Pajak, Bila Kau Tak di Sampingku

Oleh: Dinni Syalsabila Safira, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Bukan maksud untuk melukaimu
Aku hanyalah orang
Yang penuh rasa cemburu
Bila kau tak di sampingku
Siapa yang tidak mengenal lagu legendaris “Bila Kau Tak di Sampingku” yang dipopulerkan oleh Sheila On 7? Sejak pertama kali dirilis pada tahun 2000, lagu ini masih kerap terdengar di berbagai tempat — mulai dari kafe, radio, hingga menjadi bagian dari daftar putar nostalgia generasi 90-an dan awal 2000-an. Liriknya yang sederhana namun sarat makna tentang kehilangan sosok tercinta, berhasil menyentuh hati banyak pendengarnya.
Namun, pernahkah kita membayangkan bahwa perasaan dalam lagu tersebut dapat diibaratkan dengan hubungan kita terhadap pajak? Ya, pajak — sesuatu yang kerap dianggap rumit, memberatkan, atau bahkan dihindari. Padahal, jika dicermati lebih dalam, posisi pajak bagi sebuah negara sangatlah vital. Tak ubahnya seperti sosok berharga dalam kehidupan seseorang yang baru benar-benar terasa penting saat keberadaannya hilang. Baru benar-benar terasa pentingnya saat dia “tak di sampingmu”.
Mari kita telaah secara perlahan.
Tanpa Pajak, Negara Bisa Resah
Dalam lagu tersebut, Duta — vokalis Sheila On 7 — menyampaikan keresahan hati akibat kehilangan seseorang yang dicintai. Dalam konteks bernegara, perasaan itu dapat diibaratkan dengan kondisi ketika negara kehilangan penerimaan pajak. Mengapa demikian? Karena pajak merupakan salah satu sumber utama pendapatan negara.
Bayangkan sejenak, tanpa penerimaan pajak, negara tidak akan memiliki cukup dana untuk membiayai berbagai program kesejahteraan rakyat. Mulai dari pembangunan infrastruktur, penyediaan layanan kesehatan, pendidikan, fasilitas umum, hingga subsidi kebutuhan pokok. Semuanya membutuhkan pendanaan yang sebagian besar berasal dari pajak.
Tanpa pajak, pelayanan publik akan terganggu. Jalan-jalan yang kita lalui mungkin tidak terawat, fasilitas kesehatan terbatas, sekolah kekurangan sarana, dan subsidi kebutuhan dasar masyarakat bisa saja dicabut. Situasi ini tentu akan menimbulkan keresahan, baik bagi pemerintah maupun masyarakat.
Kadang Terlupa, Namun Dampaknya Nyata
Memang, dalam aktivitas sehari-hari, masyarakat dapat hidup tanpa secara langsung memikirkan pajak. Kita dapat berbelanja, menikmati layanan transportasi, ataupun menonton konser tanpa menyadari bahwa di balik harga yang dibayarkan, terdapat komponen pajak di dalamnya.
Walaupun kerap tidak terlihat secara langsung, hasil dari pajak dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari jalan yang kita lewati setiap hari, lampu jalan yang menyinari perjalanan kita di malam hari, petugas pemadam kebakaran yang sigap saat ada kebakaran, hingga taman kota tempat kita olahraga atau piknik di akhir pekan — semuanya dibiayai dari pajak.
Negara mungkin masih dapat bertahan tanpa pajak dalam waktu singkat, tetapi tidak akan mampu bertahan dalam jangka panjang tanpa penerimaan tersebut. Ketika sumber utama pendanaan ini menghilang, efek domino pun akan terjadi. Mulai dari terhambatnya layanan publik, tertundanya pembangunan, hingga potensi ancaman krisis keuangan negara. Dan pada akhirnya, masyarakatlah yang akan merasakan dampak paling besar.
