Pemimpin Terbaik untuk Direktorat Jenderal Pajak

Oleh: Mochammad Bayu Tjahyono, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Leadership Development Program (LDP) adalah sebuah program yang dirancang untuk pemangku jabatan eselon empat, tiga, dua, bahkan satu. Program ini dirancang untuk meningkatkan kapasitas atau kemampuan diri. Direktorat Jenderal Pajak menyadari itu sehingga setiap tahun program ini dirancang secara berkesinambungan.
Satu bahasan yang menarik adalah ketika ada pertanyaan bagaimana seorang pemimpin itu? Kita mempunyai banyak definisi seorang pemimpin, namun ada satu yang menarik.
The Leader is one who.
Knows the way.
Goes the way.
and show the way.
Pernyataan ini muncul dari seorang pemimpin, Kepala Kanwil DJP Jakarta Selatan I Aim Nursalim Saleh. Ia menjelaskan, menjadi pemimpin itu adalah seseorang yang tahu akan jalan mana yang akan dipilih. Maka untuk menjadi seorang pemimpin itu syarat pertamanya adalah dia harus tahu bagaimana memecahkan masalah, tahu jalan mana yang harus dilalui untuk menuju sukses.
Kedua, seorang pemimpin itu setelah tahu jalan yang akan ditempuh dia juga jalan melalui jalan yang sudah dipilih, bukan hanya menyuruh seseorang untuk melewati jalan tersebut, tetapi juga melewati jalan tersebut. Ketiga, setelah itu juga memimpin anak buahnya untuk melewati jalan tersebut. Jadi pemimpin itu bukan hanya bisa menyuruh saja, tetapi juga memberi contoh, bukan cuma memberi perintah, tetapi juga mempraktikkan apa yang diperintahkan ke anak buah.
Setiap orang tentu punya kesibukan masing-masing, seorang pemimpin yang sukses seharusnya tidak pernah terlalu sibuk untuk diri sendiri atau untuk tugas yang membutuhkan perhatian mereka. Kepemimpinan menuntut agar ktia teratur dan efisien. Tentu saja, para pemimpin yang sukses tahu bagaimana mendelegasikan tugas-tugas tertentu kepada anggota tim, tetapi itu tidak berarti mereka tidak memberikan waktu mereka untuk keadaan darurat saat mereka dibutuhkan.
Bagaimana dengan Pajak?
DJP menyadari sepenuhnya akan kebutuhan pemimpin yang berkualitas, oleh sebab itu penyelenggaraan LDP secara rutin diselenggarakan, mulai dari tingkat eselon empat sampai dengan eselon dua. Penyelenggaraan ini tentu bekerja sama dengan pihak eksternal, mulai dari PPSDM sampai dengan pihak di luar Kementerian Keuangan.
Untuk tingkat eselon empat diselenggarakan oleh kantor wilayah masing-masing dengan frekuensi penyelenggaraan setahun sekali, sedangkan di tingkat eselon tiga dilakukan oleh direktorat dan eselon dua oleh kementerian. Kenapa ini perlu? Selain penguasaan tentang materi perpajakan, kepemimpinan juga harus dikuasai oleh setiap pemimpin mulai dari level yang di bawah.
Pegawai pajak yang diamanatkan sebagai pelaksana Undang-Undang Perpajakan, harus mampu menerjemahkan undang-undang tersebut dalam pelaksanaan tugasnya. Dalam pelaksanaan tugas selain berpedoman kepada undang-undang kita juga harus berpedoman kepada Nilai-Nilai Kementerian Keuangan.
Untuk lebih menanamkan Nilai-Nilai Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak mengadakan lomba Zona Integritas WBK/WBBM (Wilayah Bebas dari Korupsi/Wilayah Birokrasi Bersih Melayani) yang dikombinasikan dengan lomba kantor percontohan terbaik. Salah satu yang dinilai dari lomba tersebut adalah pemahaman dan penerapan Zona Integritas WBK/WBBM dan itu mendapat bobot nilai mencapai 35 persen.
Zona Integritas (ZI) adalah predikat yang diberikan kepada instansi pemerintah yang pimpinan dan jajarannya mempunyai komitmen untuk mewujudkan Wilayah Bebas dari Korupsi/Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBK/WBBM) melalui reformasi birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik.
Zona ini bukan berarti bahwa di Kementerian Keuangan atau di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) banyak terjadi korupsi, tetapi lebih diupayakan kepada pencegahan. Sebagai lembaga yang bergerak dalam bidang pengelolaan keuangan negara, pencegahan menjadi faktor yang penting karena kebocoran dalam pengelolaan keuangan akan membuat negara tidak bisa berkembang dan membangun.
