Oleh : Baryeri Enggarnadi, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Saat ini Dunia sedang melawan perang, bukan antarkekuatan atau senjata melainkan perang melawan sesuatu hal yang tak kasat mata namun memiliki dampak yang besar dan berbahaya yaitu virus Covid-19. Sekitar 67 juta orang yang tengah berperang melawan Covid-19, namun dua juta di antaranya gugur akibat Covid-19.

Berbagai upaya pemerintah dalam menekan kasus Covid-19 telah dilakukan melalui pemberlakuan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat). Namun, dampak akibat penyebaran Covid-19 masih dapat dirasakan, bukan hanya korban jiwa, gaya hidup, tata cara bersosialisasi, dan yang lebih parah adalah sektor ekonomi yang ikut terkena dampaknya.

Beberapa dampak yang dapat dirasakan dari sektor ekonomi yaitu meningkatnya pengangguran dan kemiskinan. Pandemi Covid-19 menyebabkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada periode Agustus 2020 yang sebelumnya berhasil ditekan di angka 5,23 persen meningkat menjadi 7,07 persen. 

Peningkatan jumlah pengangguran pun turut membuat jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan. Data BPS menunjukkan, jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 27,55 juta orang pada September 2020. Jumlah tersebut meningkat 2,76 juta dibandingkan posisi September 2019. Angka tersebut membuat kemiskinan Indonesia kembali ke level 10 persen dari jumlah penduduk, yakni sebesar 10,19 persen. 

Oleh karena itu untuk memulihkan ekonomi Indonesia pemerintah membentuk Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020 dan ditandatangani oleh Presiden pada tanggal 20 Juli 2020. Sejumlah upaya terbaik untuk penyelamatan ekonomi adalah tetap fokus pada pemberian kredit modal kerja yang lebih besar kepada pelaku usaha UMKM. 

Selain itu pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah mengeluarkan beberapa kebijakan insentif dan relaksasi di bidang perpajakan untuk wajib pajak yang terkena dampak pandemi Covid-19 demi terwujudnya Pemulihan Ekonomi Nasional. Apa itu insentif dan relaksasi pajak?

Insentif dan relaksasi pajak adalah kebijakan pemerintah yang mengacu pada upaya yang dilakukan suatu negara untuk menarik investor dalam rangka mendorong aktivitas ekonomi. Hal ini juga menjadikan kompetisi antar negara untuk meyakinkan investor masuk dan menanamkan modal di negaranya serta tidak berpindah ke negara lain.

 Adapun insentif  pajak yang pemerintah berlakukan sementara selama pandemi Covid-19 berlangsung antara lain:

  • Insentif PPh Pasal 21

Karyawan yang bekerja pada perusahaan yang bergerak di salah satu dari 1.189 bidang usaha tertentu, perusahaan yang mendapatkan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), atau perusahaan di kawasan berikat dapat memperoleh insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah. Insentif ini diberikan kepada karyawan yang memiliki NPWP dan penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp200 juta.

Karyawan akan mendapatkan penghasilan tambahan dalam bentuk pajak yang tidak dipotong karena atas kewajiban pajaknya ditanggung oleh pemerintah. Apabila perusahaan memiliki cabang, maka pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 cukup disampaikan oleh pusat dan berlaku untuk semua cabang.

  • Insentif Pajak UMKM

Pelaku UMKM mendapat insentif PPh final tarif 0,5% sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 (PPh Final PP 23) yang ditanggung pemerintah. Dengan demikian wajib pajak UMKM tidak perlu melakukan setoran pajak. Pihak-pihak yang bertransaksi dengan UMKM juga tidak perlu melakukan pemotongan atau pemungutan pajak pada saat melakukan pembayaran kepada pelaku UMKM. Pelaku UMKM yang ingin memanfaatkan insentif ini tidak perlu mengajukan surat keterangan PP 23, tetapi cukup menyampaikan laporan realisasi setiap bulan.

