno duduk di kursi 4E. Kak Juno sempat melihat Whatsapps pada pukul 05.56 WIB, mungkin ia sudah dalam pesawat sebelum akhinya penggunaan ponsel dilarang sesaat sebelum pesawat berangkat.

Pria 32 tahun ini sengaja memilih penerbangan pukul 06.10 WIB karena akan tiba di Pangkalpinang pada pukul 07.20 WIB. Karena jam masuk kantor pukul 08.00 WIB, dengan menggunakan pesawat tersebut ia tidak terlambat masuk kantor. Namun takdir berkata lain, JT-610 tidak pernah sampai ke tujuannya. Pesawat yang membawa suami dari Rindi Septi Coriah Nurwulan ini dikabarkan jatuh di perairan Tanjung Karawang.


Isteri yang tegar

Sontak setelah mendengar kabar jatuhnya pesawat Lion Air JT-610, kami berusaha mencari kepastian mengenai kebenaran kejadian itu. Kabar nahas itu mulai tersiar sekitar pukul 08.30 WIB di hari yang sama. Ada banyak kabar yang berkembang saat itu. Ada yang mengatakan info tersebut hoaks dan ada yang mengatakan pesawat telah mendarat di Pangkalpinang.

Sekitar dua jam kemudian baru mendapatkan informasi valid dari Basarnas yang menyatakan bahwa kabar tersebut benar. Beredar juga manifes penumpang Lion Air JT-610. Beberapa rekan di Bidang P2Humas Kanwil DJP Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung menangis mendengar berita tersebut. "Kami baru bertemu Juno dua minggu yang lalu di Bandara Depati Amir. Saat itu Juno mentraktir Kopi Tung Tau," ucap Mbak Nova yang memang sudah lama bekerja satu bidang bersama Kak Juno.

Ada sebuah informasi yang beredar mengatakan Kak Juno pulang ke Cirebon untuk menjemput anak dan istrinya. Kami berusaha mengonfirmasi. Kami mencoba melihat akun Instagram Kak Juno. Di sana ada postingan Kak Juno bersama isterinya. Setelah melihat postingan tersebut, kami mencoba mencari nama istri Kak Juno yang sudah tertera di Instagram.

Beberapa kali kami mencoba mencari, ternyata nama tersebut tidak ada dalam daftar manifes. Masih penasaran, kami mencari nomor anggota keluarga Kak Juno ke Bagian Umum Kanwil. Setelah mendapatkan alamat dan nomor telepon keluarga terdekat, kami memberanikan diri untuk menghubungi istri Kak Juno. "Tuut...tuutt..!" Suara dering telepon yang sengaja kami keraskan volumenya. Kami mulai sedikit ada lega mendengar nomor telepon tersebut aktif.  

"Halo," suara perempuan dari ujung telepon. Suaranya terdengar biasa saja. Tidak ada isak tangis.

"Iya. Halo Bu. Benar ini dengan Ibu Rindi? Saya Nelson Bu dari P2Humas Kanwil Sumselbabel," kata Pak Nelson, atasanku.

"Benar, Pak. Bagaimana, Pak?" jawab Ibu Rindi.

"Maaf, Bu. Apa Ibu sudah dapat kabar?"

"Sudah Pak. Bagaimana, Pak? Apakah ada informasi?" intonasi bicara Bu Rindi masih biasa. Sesekali terdengar suara anak kecil tertawa, seperti sedang bermain di dekat Bu Rindi. Kak Juno memang memiliki satu orang putra dan satu orang putri. 

"Kami juga masih mencari informasi Bu. Juno tadi pagi ikut naik Lion 610 ya, Bu?" tanya Pak Nelson.

"Benar, Pak. Semoga saja tidak terjadi apa-apa ya, Pak," jawab Bu Rindi yang menjawab pertanyaan kami dengan ramah.

"Iya, Bu. Yang sabar ya, Bu! Kita berharap kabar terbaik saja. Semoga tidak terjadi apa-apa dengan Juno," pungkas Pak Nelson.

"Terima kasih, Pak. Amin," jawaban akhir Bu Rindi sebelum sambungan telepon terputus.

Terus terang aku salut dengan ketegaran Bu Rindi. Jika saja aku yang menjadi Bu Rindi, aku sudah tidak tahu lagi harus bagaimana. Jangankan untuk mengangkat telepon dan bersikap ramah, mungkin aku hanya bisa menangis mendengar kabar pesawat yang dinaiki suami tercinta hilang kontak dan dikabarkan jatuh.

Sehari berlalu, tepatnya hari ini, Selasa, 30 Oktober 2018, saat tulisan ini dibuat. Kami masih berharap ada keajaiban yang bisa menyelamatkan rekan kami, Kak Juno, dalam kecelakaan JT-610 di Tanjung Kawarang. [RA][Rz].