Oleh: Muhammad Mustakim, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

"Bukan spesies terkuat yang bertahan hidup, juga bukan yang paling cerdas, tetapi yang paling responsif terhadap perubahan." - Charles Darwin

Siapa yang tidak mengenal Charles Darwin? seorang naturalis dan ahli geologi Inggris yang sangat dikenal untuk kontribusinya terhadap biologi evolusioner. Dia mengemukakan bahwa semua spesies berasal dari nenek moyang bersama dan berkembang dari waktu ke waktu. Di dalam bukunya "On the Origin of Species" yang diterbitkan tahun 1859, ilmuwan ini mengemukakan dan meyakinkan pembaca kalau semua organisme di bumi mengalami evolusi dan seleksi alam bertanggung jawab atas perubahan dan proses adaptasi bagi para spesies. Saat ini teori tersebut diterima secara luas dan dianggap sebagai konsep fundamental dalam ilmu pengetahuan.

Waktu terus berlalu dan teori ini juga semakin berkembang terutama karena perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi dan informasi yang semakin masif. Saat ini konsep evolusi dan seleksi alam bukan hanya merujuk kepada spesies atau mahluk hidup, namun sudah berkembang ke banyak aspek termasuk dalam perkembangan organisasi. Teori "survival of the fittest" menjadi rujukan utama banyak organisasi untuk menjawab tantangan adaptasi seleksi alam yang semakin intens. Karena itu, organisasi tersebut berlomba untuk menemukan keunggulan kompetitif yang akan menjadikan mereka organisasi yang mampu menjawab tantangan perkembangan dan perubahan zaman yang memenuhi ekspektasi para pemangku kepentingan. Kegagalan dalam menjawab tantangan tersebut dapat menyebabkan kemunduran bahkan kehancuran organisasi.

Pengalaman beberapa organisasi dalam melakukan evolusi (bahkan revolusi) dan adaptasi "seleksi alam" dapat menjadi catatan penting. Sebagai contoh, pada awal tahun 2000-an merek Nokia dan Blackberry demikian terkenal dan berkibar. Saat itu mayoritas telepon genggam yang beredar dan menjadi kebanggaan bagi pemakainya adalah dari kedua jenama tersebut. Desain yang menarik dan revolusioner, teknologi yang inovatif, serta material yang kuat dan tahan banting menjadi faktor utama keduanya menjadi primadona pada saat itu. Kondisi ini membuat manajemen perusahaan jumawa dan terlena akan kesuksesan yang sudah diraih. Mereka kurang merespons atas munculnya para pesaing (misal Apple dan Samsung) dan menganggap apapun yang ditawarkan oleh para pesaing tidak dapat menggoyahkan dominasi mereka. Akibatnya beberapa hal yang menjadi celah berhasil dimanfaatkan para pesaing dan merontokkan dominasi Nokia dan Blackberry. Di antaranya respons terhadap perkembangan pasar yang lambat, sistem operasi yang terbatas dan tidak diperbaharui, serta manajemen dan kepemimpinan yang bermasalah.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai salah satu instansi pemerintah dan menganut prinsip organisasi yang agile, telah dan terus berkembang dalam menjawab tantangan perubahan zaman. Sejak beberapa tahun belakangan DJP terus menyiapkan proyek revolusioner yang diberi nama Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP), atau Core Tax Administration System (CTAS). Proyek ini menekankan kepada tiga konsep yaitu migrasi ekosistem manual menjadi digital, pembangunan ekosistem yang kolaboratif dan terbuka, dan automasi sistem di DJP. Implementasi hasil dari proyek ini direncanakan akan dilaksanakan pada pertengahan tahun 2024.

Sebagai persiapan dalam menyongsong implementasi SIAP, serangkaian kegiatan terus dilakukan. Di antaranya berupa pelatihan intensif kepada para pegawai dan pembentukan jaringan perubahan reformasi perpajakan. Hal ini dilakukan karena DJP menyadari bahwa penggerak utama organisasi adalah pada sumber daya manusianya. Prinsip bahwa suatu sistem atau aplikasi super yang tidak didukung oleh sumber daya manusia yang andal akan memberi hasil yang tidak maksimal, menjadikan DJP terus berupaya agar para pegawainya siap untuk menyongsong era baru yang sudah di depan mata.

Sebagai pegawai DJP, tentu kita mempersiapkan diri dengan baik untuk menyukseskan era baru yang sudah dicanangkan oleh para pimpinan. Dengan keyakinan bahwa suatu perubahan besar dan dalam lingkup yang luas harus dimulai dari diri sendiri, maka hendaknya kita terus berupaya untuk mendukung implementasi SIAP. Mengetahui latar belakang proyek SIAP, mempelajari modul-modul pelatihan yang telah diberikan, mengetahui dan mampu mengoperasikan sistem baru, dan mampu menjelaskan tentang SIAP kepada pihak eksternal adalah beberapa sumbangsih yang dapat kita lakukan. Belajar dari kegagalan beberapa organisasi yang telah dijelaskan sebelumnya, kita tentu tidak ingin proyek SIAP gagal hanya karena para pegawai yang kurang responsif atau resisten terhadap perubahan.

Sebagaimana kata bijak bahwa perubahan adalah sebuah keniscayaan, maka dukungan penuh para pegawai DJP dalam menyokong implementasi SIAP semestinya juga adalah sebuah keniscayaan. SIAP adalah respons DJP atas proses adaptasi. SIAP juga merupakan upaya menemukan keunggulan kompetitif namun tanpa menafikan proses perbaikan berkelanjutan (continuous improvement). Dengan dukungan seluruh pegawai DJP, diharapkan implementasi SIAP dapat membantu DJP menjadi organisasi unggul yang selaras dengan visi-misi dan target yang telah ditetapkan.

Karena itu, kita sebagai individu pegawai DJP, hendaknya dengan lantang mendeklarasikan bahwa saya SIAP! (Saya Ini Agen Perubahan)!

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.