  • Insentif PPh Final Jasa Konstruksi

Wajib pajak yang menerima penghasilan dari usaha jasa konstruksi dalam Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) mendapatkan insentif PPh final jasa konstruksi ditanggung pemerintah. Pemberian insentif ini dimaksudkan untuk mendukung peningkatan penyediaan air (irigasi) sebagai proyek padat karya yang merupakan kebutuhan penting bagi sektor pertanian kita.

  • Insentif PPh Pasal 22 Impor

Wajib pajak yang bergerak di salah satu dari 730 bidang usaha tertentu (sebelumnya Nomor SP-05/2021721 bidang usaha), perusahaan KITE, atau perusahaan di kawasan berikat mendapat insentif pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 impor. 

  • Insentif Angsuran PPh Pasal 25

Wajib pajak yang bergerak di salah satu dari 1.018 bidang usaha tertentu (sebelumnya 1.013 bidang usaha), perusahaan KITE, atau perusahaan di kawasan berikat mendapat pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50% dari angsuran yang seharusnya terutang.

  • Insentif PPN

Pengusaha kena pajak (PKP) berisiko rendah yang bergerak di salah satu dari 725 bidang usaha tertentu (sebelumnya 716 bidang usaha), perusahaan KITE, atau perusahaan di kawasan berikat mendapat insentif restitusi dipercepat hingga jumlah lebih bayar paling banyak Rp5 miliar.
 

Selain insentif pajak tersebut, pemerintah juga menetapkan beberapa relaksasi di antaranya:

  • Penurunan Tarif PPh Badan

Pemerintah turut menurunkan tarif umum PPh Badan yang semula 25% menjadi 22% untuk tahun pajak 2020 dan 2021, lalu menjadi 20% pada tahun pajak 2022. Sedangkan untuk perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbuka dengan jumlah keseluruhan saham yang diperdagangkan di bursa efek di Indonesia paling sedikit 40%, dan memenuhi syarat tertentu, dapat memperoleh tarif 3% lebih rendah dari tarif umum PPh Badan. Sehingga tarif PPh Badan menjadi 19% untuk tahun pajak 2020 dan 2021, lalu 17% mulai tahun pajak 2022.

  • Perpanjangan Waktu dalam Administrasi Perpajakan

Jangka waktu pengajuan keberatan oleh wajib pajak sebagaimana dalam Pasal 25 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU 28/2007) diperpanjang paling lama enam bulan.

Jangka waktu penerbitan surat ketetapan pajak sehubungan dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dalam Pasal 113 angka 8 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) yang mengubah Pasal 17B ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU 6/1983) diperpanjang paling lama enam bulan.

Jangka waktu pemberian keputusan atas keberatan sebagaimana dalam Pasal 26 ayat (1) UU 28/2007 diperpanjang paling lama 6 bulan. Jangka waktu permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar, pengurangan atau pembatalan hasil pemeriksaan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) UU 28/2007 diperpanjang paling lama 6 bulan. Jangka waktu pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dalam Pasal 113 angka 3 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 11 ayat (2) UU 6/1983 diperpanjang paling lama satu bulan.

  • Pemberian Fasilitas Kepabeanan

Menteri Keuangan memiliki kuasa untuk memberikan fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dalam rangka penanganan pandemi Covid-19, dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34 Tahun 2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai Serta Perpajakan atas Impor Barang Untuk Keperluan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan perubahannya.

  • Pajak atas Transaksi Elektronik

Pemerintah akan memungut PPN atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak oleh platform luar negeri melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Selain PPN, pemerintah turut memungut PPh atau pajak transaksi elektronik atas kegiatan PMSE oleh subjek pajak luar negeri yang memiliki kehadiran ekonomi signifikan di Indonesia.

Dengan memberikan keringanan berupa insentif dan relaksasi pajak kepada masyarakat Indonesia, diharapkan masyarakat kompak dan calon investor terus berinvestasi di Indonesia. Selain itu dapat meningkatkan kesadaran wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dan tidak lagi merasakannya sebagai beban, penerimaan negara akan bertambah dan berdampak pada kesejahteraan masyarakat Indonesia.

 

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.