Manfaat THR di Masa Pandemi Menurut Teori Keynes

Oleh: Muhammad Fikri Ali, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Pada 29 April 2021 Ibu Sri Mulyani Indrawati mengadakan konferensi pers tentang THR dan Gaji ke-13 yang atas penerbitannya dibuatlah beleid Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 42/PMK.05/2021 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya dan Gaji Ketiga Belas Kepada Aparatur Negara, Pensiunan, Penerima Pensiun, dan Penerima Tunjangan Tahun 2021 yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Biasanya dalam proses pembentukan suatu Rancangan Undang-Undang (RUU), pemrakarsa RUU akan membuat naskah akademik sebagai dasar pembuatan Undang-Undang (UU). Naskah akademik, sebagaimana definisi dari UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitiannya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.
Idealnya, naskah akademik memiliki sifat transparan dan dapat diakses oleh khalayak luas (selama tidak menyangkut rahasia negara) agar masyarakat dapat memberi masukan kepada pemrakarsa RUU. Naskah akademik memuat dasar filosofis, yuridis, sosiologis, pokok, dan lingkup materi yang akan diatur, serta konsep awal RUU. Sehingga naskah akademik berisikan landasan akademik mengapa suatu peraturan dibuat (strong why). Namun, untuk peraturan selain UU, Penulis belum pernah menemukan naskah akademik yang membahas beleid selain UU tersebut dibuat. Dalam tulisan ini Penulis akan mencoba memahami maksud mengapa ada pemberian Tunjangan Hari Raya sebelum Idulfitri dalam perspektif Penulis.
Jika menilik ke Pasal 2 PMK Nomor 42/PMK.05/2021, pemrakarsa PMK hanya menyinggung alasan pemberian THR sebagai wujud penghargaan atas pengabdian kepada bangsa dan negara dengan memperhatikan kemampuan negara. Sedangkan menurut Penulis, pemberian THR sebenarnya memiliki dasar sosiologis yang kuat, yang dampaknya bisa merembet ke perekonomian negara sehingga memberi stimulus agar perekonomian negara makin bergerak positif. Namun, hal ini tidak dinyatakan secara tertulis di bagian maksud dan tujuan PMK tersebut dibuat.
Jumlah penduduk di Indonesia menurut data Statistik Indonesia 2020, yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 268,1 juta. Apabila menggunakan hasil Sensus Penduduk Indonesia 2018 dari BPS, maka jumlah penganut agama Islam adalah 232,4 juta . Angka tersebut tentu bukanlah angka kecil. Selain itu, fakta bahwa fenomena mudik adalah tradisi khas masyarakat Indonesia yang seringkali dilakukan di setiap Ramadan menimbulkan banyak akibat. Apalagi ditambah dengan falsafah Jawa, mangan ora mangan sing penting kumpul (makan tidak makan yang penting kumpul), mengindikasikan seberapa pentingnya budaya kumpul/bertemu di kalangan Jawa. Populasi suku Jawa sendiri terbilang cukup banyak di seantero Indonesia, mulai dari Sabang sampai dengan Merauke. Indonesia memiliki budaya cenderung ketimuran khas Asia. Seperti halnya penduduk Asia yang lain, masyarakat Indonesia mengutamakan keluarga di atas segalanya.
Kembali lagi ke falsafah sebelumnya, penggunaan kata mangan dapat diartikan sebagai sesuatu yang sangat penting karena seseorang akan mati jika tidak makan. Ungkapan ini dapat ditafsirkan juga sebagai, orang Jawa rela mengorbankan anggaran makan asalkan dapat bertemu dengan keluarga. Akibatnya, tidak sedikit orang Jawa Islam yang di tanah rantau rela menyisihkan uangnya untuk pulang kampung di bulan Ramadan agar dapat bertemu dengan keluarga.
