Manfaatkan Insentif Pajak, Laporan Realisasi Harus Benar dan Tepat
Oleh: Putu Dian Pusparini, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Kebijakan pemberian insentif pajak bagi wajib pajak yang usahanya terdampak pandemi Covid-19 diperpanjang sampai akhir Desember 2021. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 82/PMK.03/2021 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019.
Pemerintah melanjutkan pemberian enam insentif pajak yang dapat dimanfaatkan oleh wajib pajak antara lain:
- Insentif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP), diberikan kepada karyawan yang bekerja pada perusahaan yang bergerak di salah satu dari 1.189 bidang usaha tertentu yang telah ditentukan dengan kriteria penghasilan bruto setahun maksimal Rp200 juta.
- Insentif PPh Final PP 23 DTP bagi Wajib Pajak Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
- Insentif PPh Final Jasa Konstruksi DTP, khusus untuk wajib pajak yang menerima penghasilan dari usaha jasa konstruksi dalam Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI).
- Insentif PPh Pasal 22, berupa Pembebasan PPh Pasal 22 Impor guna mendorong wajib pajak yang bergerak di salah satu dari 132 bidang usaha tertentu yang mana sebelumnya berjumlah 730 bidang usaha.
- Insentif PPh Pasal 25, berupa pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50% dari angsuran PPh Pasal 25 yang seharusnya terutang untuk wajib pajak yang terdampak sesuai dengan Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) yang telah ditentukan.
- Insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN), berupa restitusi dipercepat (pengembalian pendahuluan atas kelebihan pajak) untuk Pengusaha Kena Pajak (PKP) berisiko rendah yang bergerak di salah satu dari 132 bidang usaha tertentu. Sebelumnya 725 bidang usaha mendapat insentif restitusi dipercepat dengan syarat jumlah lebih bayar paling banyak Rp5 miliar.
Terdapat dua hal penting yang diatur pada Pasal 19B PMK Nomor 82/PMK.03/2021 yaitu:
- Bagi pemberi kerja dan/atau wajib pajak yang akan memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 DTP dan/ atau insentif pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sejak Masa Pajak Juli 2021, harus menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 DTP dan/atau pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 paling lambat tanggal 15 Agustus 2021.
- Pemberi kerja, wajib pajak, dan/atau pemotong pajak yang telah menyampaikan laporan realisasi dan/atau laporan realisasi pembetulan pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 DTP dan insentif PPh Final PP23 namun mendapat notifikasi tidak valid atau masih terdapat kesalahan, maka wajib pajak masih dapat menyampaikan pembetulan laporan realisasi masa pajak Januari 2021 sampai dengan masa pajak Juni 2021 paling lambat tanggal 31 Oktober 2021.
Perlu diingat juga bahwa penyampaian laporan realisasi insentif pajak dilakukan paling lambat pada tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir, sesuai dengan ketentuan PMK Nomor 9/PMK.03/2021. Jika wajib pajak tidak atau terlambat menyampaikan laporan realisasi maka insentif pajak tidak dapat dimanfaatkan pada masa pajak yang bersangkutan. Dengan demikian, wajib pajak harus menyetorkan PPh terutang.
Oleh karena itu, pemerintah melalui PMK Nomor 82/PMK.03/2021 memberi kesempatan kepada wajib pajak untuk menyampaikan pembetulan laporan realisasi pemanfaatan insentif pajak masa pajak Januari sampai masa pajak Juni 2021 agar insentif pajak ini dapat dipertanggungjawabkan secara baik kepada pemangku kepentingan.
Sehubungan dengan perpanjangan insentif ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengimbau wajib pajak yang memanfaatkan insentif pajak tersebut agar melaporkan realisasi insentif secara benar melalui aplikasi daring dengan formulir yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil evaluasi pada semester I tahun 2021, DJP masih menemukan banyaknya kesalahan yang dilakukan wajib pajak dalam menyampaikan laporan realisasi insentif pajak ini.
Kesalahan yang Sering Terjadi
Laporan realisasi pemanfaatan insentif pajak harus memenuhi ketentuan yang berlaku. Laporan yang tidak valid atau tidak sesuai ketentuan akan dianulir oleh sistem DJP dan harus dilakukan pembetulan sendiri oleh wajib pajak dengan menyampaikan laporan pembetulan realisasi insentif pajak sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Adapun beberapa kesalahan dalam pelaporan yang sering ditemukan antara lain:
- Pemberi kerja yang melaporkan realisasi PPh Pasal 21 DTP menyampaikan data pegawai berupa NPWP ataupun nama pegawai yang tidak sesuai dengan Master File Wajib Pajak (MFWP) yang terdaftar.
- Wajib pajak yang melaporkan PPh Final PP23 sering salah melaporkan transaksi atas PPh Final yang disetor sendiri atau transaksi yang dilakukan dengan pihak pemotong atau pemungut pajak.
- Wajib pajak tidak melampirkan cetakan e-billing yang berisi PPh DTP.
Untuk menghindari kesalahan tersebut terulang kembali, wajib pajak dapat berkonsultasi melalui saluran yang telah disediakan DJP, baik melalui telepon ataupun datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdaftar dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan dan mengambil antrean melalui kunjung.pajak.go.id.
Kemudahan Insentif PPh Final PP23
Sesuai dengan ketentuan pada PMK Nomor 9/PMK.03/2021 s.t.d.d PMK Nomor 82/PMK.03/2021, wajib pajak tidak perlu lagi mengajukan pemberitahuan atau Surat Keterangan (Suket) PP 23/2018 terlebih dahulu. Penyampaian laporan realisasi dapat diperlakukan sebagai pengajuan Suket PP 23/2018.
Namun demikian, penghilangan kewajiban pengajuan Suket PP 23/2018 adalah untuk wajib pajak UMKM yang melunasi PPh dengan cara disetor sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan.
Suket PP 23/2018 tetap diperlukan bagi wajib pajak UMKM yang melunasi PPh Final dengan cara dipotong atau dipungut oleh pemotong atau pemungut pajak. Suket PP 23/2020 tetap diperlukan untuk memastikan PPh Final tidak dipungut untuk transaksi yang dilakukan UMKM.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 617 kali dilihat