Insetif PPN Sewa Ruangan Tinggal Dua Bulan Lagi!

Oleh: Eckha Desti Kusumawardani, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Pandemi Covid-19 belum menemui ujungnya. Pada awal bulan Juni, kasus konfirmasi positif perlahan merangkak naik. Puncaknya pada Juli 2021, warga kembali “dipaksa” beraktivitas dari rumah. Serial labeling pembatasan aktivitas mulai dari PSBB Mikro, PPKM Darurat hingga layering level PPKM menjadi salah satu indikator betapa cepat kondisi berubah. Pusat perbelanjaan tidak lagi ramai pembeli, restoran dilarang melayani makan-minum di tempat, dan tempat wisata kosong dari pengunjung.
Pemerintah dan masyarakat dituntut untuk luwes menyikapi kondisi yang cepat berganti. Setahun lebih pandemi telah dilewati, semua orang mulai cakap beradaptasi. Pembelajaran melalui tatap muka virtual, rapat tanpa kehadiran fisik sudah menjadi hal yang dialami sehari-hari. Kebiasaan baru terbentuk dalam proses yang dinamis ini.
Pemerintah telah merancang program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dengan berbagai fasilitas dan bantuan untuk masyarakat, salah satunya adalah insentif perpajakan. Sejak permulaan “terpukul pandemi” pada awal tahun 2020, Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak telah menetaskan insentif perpajakan untuk wajib pajak yang terdampak Covid-19.
Insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP), pembebasan PPh Pasal 22 Impor, PPh Final DTP, insentif pajak pertambahan nilai (PPN), diperpanjang sampai 31 Desember 2021 dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2021 tentang Insetif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019.
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan menjaga keberlangsungan usaha sektor perdagangan, satu lagi instrumen insentif perpajakan dikeluarkan yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.010/2021 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Sewa Ruangan atau Bangunan kepada Pedagang Eceran yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021. Fasilitas dalam peraturan ini khusus diberikan kepada pedagang eceran yang dalam usahanya menyewa ruangan atau bangunan kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Syarat dan Ketentuan
Pedagang eceran dalam ketentuan ini adalan pengusaha yang seluruh atau sebagian kegiatan usahanya melakukan penyerahan barang dan/atau jasa kepada konsumen akhir. Sedangkan ruangan atau bangunan yang dimaksud dapat berupa toko atau gerai yang berdiri sendiri, atau yang berada di pusat perbelanjaan, komplek pertokoan, fasilitas apartemen, hotel, rumah sakit, fasilitas pendidikan, fasilitas transportasi publik, fasilitas perkantoran, atau pasar rakyat.
Namun demikian, tidak semua PPN atas tagihan sewa ruangan/bangunan akan ditanggung pemerintah. Insentif diberikan untuk PPN yang terutang atas sewa bulan Agustus 2021 sampai dengan bulan Oktober 2021 yang ditagihkan di bulan Agustus sampai dengan November 2021. Untuk menghitung besarnya PPN DTP adalah sebesar 10% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP), yaitu berupa nilai penggantian. Penggantian ini dapat termasuk juga biaya pelayanan (service charges) baik yang ditagihkan bersamaan dengan tagihan jasa sewa maupun yang ditagihkan secara terpisah.
Langkah-Langkah
Untuk dapat memanfaatkan insentif PPN DTP atas sewa ruangan atau bangunan ini, PKP sebagai pihak yang melakukan penyerahan jasa sewa ruangan atau bangunan, wajib membuat faktur pajak dengan kode “07” yang berarti bahwa penyerahan tersebut PPNnya ditanggung pemerintah.
Faktur pajak ini harus diberikan keterangan “PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKSEKUSI PMK NOMOR 102/PMK.010/2021” dan menyebutkan frasa “sewa ruangan atau bangunan, keterangan lokasi dan bulan sewa jasa ruangan atau bangunan kepada pedagang eceran” pada kolom nama jasa. Faktur ini wajib dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN.
Sebagaimana insentif pajak yang lain, PKP juga wajib membuat laporan realisasi PPN DTP melalui akun pajak mereka. Laporan ini wajib dilaporkan setiap masa pajak sesuai dengan saat pembuatan faktur pajak, paling lama akhir bulan berikutnya setelah akhir masa pajak. Jika ketentuan tersebut tidak dipenuhi, insentif tidak akan diberikan.
Do and Don’t
Dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan disebutkan bahwa dalam jangka waktu lima tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
Ketentuan ini juga berlaku untuk pelaksanaan insentif ini. Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atas nama Direktur Jenderal Pajak dapat menagih PPN yang terutang sesuai dengan ketentuan jika diperoleh informasi yang menunjukkan:
- objek yang diserahkan bukan merupakan jasa sewa ruangan atau bangunan kepada pedagang eceran;
- periode sewa tidak sesuai dengan ketentuan;
- penyerahan tidak memenuhi kaidah penerbitan faktur, tidak melaporkan dalam SPT Masa PPN dan tidak membuat laporan realisasi.
Insentif PPN DTP atas sewa ruangan atau bangunan ini secara mikro diharapkan dapat mengurangi biaya operasional yang ditanggung oleh pengusaha perdagangan eceran. Untuk itu wajib pajak dapat memanfaatkan dengan bijak dan tanggung jawab. Jika dimanfaatkan untuk kecurangan tertentu, bukan hanya surat cinta yaitu SP2DK (Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan) yang akan datang dari KPP namun juga ada beban morel karena mengemplang hak rakyat dalam PPN yang seharusnya dibayar di masa sulit seperti ini.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja.
- 100 kali dilihat