Pajak untuk Mendongkrak IPM Indonesia
Oleh: Dedik Herry Susetyo, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Kemajuan suatu bangsa tidak hanya dilihat dari sisi tingkat pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dari sisi pembangunan sumber daya manusia. Pada tahun 1990, United Nations Development Programme (UNDP) mengenalkan Human Development Index atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai alat untuk mengukur kualitas pembangunan sumber daya manusia suatu negara. Menurut UNDP, terdapat tiga komponen dasar yang digunakan sebagai parameter dalam menentukan tingkat kualitas sumber daya manusia, yakni umur panjang dan hidup sehat, tingkat pengetahuan, serta standar hidup yang layak.
Pertama, dimensi umur panjang dan hidup sehat. Indikator yang dilihat dari dimensi ini adalah tingkat kelahiran dan tingkat harapan bayi bertahan hidup. Selanjutnya, tingkat pengetahuan yang diukur dari sisi harapan dan rata-rata berapa lama masyarakat mengenyam pendidikan formal. Terakhir, dimensi standar hidup layak yang dinilai dari indikator pengeluaran riil per kapita yang bersumber dari hasil survei sosial ekonomi, indeks harga konsumsi, dan data harga komoditas.
Dalam tiga tahun terakhir, berdasarkan berita yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) melalui portal resmi www.bps.go.id, IPM Indonesia mengalami peningkatan, yakni 73.16 (2021), 73.77 (2022), 74.39 (2023). Rata-rata peningkatan nilai IPM Indonesia dari tahun 2021 sampai dengan tahun 2023 sebesar 0,62 persen per tahun. Bersumber dari laman resmi UNDP, www.undp.org, kondisi ini menempatkan IPM Indonesia tahun 2022 berada di posisi 112 dari 191 negara di dunia.
Dengan posisi tersebut, Indonesia dikategorikan sebagai negara dalam kelompok IPM tinggi. Sementara beberapa negara ASEAN seperti Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Thailand masuk dalam kategori IPM sangat tinggi yang memiliki nilai di atas Indonesia. Posisi ini menjadi pemicu bagi pemerintah untuk berkomitmen dan melakukan berbagai upaya dalam memperbaiki peringkat IPM Indonesia baik di tingkat regional maupun di tingkat global. Satu upaya yang dilakukan adalah dengan memberikan akses ketersediaan atas kebutuhan dasar manusia seperti kesehatan, pendidikan dan layanan sosial.
Kesehatan dan pendidikan merupakan sektor strategis yang memiliki peran dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan berkelanjutan dan bonus demografi yang dialami Indonesia menjadi mesin penggerak bagi negara dalam menyediakan akses terhadap sektor tersebut. Meskipun, pembangunan dan pengembangan kedua sektor tersebut harus berhadapan dengan tantangan dalam perbaikan IPM Indonesia.
Tantangan terbesar adalah ketimpangan ekonomi. Indonesia sebagai negara kepulauan dihadapkan pada kondisi pembangunan ekonomi tidak merata yang berpotensi menimbulkan ketimpangan ekonomi terutama masalah pendapatan dan kesempatan masyarakat. Sementara itu, bonus demografi yang melahirkan tingkat pertumbuhan penduduk usia produktif yang tinggi menjadi kekuatan ekonomi sekaligus peluang dalam pembangunan terutama sektor kesehatan dan pendidikan. Tantangan dan peluang tersebut membuka pintu kesempatan bagi pajak dalam memainkan peran untuk mendongkrak IPM Indonesia.
Bagaimana Peran Pajak?
Sampai saat ini, pajak masih menjadi sumber utama penerimaan negara sekaligus sebagai tulang punggung dalam pembangunan Indonesia. Tidak hanya membangun sarana dan prasarana secara fisik, tetapi juga membangun sumber daya manusia. Dalam rangka menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan unggul, pemerintah menempatkan sektor kesehatan dan pendidikan menjadi sektor prioritas dalam pembangunan.
Berdasarkan publikasi laporan statistik BPS tahun 2024 bahwa pembangunan sarana dan prasarana pada sektor kesehatan dan pendidikan mengalami peningkatan yang siginifikan. Selama tahun 2023, jumlah rumah sakit dan puskesmas yang dibangun, baik oleh pemerintah maupun pihak swasta, sebanyak 13.571 unit dengan kenaikan jumlah unit sebanyak 0,9% daripada tahun 2022. Sementara, untuk pembangunan sektor pendidikan formal baik dalam pengawasan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi maupun Kementerian Keagamaan selama tahun 2022 sebanyak 1.749.073 unit yang tumbuh sebesar 0.13% daripada tahun 2021.