Melihat kejadian tersebut, Pemerintah selaku regulator peraturan perlu mengambil tindakan. Mengingat di setiap transaksi ekonomi memerlukan sumber daya uang/permintaan uang (dengan menggunakan perspektif materialisme), maka Pemerintah memberikan bantuan berupa THR sebagai penyokong. Apalagi ditambah faka bahwa jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) per 2019 sebanyak 4.189.121 (Statistik Indonesia 2020). Harapannya, para penerima THR menggunakan uang tersebut untuk kepentingan produktif dan primer supaya efek ekonomi yang muncul semakin bermanfaat.
Apa yang dilakukan oleh Pemerintah hanyalah salah satu penerapan dari Teori Keynes, yang dikemukakan oleh ekonom John Maynard Keynes pada akhir abad ke-20. Dalam teori tersebut, Keynes menyatakan bahwa ekonomi makro dapat memengaruhi perilaku individu ekonomi mikro. Dalam skenario THR yang dibuat oleh Pemerintah, Pemerintah berusaha menciptakan stimulus kepada masyarakat. Selain memberikan THR kepada PNS, pemberian THR ini juga diiringi dengan seruan Pemerintah untuk membelanjakan THR sebanyak-banyaknya. Semakin banyak uang yang dihabiskan masyarakat, maka perputaran ekonomi di Indonesia akan semakin bergerak karena seperti yang diketahui bersama bahwa perputaran ekonomi di Indonesia cenderung melambat di era pandemi, apabila tidak bisa menyebutnya dengan macet.
Ambil contoh perhitungan, di tahun 2021 ini Pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengalokasikan dana sebesar Rp30,6 triliun untuk THR para abdi negara. Untuk memudahkan perhitungan mari ambil Rp30 triliun sebagai dasar perhitungan. Apabila para penerima THR benar-benar menghabiskan uang THR seluruhnya, maka transaksi ekonomi pertama dapat memutar roda perekonomian sebesar Rp30 triliun. Selanjutnya, pihak kedua yang merasakan dampak dari THR, yaitu pedagang, akan menerima THR secara tidak langsung sebesar Rp30 triliun juga. Para pedagang tentu memiliki prinsip untuk mendapatkan profit. Selain itu, para pedagang juga memiliki keharusan untuk membayar biaya tetap dan biaya variabel. Anggap setengah dari yang mereka terima digunakan untuk profit, biaya tetap dan biaya variabel. Sisanya digunakan untuk belanja kebutuhannya sehingga rantai transaksi ekonomi kedua dapat memutar roda perekonomian sebesar Rp15 triliun.
Dari contoh di atas, terlihat bahwa hanya dalam dua rantai transaksi ekonomi, pengeluaran Pemerintah sebesar Rp30 triliun dapat memutar roda perekonomian sebesar Rp45 triliun (Rp30 triliun+Rp15 triliun). Tidak hanya itu saja, Pemerintah juga akan mendapatkan timbal balik (feedback) dari transaksi ekonomi berupa penerimaan pajak, khususnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh). Akhirnya, Pemerintah pun juga diuntungkan dengan adanya pemberian THR ini. Apabila menggunakan istilah dalam dunia usaha: Pemerintah balik modal meskipun tidak seberapa jika dihitung menggunakan perhitungan yang kasatmata berbasis angka yang dapat dihitung.
Oleh karena itu, dalam tulisan ini Penulis mengajak kepada masyarakat untuk mengeluarkan THR sebanyak-banyaknya. Namun tetap, sebaiknya juga digunakan dengan bijak dan mempertimbangkan kebutuhan primer yang berhubungan dengan masa depan agar tidak terjadi di kemudian hari penerima THR mengandalkan THR untuk keperluan-keperluan yang bersifat sekunder, yang parah lagi jika keperluan tersier mengandalkan THR.
Selamat Ramadan dan Idulfitri, mohon maaf lahir dan batin bagi seluruh rakyat Indonesia. Tabik.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 208 kali dilihat