Manfaatkan SIPLah untuk Memantau Aspek Perpajakan Bendahara Satuan Pendidikan

Oleh: Mike Zumrotun Mardhiyah, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Sejak berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 58/PMK.03/2022 tentang Penunjukan Pihak Lain Sebagai Pemungut Pajak dan Tata Cara Pungut, Setor, Lapor Pajak atas Transaksi Pengadaan Barang/Jasa Melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (selanjutnya disebut PMK-58), pemerintah mengupayakan secara strategis untuk memberdayakan seluruh instansi pemerintah dalam mengelola pemungutan serta pemotongan pajak melalui serangkaian perdagangan elektronik.
Dalam hal ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sebagai kementerian yang menaungi seluruh lembaga pendidikan menekankan penggunaan SIPLah sebagai satu-satunya situs informasi belanja yang berfungsi sebagai jembatan antara penyedia dengan satuan lembaga pendidikan. SIPLah pada dasarnya ditujukan bagi bendahara lembaga pendidikan di bawah naungan Kemendikbudristek serta Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga untuk melaksanakan administrasi belanja perpajakan yang lebih tertib. Ini tentunya merupakan bentuk sinergi antarlembaga, dalam mengamankan potensi perpajakan.
Apa itu SIPLah?
SIPLah diluncurkan melalui aplikasi berbasis web dengan dukungan interopabilitas yang terhubung dengan berbagai mitra, bendahara, dan penyedia. Secara sederhana, SIPLah berfungsi sebagai pihak ketiga bagi pihak-pihak yang berkaitan untuk melakukan belanja instansi atau pendidikan. SIPLah diasumsikan sebagai pengawas penyelenggara perdagangan elektronik, sehingga belanja yang dilakukan antara penyedia dan satuan pendidikan melalui mitra dapat terlaksana dengan baik. Sebelum diterbitkannya PMK-58 para bendahara harus melakukan pengurusan dan perhitungan terkait dengan pajaknya. Sejak tersedianya aplikasi ini, melalui SIPLah, penyedia dan bendahara akan menerima perhitungan, pemotongan, dan pemungutan secara detail yang tentunya terbagi oleh setiap mitra, penyedia, dan satuan pendidikan. SIPLah memiliki peranan penting dalam berbagai aspek, terutama dari perpajakan serta adminitrasi belanja pendidikan. Dalam penerapannya, terdapat tiga pihak yang berkaitan serta terhubung satu sama lain sebagai berikut.
Mitra
Mitra berfungsi sebagai pihak penghubung antara penyedia dengan satuan Pendidikan atau dikenal sebagai Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE). Pada umumnya, mitra ditunjuk melalui Peraturan Perundang-undangan atau mengajukan kerja sama langsung untuk didaftarkan sebagai PPMSE. Per 1 September 2023, terdapat sembilan PPMSE SIPLah yang dapat dikunjungi oleh satuan pendidikan antara lain: PT Deka Sari Perkasa, PT Eureka Bookhouse, PT Global Digital Niaga, PT Intan Pariwara, PT Ladang Karya Husada, PT Masmedia Buana Pustaka, PT Mitra Edukasi Nusantara, PT Telekomunikasi Indonesia, dan PT Temprina Media Grafika.
Penyedia
Penyedia merupakan seluruh penjual barang dan/atau jasa kebutuhan pendidikan yang telah tergabung pada mitra yang terdaftar melalui aplikasi SIPLah. Penyedia atau penjual dapat mendaftarkan diri secara resmi sehingga terhubung dengan seluruh satuan pendidikan di Indonesia. Penyedia yang mendaftarkan diri sebagai penjual dari mitra akan dianggap sebagai badan usaha yang berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP) sehingga pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan pemotongan/pemungutan pajak lainnya akan dicantumkan pada bukti pembayaran.
Satuan Pendidikan
Satuan pendidikan sebagai pembeli pada umumnya dapat melakukan pencarian produk barang dan/atau jasa melalui mitra yang terdaftar sebagai PPMSE pada SIPLah. Pencarian, negosiasi, kesepakatan, serta pembelian dapat dilakukan langsung melalui mitra yang terhubung dengan penyedia atau penjual. Dalam hal ini, pihak pendidik dan penyedia dapat diuntungkan karena kedua belah pihak dapat melakukan transaksi secara elektronik dan aman di bawah naungan SIPLah.
