Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Purwokerto menjadi narasumber dalam kegiatan sosialisasi pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) dan ketentuan PPh Pasal 21 terbaru bagi para dokter di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyumas, Kabupaten Banyumas (Rabu, 7/2).
Kegiatan yang dimulai pada pukul 07.00 WIB sebelum para dokter melaksanakan pelayanan ini dihadiri oleh Wakil Direktur (Wadir) Bagian Umum RSUD Banyumas Slamet Setiadi, Sp.Kep., Ns., M.M., Ketua Komite Medis dr. Dian Isworo, Sp.M, para staf Subbagian Keuangan, dan diikuti oleh kurang lebih empat puluh dokter.
“Semoga adanya kegiatan sosialisasi ini dapat memberikan pencerahan kepada para dokter terkait dengan PPh Pasal 21 atas penghasilannya dari RSUD Banyumas sesuai dengan ketentuan terbaru dan laporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dokter,” harap dr. Dian Isworo saat membuka acara mengawali kegiatan.
Penyuluh Pajak Dodi Eko Suwito menyampaikan materi terkait tata cara penghitungan PPh 21 atas penghasilan dokter serta ketentuan penghitungan baru yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023. “Penghasilan dokter dari RSUD terdiri dari penghasilan sebagai pegawai dalam hubungan kerja (pegawai tetap) dan penghasilan jasa penelitian (tenaga ahli),” terang Dodi.
Lebih lanjut, Dodi menjelaskan bahwa atas penghasilan sebagai pegawai tetap dikenakan PPh 21 dengan mekanisme Tarif Efektif Rata-Rata (TER) untuk masa pajak Januari hingga masa pajak sebelum masa pajak terakhir (November), dan untuk masa Desember dihitung dengan mengurangkan PPh terutang setahun dikurangi PPh 21 TER bulan Januari hingga November. Sedangkan atas penghasilan jasa penelitian, dipotong dengan cara mengalikan penghasilan bruto sebulan dikalikan 50% dikali tarif Pasal 17 UU PPh.
“Untuk perbedaan dengan sebelumnya, PPh dari jasa penelitian tidak dihitung berdasarkan akumulasi dari bulan-bulan sebelumnya, sehingga menyebabkan PPh 21 terutang bulanan dari jasa penelitian menjadi lebih kecil dan bagi dokter di SPT Tahunannya bisa menjadi lebih besar kurang bayarnya,” jelas Dodi.
Pada sesi tanya jawab, salah satu peserta, dr. Dian, menyampaikan pertanyaan tentang penghasilan bruto yang menjadi dasar perhitungan jasa penelitian dokter yang harus di-gross up dulu sebesar 80 persen padahal yang diterima dokter memang tidak 100 persen. “Lalu, mengapa tidak dari penghasilan yang sungguh-sungguh diterima dokter?” tanyanya.
Menanggapi pertanyaan dr. Dian, Account Representative Rinata Ade Permana menyampaikan bahwa di PMK-168 dijelaskan bahwa yang dimaksud penghasilan bruto dokter adalah penghasilan yang diterima dari pasien sebelum dikurangi biaya-biaya. “Ketentuan mengenai pengenaan 50% dikali tarif pasal 17 merupakan hasil dari kesepakatan IDI, RS BLU, dan DJP yang memperkecil pengenaan pajak dibandingkan dengan pengenaan sebelumnya. Gross up 80% sudah berdasarkan riset dan penelitian untuk menyamaratakan di seluruh RSU BLUD,” terang Ade.
Sementara itu, di kesempatan yang sama, Kepala Seksi Pelayanan KPP Pratama Purwokerto Martono menambahkan, “Jika ada ketidaksesuaian dengan kondisi nyata, dapat disampaikan dengan surat resmi ke DJP, bisa melalui RSUD atau IDI, sehingga dapat menjadi masukan bagi DJP.”
Pewarta: Meirna D, Dodi Eko S. |
Kontributor Foto: Dodi Eko Suwito |
Editor: Waruno Suryohadi |
*)Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 255 kali dilihat