
Melalui sesi Live on Instagram KPP Madya Semarang (LOMPYA), Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Semarang edukasi wajib pajak secara daring (Selasa, 30/05). Kegiatan edukasi menghadirkan dua narasumber yaitu Delima Manalu dan Rendy Brian Pratama yang merupakan Penyuluh Pajak KPP Madya Semarang.
Selama kurang lebih satu jam LOMPYA membahas tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penyerahan Agunan yang Diambil Alih (AYDA) oleh kreditur kepada pembeli agunan. Materi tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 41 Tahun 2023 yang telah diberlakukan pada 1 Mei 2023.
Aturan mengenai penyerahan AYDA oleh kreditur kepada pembeli agunan termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang dikenai PPN yang diatur dalam Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2022 tentang Penerapan terhadap PPN dan PPnBM yang juga mengamanahkan pengaturan lebih lanjut dalam peraturan menteri keuangan (PMK) mengenai tata cara pemungutan PPN-nya.
Maraknya peristiwa gagal bayar yang terjadi atas kegiatan utang piutang dapat menimbulkan sengketa atas agunan. Saat peminjam tidak sanggup memenuhi kewajiban kepada kreditur, maka kreditur berhak mencairkan piutang gagal bayar dengan menjual agunan.
“Pinjol (red-pinjaman online) tidak ada agunan, KPR/pembelian rumah, atau pinjaman usaha biasanya ada agunan, dan terkadang menimbulkan sengketa. Kami akan membahas dari sisi PPN-nya apabila terjadi kegiatan penyerahan atau jual beli terhadap agunan tersebut ”, jelas Delima.
Berlaku sejak 1 Mei 2023, penyuluh KPP Madya Semarang menghimbau pengusaha terkait atau kreditur untuk segera mengajukan status sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) agar dapat memungut PPN. “Untuk kreditur yang berstatus belum PKP mulai sekarang harus segera mengajukan status PKP dan mulai melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) masa PPN per 31 Mei 2023”, jelas Rendy.
Adapun pokok pengaturan dalam PMK Nomor 41/2023 tersebut di antaranya terkait besaran tertentu PPN, saat terutang, tata cara pemungutan, penyetoran, pelaporan, serta terkait pengkreditan pajak masukannya.
“Jumlah PPN yang dipungut dihitung dengan menggunakan besaran tertentu sebesar 10 persen dari tarif PPN (1,1 persen) dikali harga jual agunan. Oleh karenanya, lembaga keuangan tidak dapat mengkreditkan Pajak Masukan atas pengenaan PPN ini. Untuk saat terutangnya adalah pada saat pembayaran diterima oleh lembaga keuangan sehingga hal itu tidak akan membebani cash flow lembaga keuangan tersebut,” ringkas Rendy di penghujung kegiatan edukasi pada akun instagram @pajakmadyasmg.
Pewarta: Hana Maurinawati |
Kontributor Foto: Aprilia Indah |
Editor: Dyah Sri Rejeki |
- 539 kali dilihat