Oleh: Fuad Wahyudi Anthonie, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Seperti yang kita ketahui bahwa dalam mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN), Indonesia menggunakan tarif tunggal yaitu 10%. Cara menghitung PPN pun cukup mudah yaitu dengan mengalikan dasar pengenaan pajak (DPP) dengan tarif pajak. DPP yang digunakan adalah harga jual untuk transaksi barang kena pajak (BKP), sedangkan untuk transaksi jasa kena pajak (JKP) menggunakan istilah penggantian.

Akan tetapi, masih ada satu cara lain dalam menentuan DPP bagi transaksi tertentu yaitu dengan menggunakan nilai lain. Salah satu transaksi yang diperbolehkan menggunakan DPP nilai lain dalam menghitung PPN-nya adalah penyerahan BKP yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak (PKP) di sektor pertanian tertentu.

Pada 17 Juli 2020, Menteri Keuangan telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89/PMK.010/2020 (PMK-89) tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak atas Penyerahan Barang Hasil Pertanian Tertentu. Peraturan tersebut menjelaskan bahwa jika menggunakan DPP nilai lain maka PPN yang dibayarkan oleh pembeli hanya sebesar satu persen saja.

Sebagaimana kita ketahui bahwa PPN dibayarkan oleh pihak pembeli, sehingga pembeli menjadi lebih hemat sembilan persen apabila bertransaksi dengan PKP yang menggunakan DPP nilai lain.

Berdasarkan peraturan tersebut, Badan Usaha Industri merupakan pemungut PPN. Badan Usaha Industri yaitu badan usaha melakukan pengolahan barang hasil pertanian, perkebunan, dan kehutanan yang memperoleh barang hasil pertanian tertentu dari PKP yang dalam penyerahannya menggunakan nilai lain sebagai DPP. Hal ini akan memberikan kemudahan dan kepastian bagi mereka dalam mengkreditkan pajak masukan yang sudah dibayar.

Tidak dapat dimungkiri jika beberapa masalah perpajakan banyak ditemukan dalam transaksi hasil pertanian tertentu ini. Bahkan ada yang sudah masuk pada persidangan karena ditemukan unsur pidana yaitu PKP memungut PPN tetapi tidak disetor ke kas negara. Oleh karena itu, dengan ditunjuk sebagai pemungut pajak, Badan Usaha Industri menjadi solusi atas permasalahan PPN yang sudah dipungut tetapi tidak disetor.

PKP yang ingin menerapkan penggunaan DPP nilai lain tidak dapat melakukannya secara tiba-tiba. PKP harus mengajukan pemberitahuan terlebih dahulu ke kantor pelayanan pajak (KPP) terdaftar. Pemberitahuan tersebut dilakukan secara elektronik menggunakan saluran yang sudah ditentukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atau secara manual dalam hal saluran tersebut belum ada atau terdapat gangguan.

Pemberitahuan paling lambat dilakukan pada saat batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai masa pajak pertama dalam tahun pajak dimulainya penggunaan nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak.

Contohnya apabila PKP ingin menggunakan di tahun 2022 maka pemberitahuan paling lambat di sampaikan akhir Februari 2022. Hal tersebut dikarenakan batas waktu pelaporan SPT Masa PPN Masa Pajak Januari 2022 adalah Februari 2022. Pada masa pajak tersebut PKP sudah membuat faktur pajak sesuai dengan PMK-89. Penggunaan nilai lain sebagai DPP harus dilakukan pada satu tahun penuh sehingga PKP tidak boleh menggantinya pada tahun berjalan.

Apabila dilihat dari sisi PKP, sebenarnya tidak ada perubahan yang signifikan. PKP masih membuat faktur pajak setiap menyerahkan BKP dan melaporkan pada SPT Masa PPN seperti biasa. Akan tetapi yang harus dicermati oleh PKP adalah dalam hal mereka menjual BKP kepada Badan Usaha Industri maka mereka harus membuat faktur pajak dengan kode 03 yaitu penyerahan kepada pemungut pajak selain bendahara. Selain itu, faktur pajak diberi kode 04 yang menunjukan bahwa transaksi tersebut menggunakan nilai lain sebagai DPP dalam memungut PPN.

Dalam hal PKP sudah memutuskan akan menggunakan nilai lain sebagai DPP, maka konsekuensinya adalah pajak masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP sehubungan dengan penyerahan barang hasil pertanian tertentu yang menggunakan nilai lain sebagai DPP tidak dapat dikreditkan. PKP hanya dapat mengkreditkan pajak masukan untuk perolehan BKP dan/atau JKP yang tidak memiliki hubungan dengan penyerahan barang hasil pertanian tertentu secara menyeluruh maupun secara proporsional dalam hal tidak dapat dipisahkan peruntukannya.

PKP dapat menggunakan kembali harga jual sebagai DPP-nya. Penggunaan kembali tersebut harus dilakukan dengan mengajukan pemberitahuan kembali ke KPP terdaftar. Waktu pemberitahuan sama seperti saat pemberitahuan menggunakan nilai lain sebagai DPP, yaitu paling lambat dilakukan pada saat batas waktu penyampaian SPT Masa PPN masa pajak pertama setelah tahun pajak penggunaan nilai lain sebagai DPP berakhir.

Contohnya dalam hal PKP di tahun 2022 menggunakan nilai lain sebagai DPP, maka penggunaan ini harus dilakukan selama tahun 2022. Kemudian jika PKP ingin menggunakan kembali harga jual sebagai DPP maka paling lambat mengajukan pemberitahuan di akhir bulan Februari 2023. Bagi PKP yang kembali menggunakan harga jual sebagai DPP maka ditahun-tahun berikutnya tidak dapat kembali menggunakan nilai lain sebagai DPP-nya.

Mendekati akhir tahun 2021, PKP sudah dapat mempertimbangkan apakah akan menggunakan nilai lain atau harga jual sebagai DPP untuk tahun depan. Hal ini bersifat pilihan, dalam hal PKP menggunakan harga jual maka dia dapat mengkreditkan pajak masukannya lalu menyetorkan PPN kurang bayar. Sedangkan bila PKP menggunakan nilai lain sebagai DPP maka pajak masukan terkait dengan penyerahan tersebut tidak dapat dikreditkan.

Akan tetapi, bila PKP bertransaksi dengan Badan Usaha Industri maka mereka tidak perlu repot memungut PPN sehingga PKP tidak akan “tergiur” dengan uang PPN yang merupakan hak negara. Hal ini tentu lebih aman bagi PKP yang masih awam dalam melaksanakan kewajiban PPN-nya.

 

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.