Patuh Pajak, Perangi Korupsi

Oleh: Teddy Ferdian, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Tidak dapat dipungkiri, paradigma masyarakat umum tentang pajak belum dapat dikatakan 100% positif. Banyak hal yang melatarbelakangi hal ini. Fakta masa lalu, cerita negatif yang beredar, sampai pada kasus-kasus korupsi dan penyalahgunaan wewenang yang melibatkan oknum pegawai pajak adalah beberapa di antaranya.
Lalu, bagaimana seharusnya masyarakat atau wajib pajak menyikapi hal ini. Apakah dibenarkan jika hal ini dijadikan alasan untuk tidak mau bayar pajak dan melaksanakan kewajiban perpajakan? Apa akibatnya jika kewajiban perpajakan tidak ditunaikan secara benar sesuai ketentuan yang berlaku? Apa yang harus dilakukan otoritas perpajakan untuk menjaga integritas organisasi dan para pegawainya?
Sebagai negara dengan lebih dari 80% penerimaan ditumpukan pada sektor perpajakan, tentunya Indonesia memerlukan penerimaan perpajakan dari masyarakatnya untuk dapat menjalankan roda pembangunan. Oleh karena itu, menjadi sangat tidak bijak jika wajib pajak tidak melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku. Bagaimanapun juga, kepatuhan pajak dapat dikatakan merupakan wujud rasa cinta wajib pajak sebagai warga negara serta bentuk sumbangsih kepada tanah air tercinta.
Namun, di sisi lain, kepercayaan (trust) masyarakat terhadap otoritas perpajakan sangat diperlukan. Trust akan menumbuhkan kesadaran pajak dalam diri wajib pajak. Kesadaran wajib pajak untuk menunaikan kewajiban perpajakan akan lebih memiliki arti dibandingkan dengan keterpaksaan untuk patuh pajak. Ini menjadi tantangan besar bagi otoritas perpajakan di Indonesia dan harus menjadi fokus untuk terus dikembangkan.
Sudah banyak penelitian yang dilakukan terkait hubungan antara citra positif otoritas perpajakan dengan kepatuhan wajib pajak. Sebagian besar hasil penelitian ini menunjukkan bahwa citra positif otoritas perpajakan sangat berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak. Hal lain yang juga penting adalah menumbuhkan kesadaran pajak di masyarakat. Dan ini sepertinya juga sudah disadari oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai otoritas perpajakan di Indonesia.
Sebagai otoritas perpajakan di Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak, sejak beberapa tahun lalu terus berupaya meningkatkan citra positif DJP dalam rangka menjaga dan meingkatkan trust wajib pajak. Perbaikan di dalam organisasi terus dilakukan. Reformasi perpajakan melalui Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan saat ini sedang berlangsung. Perbaikan dan upaya peningkatan ini juga digaungkan kepada masyarakat.
Sebagai komitmen menciptakan citra positif, DJP juga terus mengembangkan budaya antikorupsi dalam organisasi. Untuk mewujudkan budaya antikorupsi, DJP berupaya memperkuat integritas. Sudah banyak unit kerja di lingkungan DJP yang telah memperoleh predikat Zona Integritas menuju Wilayah bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani WBBM).
DJP telah menyampaikan usulan unit kerja untuk memperoleh predikat WBK dan WBBM. Sampai dengan tahun 2022, sebanyak 260 unit kerja di lingkungan DJP telah memperoleh predikat WBK dan 45 unit kerja memperoleh predikat WBBM. Untuk tahun 2023, DJP berhasil menambah lagi 106 unit kerja yang memperoleh predikat WBK, sehingga total 366 unit kerja di lingkungan DJP telah memperoleh predikat WBK sampai dengan tahun 2023.
Artinya lebih dari 90% unit kerja di DJP telah memperoleh predikat WBK. Ini merupakan wujud keseriusan DJP dalam meningkatkan integritas, memerangi korupsi, dan mengembangkan budaya antikorupsi dalam organisasi. Para pegawai juga dibekali informasi antikorupsi dan pelatihan budaya antikorupsi. Pengawasan berjenjang terhadap pelaksanaan kode etik dan kode perilaku juga terus dilakukan.
Peran Serta Wajib Pajak
Selanjutnya, wajib pajak juga memiliki peranan dalam mewujudkan perilaku antikorupsi. Perjuangan memerangi korupsi sangat memerlukan keterlibatan dari wajib pajak. Sebagai salah satu pihak eksternal yang sering berinteraksi dengan DJP, tentunya wajib pajak dapat berperan serta untuk mengembangkan budaya antikorupsi dalam urusan perpajakan yang terkait dengan DJP.
Salah satu hal penting yang dapat dilakukan oleh wajib pajak adalah meningkatkan kesadaran pajak. Komitmen kesadaran pajak dari masyarakat dan wajib pajak menjadi krusial sebagai bentuk peran serta sebagai warga negara dalam menunaikan kewajiban perpajakan.
Kesadaran pajak bahkan dapat ditumbuhkan sejak sebelum seorang warga negara menjadi wajib pajak. Memahami peranan pajak untuk negara dan pengelolaan pajak oleh otoritas pajak dapat dilakukan sejak dini. Ini juga menjadi salah satu program DJP melalui Inklusi Kesadaran Pajak sejak dini, khususnya dalam dunia pendidikan, yang menyasar pelajar, mahasiswa, dan akademisi.
Setelah itu, secara bertahap, pemahaman terkait teknis perpajakan juga dapat dilakukan, dari mulai hal sederhana, seperti pembayaran dan pelaporan pajak. Wajib pajak juga dapat memperoleh informasi terkait pemenuhan kewajiban perpajakan dengan menghubungi kanal-kanal informasi yang disediakan DJP dan unit kerja di lingkungan DJP.
Wajib pajak yang yang memiliki keluhan terkait pelayanan perpajakan dapat mengakses saluran resmi yang telah disediakan oleh DJP. Pengaduan pelayanan perpajakan dapat disampaikan melalui telepon Kring Pajak (021) 1500200, faks (021) 5251245, email ke pengaduan@pajak.go.id, situs web pengaduan.pajak.go.id, twitter @kring_pajak, chat pajak di laman www.pajak.go.id, melalui surat, atau datang langsung ke Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Msyarakat (P2Humas) / unit kerja lainnya.
Kemudian terkait perilaku korupsi atau penyalahgunaan wewenang yang melibatkan pegawai DJP, wajib pajak dapat menyampaikan pengaduan kode etik dan disiplin melalui saluran resmi DJP, yaitu pengaduan langsung melalui Helpdesk Direktorat Kepatuhan Internal dan Sumber Daya Aparatur, telepon ke nomor (021) 52970777, email ke kode.etik@pajak.go.id, atau surat tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Kepatuhan Internal dan Sumber Daya Aparatur.
Akhirnya, Kepatuhan pajak merupakan kewajiban wajib pajak yang harus ditunaikan sebagai perwujudan rasa cinta kepada tanah air. Kepedulian wajib pajak dan masyarakat terhadap dunia perpajakan menjadi awal tumbuhnya trust kepada otoritas perpajakan. Ini yang menjadi penyuntik semangat otoritas perpajakan untuk bekerja optimal tanpa mengkhianati trust tersebut. Kritik dan masukan sangat diperlukan sebagai sarana perbaikan administrasi perpajakan. Mari bersama tingkatkan kepatuhan pajak. Mari bersama berjuang memerangi korupsi. Mari bersama wujudkan pajak yang kuat untuk Indonesia maju. Selamat Hari Antikorupsi Sedunia.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 131 kali dilihat