Senyum Penghapus Marah
Oleh: Mochammad Bayu Tjahono, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Liburan Sabtu dan Minggu akhir Februari 2018 sudah saya rencanakan. Jumat, 23 Februari 2018 sepulang kantor saya bergegas menuju Stasiun Gambir. Waktu keberangkatan kereta memang masih jam 21.15 WIB namun saya berniat untuk tiba di stasiun lebih awal. Ketika sampai di stasiun, saya langsung menuju masjid untuk menunaikan sholat Maghrib berjamaah, masjid yang biasanya sepi mendadak penuh.
Setelah sholat kaki kembali melangkah ke stasiun besar Gambir. Waktu masih menunjukkan pukul 18.45 WIB. Untuk mencapai ruang tunggu, saya harus menaiki eskalator ke lantai 2. Saya menunggu sambil mendengar musik Koes Plus yang dinyanyikan oleh Star Plus. Sambil berdendang saya ikut menari mengiringi lagu Bujangan. Tak terasa beberapa lagu sudah terlewati dan waktu menunjukkan pukul 20.10 WIB, terdengar pengumuman bahwa kereta yang akan kami naiki masih berada di Stasiun Cirebon dan diperkirakan baru akan berangkat pukul 00.45 WIB. "Waduh sudah ganti hari?" kata saya dalam hati. Saya berniat turun untuk membatalkan tiket dan ternyata antrean mengular, banyak juga yang berniat sama seperti saya.
Niat menukarkan tiket atau membatalkan tiket tidak jadi saya lakukan. Selain antrean yang panjang, prosedur uang kembali ternyata juga lama dan tidak jelas. Akhirnya saya kembali naik ke lantai 2 dan duduk. Pukul 23.00 WIB diumumkan bahwa kereta yang akan saya naiki sudah datang dari Jogja namun masih perlu isi bahan bakar dan dibersikan. Baru pukul dua dini hari kereta berangkat. Saya masuk gerbong kereta dengan disambut senyum pramugari, kemudian saya mencari kursi tempat saya duduk dan seketika tertidur pulas.
Pagi hari, saya terbangun dan kereta ternyata berhenti di Stasiun Bandung. Saya bertanya ke pramugari. "Kenapa ke Stasiun Bandung? Kan saya mau ke Jogja?" tanya saya.
“Kereta tidak bisa lewat Ciledug karena banjir, Pak. Kemarin kami harus menggunakan bus dari Purwokerto ke Cirebon," jelasnya dengan ramah dan tetap tersenyum. “Bapak mau minum teh hangat?" tawarnya. "Boleh, tanpa gula ya," pinta saya. Tak berapa lama pramugari datang sambil membawa teh hangat. “Ini Pak, teh nya,“ katanya sambil menyodorkan segelas teh hangat dengan senyum terus mengembang. Hilang sudah rasa marah dan kesal yang ada di hati, melihat senyum dan penjelesan pramugari tadi. Saya tersadar, jalan yang memutar dipilih dengan pertimbangan keselamatan penumpang dan pramugari tersebut bertugas mulai kemarin pagi. Sungguh luar biasa. Dan tetiba saya jadi teringat jika sebentar lagi adalah bulan Maret.
Bagi sebagian besar pegawai pajak bulan Maret adalah momok. Pekerjaan yang menumpuk, kerja lembur, dan mendengar omelan wajib pajak yang masih antre dalam menyampaikan SPT Tahunan terbayang dibenak mereka semua. Beberapa fasilitas sudah disiapkan mulai dari pelaporan menggunakan e-Filing, sosialisasi pelaporan dengan e-Filing, pembukaan pojok pajak, dan mal pelayanan pubik. Semua bertujuan untuk memudahkan wajib pajak dalam melaporkan kewajibannya.
Meski sudah menyiapkan semua usaha agar wajib pajak tidak melaporkan SPT secara manual dan di akhir bulan Maret, namun tetap saja kejadian pelaporan diakhir Maret terus berulang. Dan apabila wajib pajak menunggu lama biasanya akan terlontar kalimat "Ini mau lapor pajak aja susah, gimana sih...," demikian perkataan yang sering keluar. "Coba pakai e-Filing Pak, tidak perlu menunggu,” jelas salah satu pegawai pajak. Penuhnya tempat pelayanan pada saat pelaksanaan SPT Tahunan menjadi alasan mereka dalam menyampaikan keluhan.
"Pak, kami sudah lama antri, kok lambat banget melayaninya?" keluh sebagian besar mereka. “Ya Pak, saya juga dari pagi melayani, belum sempat istirahat," jelas pegawai pajak untuk sekadar menenangkan. Sebagian dari pegawai pajak kadang lupa tersenyum dalam memberi penjelasan, mungkin karena mereka lelah. Kisah pramugari kereta di atas seakan menjadi inspirasi bahwa dalam memberikan penjelasan kepada orang lain senyum tetap harus menjadi hal utama. Sama seperti halnya musim pelaporan SPT saat ini. Dalam menghadapi wajib pajak, sebagai pegawai pajak seyogianya harus senantiasa tetap tersenyum dalam kondisi apapun. Karena senyum adalah ibadah. Karena senyum adalah penghapus amarah.(*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi di mana penulis bekerja.
- 177 kali dilihat