Mekanisme Perpajakannya
Pada dasarnya aspek perpajakan bagi PPMSE telah diatur pada PMK-58. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan tersebut, pihak pembeli berstatus sebagai satuan Pendidikan akan melakukan pembayaran sesuai dengan daftar pembayaran yang terlampir dan dikeluarkan oleh mitra. Sebagai catatan, penyedia yang terdaftar pada mitra melalui SIPLah akan dianggap sebagai PKP. Dalam hal ini, pihak pembeli atau satuan pendidikan akan dibebankan sejumlah PPN dan harga barang dan/atau jasa terlampir. Oleh karena itu, satuan pendidikan harus memperhitungkan kembali pagu anggaran mereka sehingga sesuai dengan rencana belanja yang sudah dianggarkan. Selanjutnya, sesuai dengan ketentuan pada PMK-58 terdapat pemungutan PPN bagi penjual serta pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 bagi penyedia atau penerima penghasilan. Dalam hal ini, mitra akan melakukan perhitungan terkait dengan administrasi tersebut sehingga baik penyedia dan satuan pendidikan akan melakukan transaksi dengan besaran yang sesuai dengan nominal terlampir pada bukti pembayaran (invoice).
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (UU PPN/PPnBM) sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Cika), tarif PPN yang disebutkan pada bukti pembayaran adalah sebesar 11% dari harga barang dan/atau jasa. Kemudian, untuk pemotongan PPh Pasal 22, dikenakan dengan tarif sebesar 0,5% sesuai dengan PMK terlampir. Pada pemotongan PPh Pasal 22 terdapat mekanisme khusus yakni bagi badan usaha yang terdaftar sebagai penyedia wajib pajak usaha mikro, kecil, dan menengah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (PP 23/2018), atau PP Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (PP 55/2022), serta wajib pajak yang tidak terdaftar dengan ketentuan tersebut. Namun, atas kedua Wajib Pajak tersebut tetap dikenakan pemotongan PPh Pasal 22 sebesar 0,5%.
Sebagai contohnya, ini hanya misal, Pihak A yang merupakan satuan pendidikan melakukan pembelian barang melalui SIPLah Blibli dengan Pihak B. Dalam transaksi tersebut mitra akan melakukan perincian sebagai berikut. Dalam bukti pembayaran, akan tercantum keterangan yang menginformasikan besaran PPN serta PPh Pasal 22. Pihak A akan dibebankan sejumlah harga barang dengan PPN ditambah biaya admin lainnya apabila dibebankan. Dalam mekanisme tersebut, Pihak A akan menyetorkan besaran yang tercantum berupa harga barang dengan PPN kepada mitra melalui sistem pembayaran yang telah ditentukan. PPN yang telah dibayarkan Pihak A kepada mitra akan disetorkan ke kas negara melalui mekanisme pemungutan PPN PPMSE. Pada mekanisme tersebut pihak A telah melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Selanjutnya, dari Pihak B akan dilakukan perhitungan pemotongan PPh Pasal 22 sebesar 0,5% oleh mitra. Sebelum dibayarkan kepada Pihak B, mitra akan melakukan pemotongan PPh Pasal 22 dari harga barang yang dibayarkan Pihak A. Apabila harga barang yang tercantum adalah sebesar Rp10.000.000 --tanpa biaya admin-- pihak B akan menerima penghasilan bersih sebesar Rp9.950.000 (dipungut PPh Pasal 22 dengan tarif 0,5% dari Rp10 juta).
Pada ketentuan pemungutan PPh Pasal 22 melalui PPMSE, Pihak B dapat menjadikan bukti pemotongan tersebut sebagai kredit pajak atau sebagai pengurang pajak penghasilan yang bersifat final dengan catatan Pihak B merupakan wajib pajak PP 23/2018 atau PP 55/2022. Jika diasumsikan Pihak B merupakan wajib pajak PP 55/2022 yang hanya melakukan transaksi melalui SIPLah Blibli, Pihak B tidak perlu melakukan penyetoran pajak dikarenakan seluruh pembayaran telah dilakukan oleh mitra. Selanjutnya, kewajiban dari Pihak B hanya melaporkan seluruh pemotongan tersebut pada SPT Tahunannya. Jika dalam perjalannya, pihak B merupakan PKP yang akan melakukan pelaporan SPT Masa PPN, atas transaksi melalui PPMSE dapat diakui sebagai transaksi yang telah dilakukan dengan pemungut PPN dan tidak perlu melakukan penyetoran kembali atas sejumlah PPN tersebut. Dengan demikian, melalui mekanisme pemotongan tersebut Pihak B telah menyelesaikan kewajiban perpajakannya sebagai penyedia.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 535 kali dilihat