Sampai saat ini pencegahan yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan sudah membuahkan hasil. Apa indikasinya? Salah satu indikasinya adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi bisa menjadi indikator bahwa pencegahan korupsi berjalan dengan baik. Indikasi lainnya adalah terlaksananya pembangunan yang berkesinambungan terutama di bidang, infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan.
Apa yang Dilakukan Pemimpin?
Bagaimana dengan pemimpin? Kepemimpinan itu sendiri adalah seni memotivasi sekelompok orang untuk bertindak mencapai tujuan bersama. Melihat dari definisi di atas, tentu seorang pemimpin perlu mempersiapkan diri untuk dapat menginspirasi orang lain. Dengan cara demikian, tujuan yang ingin dicapai oleh pemimpin harus dikomunikasikan dengan cara melibatkan anggota kelompok untuk dapat bertindak sesuai dengan keinginan pemimpin tersebut.
Seorang pemimpin mampu menyentuh hati orang lain sebelum mereka meminta melakukan sesuatu. Secara sederhana, seorang pemimpin menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan cara mengombinasikan kepribadian, keterampilan, dan kompetensi (soft skills maupun hard skills) sehingga memberikan inspirasi dan dorongan motivasi kepada orang lain sehingga tujuan yang ia inginkan menjadi tujuan bersama dan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Pemimpin tidak memaksa orang lain untuk mengikutinya, dia mengundang orang untuk ikut dalam sebuah perjalanan.
Faktor Penyebab Kegagalan Pemimpin
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan pemimpin, pertama memimpin tanpa mencintai yang dipimpin, hal ini dapat diartikan bahwa kepemimpinan dilakukan dengan paksaan. Kedua, gagal dalam melayani, seorang pemimpin yang berhasil harus mampu melayani kepada para pemangku kepentingan dan ini dapat diteladani oleh para bawahannya.
Ketiga, memiliki sikap yang buruk, sikap yang kita perlihatkan sebagai seorang pemimpin akan menular kepada para bawahan. Sebagai contoh, jika Anda seorang pemimpin seringkali terlambat tanpa adanya alasan yang jelas dan seringkali menyepelekan tugas, demikian juga para bawahan Anda.
Keempat, terlalu sibuk. Seorang pemimpin yang sukses seharusnya tidak pernah “terlalu sibuk” untuk tugas yang membutuhkan perhatian mereka. Kelima, berharap hasil yang memuaskan hanya dari pengetahuan. Keenam hanya mengandalkan gelar akademik, seorang pemimpin tidak hanya ditunjuk berdasarkan gelar yang mereka dapatkan, tetapi juga harus memberikan dampak dan bisa memberikan pengaruh pada sekitarnya.
DJP melakukan kombinasi soft skill dan hard skill dalam menentukan calon pemimpin untuk ditempatkan di eselon empat dan tiga. Penyaringan dilakukan dengan berjenjang mulai dari tingkat kantor wilayah sampai dengan kantor pusat. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi faktor kegagalan seorang pimpinan. Sistem yang dibentuk diolah sedemikian rupa untuk membentengi pimpinan tersebut dari godaan korupsi, nepotisme, dan kolusi.
DJP menyadari bahwa mereka ada di garda terdepan untuk mengumpulkan penerimaan negara untuk pembangunan. Kebocoran dalam mengumpulkan penerimaan negara bisa mengakibatkan tidak tercapainya target penerimaan. Di sinilah nurani, integritas, profesionalisme, sinergi, pelayanan, dan kesempurnaan dituntut dimiliki oleh seorang pemimpin. Kenapa? Karena pemimpin harus mampu memberikan contoh, menunjukkan jalan, dan berjalan di jalan yang sudah ditetapkan. Apabila jalan yang dipilih bukan berdasarkan integritas maka seluruh bawahannya akan sesat.
Kesempurnaan bukan berarti sempurna tetapi adalah upaya kita untuk terus melakukan inovasi dan perbaikan. Perbaikan dan inovasi harus dilakukan secara terus-menerus, hal ini disebabkan karena target yang dibebankan oleh negara juga akan terus bertambah. Tanpa perbaikan dan inovasi maka mustahil target yang dibebankan akan tercapai. Ada sebuah pepatah “Bila kita mengulang cara yang sama maka kita tidak bisa mengharapkan hasil yang berbeda”, maksudnya bila kita mengharapkan peningkatan hasil maka kita harus terus membuat inovasi untuk menjadi lebih baik. (*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 636 kali dilihat