Oleh: Ricky Winanto, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Menteri Keuangan dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat merencanakan penerapan alternative minimum tax (AMT) untuk mengoptimalkan penerimaan pajak atas korporasi (Senin, 31/5). Hal ini menimbulkan kritik, salah satunya dari seorang pembawa pengaruh di media sosial. Dalam akun pribadi miliknya, sosok tersebut mempertanyakan alasan perusahaan rugi tetap harus membayar Pajak Penghasilan sedangkan perusahaan harus menanggung biaya gaji karyawan dan biaya tidak langsung sehingga mengalami kerugian. Berikut penjelasan mengenai alternative minimum tax (AMT).

 

Pengertian alternative minimum tax (AMT)

Merujuk bahan paparan Menteri Keuangan dalam rapat dengar pendapat dengan Badan Anggaran DPR yang tercantum dalam Naskah Rancangan Perubahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2000 tentang Cipta Kerja, definisi AMT yang selanjutnya disebut pajak minimum adalah besarnya penghasilan dan pengurangan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak bagi pembayar pajak tertentu yang mengalami kerugian berturut-turut dalam jangka waktu tertentu.

 

Latar belakang penerapan AMT

Beberapa negara telah mengimplementasikan kebijakan AMT antara lain Amerika Serikat, Kanada, Korea, sampai negara berkembang seperti India dan Tanzania. Hal yang mendasari rencana penerapan kebijakan AMT di Indonesia yang pertama adalah tantangan yang dihadapi pemerintah terkait pembayaran pajak perusahaan yang rendah atau bahkan nihil akibat fasilitas tax holiday atau tax allowance.

Kedua, perusahaan multinasional yang memiliki keunggulan kompetitif memiliki peluang untuk mengalihkan keuntungan ke negara-negara dengan tarif pajak perusahaan yang lebih rendah atau bebas pajak melalui skema penghindaran pajak melalui transaksi afiliasi, rekayasa keuangan, dan restrukturisasi perusahaan.

Ketiga, negara berkembang berlomba untuk menarik investor dengan memberikan fasilitas pengurangan atau pembebasan Pajak Penghasilan. Keempat, Tantangan bagi pemerintah bagaimana menerapkan skema pengenaan pajak yang menarik investor tetapi tetap mengedepankan keunggulan kompetitif.

Apabila dibandingkan dengan berbagai ketentuan yang diatur dalam sistem antipenghindaran pajak yang membutuhkan pemeriksaan dokumen transaksi untuk menguji kewajaran penghitungan Pajak Penghasilan, konsep penerapan AMT jauh lebih sederhana karena setidaknya menjamin perusahaan memberikan kontribusi pembayaran pajak meskipun dalam kondisi rugi. Selama beroperasi di Indonesia, perusahaan menikmati fasilitas umum yang disediakan oleh pemerintah yang sumber dananya berasal dari pembayar pajak.

 

Pengenaan Pajak Penghasilan di Indonesia

Definisi penghasilan berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, baik yang berasal dari Indonesia, maupun dari luar Indonesia, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Tarif dan tata cara penghitungan Pajak Penghasilan secara umum diatur dalam Pasal 16 dan Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pemerintah memiliki wewenang mengatur secara khusus tarif dan mekanisme pengenaan pajak sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 15 dengan pertimbangan kesederhanaan dalam pemungutan pajak, pengurangan beban administrasi, pemerataan pengenaan pajak dan memperhatikan perkembangan ekonomi. Sebagai contoh perusahaan yang memiliki peredaran usaha termasuk kategori UMKM, perusahaan pelayaran, perusahaan penerbangan, dan perusahaan jasa konstruksi.

 

Besaran tarif dan kriteria pengenaan AMT

Besaran tarif AMT dikenakan sebesar satu persen dari dasar pengenaan pajak berupa penghasilan bruto yang diterima dari kegiatan usaha maupun bukan dari kegiatan usaha. Pajak dikenakan apabila persentase Pajak Penghasilan wajib pajak perusahaan yang terutang dibandingkan dengan peredaran bruto nilainya kurang dari satu persen.

Apabila terdapat penghasilan lain yang telah dikenakan Pajak Penghasilan final berdasarkan ketentuan perpajakan dan atau bukan objek pajak, tidak termasuk yang dihitung sebagai dasar pengenaan pajak yang dikenakan AMT. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari pengenaan pajak berganda.

Apabila wajib pajak dilakukan pemeriksaan yang mengakibatkan pajak yang seharusnya dibayar lebih besar dari pajak minimum, AMT yang telah dibayar dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak. Sebagai catatan, penerapan AMT di berbagai negara tidak selalu mengacu pada nilai peredaran bruto. Indikator lain seperti nilai total aset, aset bersih, maupun perhitungan basis pajak berbasis penyesuaian pengurang penghasilan dapat dijadikan komponen dasar pengenaan pajak.

Untuk memberikan asas keadilan bagi perusahaan tertentu yang memiliki aturan pencatatan sistem keuangan dan jenis usaha khusus seperti perusahaan asuransi, perusahaan jasa keuangan atau koperasi, pemerintah melalui Menteri Keuangan berwenang memberikan pengecualian pengenaan AMT. Sedangkan ketentuan terkait besaran tarif dan dasar pengenaan pajak dapat diubah dengan peraturan pemerintah mengikuti alur perkembangan kebijakan perpajakan.

Besaran tarif dan kriteria pengenaan tersebut merupakan konsep yang dapat berubah seiring dengan pembahasan dengan Komisi XI DPR.

 

AMT sebagai upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak

Regulasi yang dibuat pemerintah sudah memiliki landasan hukum, walaupun AMT merupakan sesuatu yang baru diterapkan namun tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Di sisi lain asas keadilan juga menjadi perhatian karena selama ini banyak perusahaan multinasional yang telah beroperasi di Indonesia selalu mengalami kerugian dan tentu menjadi pertanyaan bagi kita semua bagaimana perusahaan tersebut tetap dapat menjalankan usaha dan pemegang saham tidak khawatir investasi yang ditanamkan akan tergerus sehingga tidak mendapatkan dividen.

Pajak yang disetorkan umumnya berasal dari pemotongan dan pemungutan pihak ketiga, dengan kata lain tidak ada Pajak Penghasilan atas keuntungan korporasi yang dibayar selama beroperasi di Indonesia. Namun demikian, tidak mudah untuk membuat desain pengenaan AMT. Pemangku kebijakan perlu duduk bersama untuk menentukan subjek pajak, besaran tarif, fleksibilitas batas pengenaan AMT sepanjang tidak bertentangan dengan kebijakan untuk mendorong investasi dan ketentuan anti-penghindaran pajak yang berlaku di dunia internasional.

 

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.