Kesadaran Pajak sebagai Bentuk Cinta pada Negeri
Sering kali, pajak dipandang sekadar sebagai kewajiban yang menguras dompet. Padahal, jika kita sedikit mengubah sudut pandang, membayar pajak sebenarnya merupakan wujud kepedulian dan cinta terhadap negara. Setiap individu yang membayar pajak berarti ikut serta dalam upaya memajukan bangsa. Hasilnya pun kembali kepada masyarakat dalam berbagai bentuk, antara lain:
Pajak dari restoran tempat kita makan bisa membantu perbaikan jalan di kampung halaman.
Pajak kendaraan bermotor yang kita bayar ikut berkontribusi untuk subsidi pendidikan anak-anak di seluruh Indonesia melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah setempat.
Pajak penghasilan yang kita setor setiap bulan bisa menjadi dana untuk layanan kesehatan, pengadaan fasilitas umum, dan pembangunan jembatan di pelosok daerah.
Semua itu merupakan hasil kontribusi bersama seluruh masyarakat. Dengan demikian, saat membayar pajak, secara tidak langsung kita telah menunjukkan rasa cinta dan kepedulian terhadap negeri.
Ketika Pajak Tak di Samping Negara
Sekarang coba kita bayangkan skenario terburuknya. Misal, kalau sebagian besar masyarakat mulai enggan membayar pajak. Mulai dari pengusaha besar yang ngemplang, pekerja yang ngumpet, sampai perusahaan besar yang cari-cari celah. Akibatnya apa? Pemasukan negara akan terganggu dan efek domino pun akan terjadi:
- Pembangunan infrastruktur terhambat;
- Anggaran pendidikan dan kesehatan terganggu;
- Layanan publik terbengkalai;
- Subsidi dicabut satu per satu;
- Lapangan pekerjaan semakin sempit;
- Dan akhirnya, masyarakat yang akan merasakan langsung akibatnya.
Negara bisa saja seperti orang yang kehilangan sosok tercintanya. Resah, gelisah, dan kehilangan pijakan.
Pajak itu Soal Kebersamaan
Sebagaimana lagu “Bila Kau Tak di Sampingku” yang universal dan bisa dirasakan siapa saja, pajak pun memiliki nilai kebersamaan. Pajak bukan hanya kewajiban bagi kelompok tertentu saja, melainkan tanggung jawab bersama sesuai kemampuan masing-masing.
Indonesia menganut sistem pajak progresif, di mana semakin besar penghasilan, semakin besar pula kontribusi pajak yang harus dibayarkan. Sebaliknya, bagi masyarakat berpenghasilan rendah, tarif pajak lebih ringan, bahkan dalam beberapa kasus dibebaskan. Prinsip ini mencerminkan nilai keadilan dan kebersamaan, bahwa kemajuan bangsa dapat dicapai jika seluruh elemen masyarakat bersedia berkontribusi.
Jangan Sampai Kehilangan
Kalau kamu termasuk penggemar lagu-lagu Sheila On 7, pasti tahu betapa dalamnya makna tiap lirik lagu mereka. Lagu-lagunya sering membahas tentang perasaan manusia, kehilangan, dan harapan. Nah, kalau lagu ini bisa membuat kita teringat tentang pentingnya orang terkasih, semoga tulisan ini juga bisa membuat kita sadar betapa pentingnya pajak dalam kehidupan bernegara.
Oleh sebab itu, mari kita tingkatkan kesadaran pajak. Bayarlah pajak tepat waktu, laporkan kewajiban sesuai ketentuan, dan jadikan kepatuhan pajak sebagai bentuk cinta kita kepada tanah air. Dengan demikian, Indonesia akan menjadi negara yang lebih kuat, sejahtera, dan mampu mewujudkan cita-cita bersama. Bayangkan betapa indahnya kalau semua orang punya kesadaran itu. Bisa jadi, kita akan lebih tenang, lebih nyaman, dan lebih bangga jadi bagian dari bangsa ini.
Jadi, mulai sekarang — yuk, jangan anggap pajak cuma kewajiban. Tapi anggaplah itu bentuk cinta kita untuk negeri tercinta.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 13 kali dilihat