Selanjutnya, masih berdasarkan sumber yang sama, jumlah tenaga medis yang memberikan layanan pada sektor kesehatan untuk tahun 2023 berjumlah 1.499.959 orang. Jumlah ini meningkat 3% daripada tahun sebelumnya. Sementara, jumlah tenaga pendidik pada jalur pendidikan formal sebanyak 4.673.006 orang, lebih tinggi 3% daripada jumlah tenaga pendidik pada tahun 2022.
Peningkatan pembangunan baik fisik maupun penambahan sumber daya manusia di sektor kesehatan dan pendidikan memberikan dampak langsung terhadap beban anggaran pada kedua sektor tersebut. Berdasarkan catatan BPS dalam laporan yang dipublikasikan pada tahun 2024, Anggaran Belanja Pemerintah Pusat berbasis pada fungsi, yakni untuk sektor kesehatan sebesar 139.502 miliar rupiah (2022) dan 96.621 miliar rupiah (2023) dan untuk sektor pendidikan sebesar 169.230 miliar rupiah (2022) dan 234.089 miliar rupiah (2023). Anggaran yang besar ini sebagai bentuk upaya negara dalam menjalankan fungsi pajak sebagai fungsi budgeter dan redistribusi pendapatan.
Selain menjalankan fungsi tersebut, pajak juga memiliki fungsi mengatur (regulerend). Menurut Wirawan B.Ilyas dan Richard Burton (2010), fungsi regulerend didefinisikan sebagai suatu fungsi bahwa pajak-pajak akan digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan. Melalui fungsi ini, pemerintah dan DPR merancang dan menetapkan kebijakan dalam bentuk peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Salah satu produk kebijakan yang lahir menjelang akhir tahun 2021, yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Undang-undang ini mengatur terkait Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Program Pengungkapan Sukarela, Pajak Karbon, dan Cukai. Kebijakan perpajakan bidang PPh dan PPN memiliki peran yang sangat vital dalam mendukung pembangunan sektor kesehatan dan pendidikan. Bentuk dukungan yang diberikan pajak terhadap sektor tersebut, yakni pemberian fasilitas perpajakan berupa pembebasan PPh dan PPN atas beberapa transaksi yang berhubungan dengan kedua sektor tersebut.
Dalam bidang PPh, pemerintah memberikan fasilitas perpajakan pada dunia pendidikan berupa pengecualian dari objek PPh atas bantuan, sumbangan, hibah, beasiswa, sisa lebih yang diterima atau diperoleh oleh badan yang bergerak dalam bidang pendidikan, dan pengurangan penghasilan bruto dari biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan berupa biaya penelitian, biaya beasiswa, sumbangan fasilitas pendidikan, sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan. Untuk sektor kesehatan, pada saat pandemi Covid 19, pemerintah telah memberikan insentif berupa pengenaan PPh Final tarif 0% atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh tenaga medis dan pembebasan PPh Pasal 22 atas impor dan pembelian barang yang berhubungan dengan penanganan Covid 19.
Selanjutnya di bidang PPN. Melalui UU HPP, pemerintah memberikan insentif perpajakan berupa pembebasan PPN atas penyerahan jasa pelayanan kesehatan medis berupa jasa pelayanan kesehatan perorangan, pelayanan kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan hewan. Selain itu, di masa pandemi Covid 19, pemerintah juga telah memberikan insentif PPN tidak dipungut atas impor dan penyerahan barang kena pajak dalam rangka penanganan pandemi. Untuk sektor pendidikan, pemerintah juga memberikan fasilitas PPN dibebaskan atas penyerahan jasa kena pajak berupa jasa penyelenggaraan pendidikan baik pada jalur formal maupun jalur nonformal.
Dari uraian di atas, semakin jelas bahwa pajak memiliki peran besar dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Melalui penerapan fungsi pajak sebagai fungsi budgeter, distribusi dan regulerend, pajak memberikan dampak positif terhadap perbaikan posisi IPM Indonesia di tingkat dunia. Hal ini sejalan dengan harapan dan mimpi Indonesia Emas 2045 yang memberikan kemudahan bagi masyarakat Indonesia dalam mengakses kebutuhan dasar sebagai manusia di bidang kesehatan dan pendidikan.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 97 kali dilihat