Oleh: Putu Panji Bang Kusuma Jayamahe, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Saat ini pilihan hidup untuk menjadi pengusaha semakin diminati banyak orang, terlebih kaum milenial. Di masa era industri 4.0 yang ditopang kemajuan teknologi dan informasi menjadikan pilihan berkarier menjadi pengusaha kian terbuka. Menjadi pengusaha atau yang kini elegan disebut entrepreneur, dengan mengembangkan suatu inovasi untuk kemajuan lingkungan sekitar dan siap menanggung berbagai risiko, merupakan sebuah kebanggaan tersendiri di kalangan pemuda.

Jargon revolusi mental yang pernah digaungkan Presiden Joko Widodo pada tahun 2014 mulai membuahkan hasil. Salah satu implementasi revolusi mental adalah membangun jiwa yang merdeka, mengubah cara pandang, pikiran, sikap, dan perilaku agar berorientasi pada kemajuan dan hal-hal yang modern, sehingga Indonesia menjadi bangsa yang besar dan mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Dengan menjadi pengusaha, seseorang dapat dengan bebas mengembangkan inovasi, pola kerja, hingga mengatur risikonya sendiri untuk kemajuan diri, lingkungan sekitar, hingga bangsa dan negara.

Kini di kalangan pergaulan pemuda, berpegangan secara penuh dengan hanya menjadi pekerja kantoran justru mulai mendapatkan sentilan negatif. Kemunculan kosa kata seperti “budak korporat” atau “budak birokrasi” mengindikasikan minat para pemuda untuk bekerja hanya sebagai pekerja kantoran yang tunduk dengan berbagai aturan kerja dan arahan atasan mulai berkurang.

Namun begitu, untuk menjadi seorang pengusaha yang sukses bukanlah sesuatu hal yang mudah. Dibutuhkan keberanian, konsistensi, dan dedikasi yang tinggi serta harus fokus pada tujuan. Secara umum, terdapat dua kemampuan yang harus dimiliki seorang pengusaha muda ketika mulai merintis usahanya. Yang pertama adalah kemampuan teknis dalam suatu bidang tertentu yang akan menjadi fokus dalam kegiatan usaha atau yang biasa disebut dengan hard skill.

Selain kemampuan teknis, beberapa kemampuan penunjang atau soft skill juga wajib dimiliki oleh seorang pengusaha muda. Kemampuan penunjang yang dimaksud  di antaranya dapat berupa kemampuan negosiasi, membangun relasi, serta berpikir kreatif. Selain itu, di era globalisasi seperti saat ini, kemampuan dasar menggunakan teknologi serta komunikasi sangat diperlukan.

Kemampuan penunjang didapat dari berbagai media pembelajaran baik formal maupun non formal, termasuk dari pengalaman dan jam terbang seseorang. Kemampuan tersebut akan menunjang para pengusaha muda untuk mengembangkan usaha dan mencapai tujuan yang diharapkan.

Di sisi lain, meskipun leluasa untuk terjun ke dunia usaha, kewajiban perpajakan yang harus dilaksanakan tidak boleh dilupakan. Dengan dalih masih bernaung dalam label usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), banyak pihak mencoba menghindar dari segala kewajiban perpajakan yang seharusnya ditunaikan termasuk oleh para pengusaha muda yang sedang merintis usahanya.  Oleh karena itu, para pengusaha muda ini wajib menjadikan pengetahuan perpajakan sebagai kemampuan penunjang dalam mengembangkan usahanya.

Setikdanya ada empat alasan mengapa seorang pengusaha muda wajib memiliki kemampuan penunjang berupa pengetahuan perpajakan, di antaranya:

1. Melaksanakan kewajiban sesuai peraturan perundang-undangan.

Pajak adalah tulang punggung penerimaan. Lebih dari 80 persen pendapatan negara bersumber dari penerimaan pajak. Sesuai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kemakmuran rakyat tersebut salah satunya dapat berupa proyek pembangunan dan belanja negara lainnya termasuk dengan tujuan untuk memudahkan para pengusaha muda untuk berusaha dan berkembang.

Sebagai warga negara yang baik, seorang pengusaha wajib mendukung berbagai pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah. Wujud dari dukungan tersebut adalah dengan berpartisipasi membayar dan melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Menghindari berbagai sanksi yang memberatkan

Indonesia menganut sistem perpajakan self assessment. Self assessment artinya wajib pajak wajib melaksanakan kewajiban perpajakannya mulai mendaftarkan diri, menghitung, dan memperhitungkan pajaknya, membayar kekurangan pajak, serta melaporkan seluruh hak dan kewajiban perpajakannya melalui pelaporan SPT Tahunan tanpa harus menunggu surat ketetapan pajak dari instansi perpajakan dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Hal tersebut membutuhkan peran aktif wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Dengan sistem ini, DJP hanya berfungsi memberikan pelayanan dan konsultasi, pengawasan pembayaran, serta penegakan hukum apabila ditemukan pelanggaran yang dilakukan oleh wajib pajak. Apabila wajib pajak lalai dalam melaksanakan kewajibannya, maka sanksi bunga, denda hingga pidana yang memberatkan dapat  menanti para pengusaha sesuai dengan UU KUP.

3. Mengurangi biaya untuk jasa konsultan pajak

Memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dengan biaya yang sekecil-kecilnya merupakan salah satu moto seorang pengusaha. Seiring ketidaktahuan dan ketidakmauan belajar mengenai peraturan perpajakan, menggunakan jasa konsultan pajak menjadi pilihan terakhir para pengusaha untuk menjalankan kewajiban perpajakannya. Namun demikian, biaya menggunakan jasa konsultan pajak tidaklah murah. Dengan memahami peraturan perpajakan, para pengusaha dapat menekan biaya penggunaan jasa konsultan pajak.

4. Memperlancar proses perizinan

Reformasi perizinan sudah mulai dilakukan oleh pemerintah. Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik, sistem OSS atau Online Single Submissions mulai diterapkan. Sistem ini mengintegrasikan berbagai dokumen dari berbagai kementerian atau lembaga pemerintah yang akan menjadi persyaratan perizinan. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) menjadi salah satu syarat bagi para pengusaha muda dalam proses permohonan izin.

Status NPWP yang tidak valid akan menghambat proses permohonan izin usaha. Ketidakvalidan tersebut dapat terjadi karena beberapa hal mulai dari wajib pajak yang belum terdaftar, masih memiliki tunggakan pajak, hingga belum melaksanakan kewajiban perpajakan lainnya seperti melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT Tahunan). Dengan memiliki kemampuan penunjang berupa pengetahuan perpajakan, permasalahan pajak yang dapat menghambat proses perizinan akan dapat diatasai oleh para pengusaha muda.

 

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.