Oleh: Syamsul Anwar, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Media informasi mengalami peningkatan yang sangat pesat seiring dengan kencangnya laju pertumbuhan teknologi dunia. Dukungan yang diberikan teknologi yang sudah ada—dan masih akan terus berkembang—tidak hanya memicu pesatnya perkembangan media informasi. Semua sisi kehidupan mengalami percepatan yang sangat besar seiring dengan majunya teknologi yang dimiliki manusia.

Dalam beberapa dekade terakhir, salah satu penemuan yang memiliki dampak sangat signifikan bagi kehidupan manusia adalah ditemukannya internet. Internet membuat kemajuan teknologi jadi semakin tak terbendung. Bisa kita lihat saat ini di semua lini kehidupan terutama media informasi dan komunikasi yang sangat bergantung dengan internet. Berbagai platform media sosial sudah berkembang sedemikian pesatnya hingga interaksi antarmanusia mulai bergeser tidak hanya di dunia nyata tetapi juga di dunia maya.

Di Indonesia sendiri, pengaruh dari pesatnya kemajuan media informasi dan komunikasi berbasis internet sangat terasa dengan adanya pergeseran gaya hidup manusia yang hidup di dalamnya. Kini hampir semua penduduk di Indonesia sudah mengenal dan memiliki alat komunikasi elektronik berbasis internet mulai dari telepon pintar, televisi pintar, komputer, hingga komputer jinjing.

Tidak hanya di kota besar saja, kecanggihan teknologi telepon pintar dan internetnya sudah merambah daerah-daerah kecil yang jauh dari perkotaan. Dari semua media tersebut, telepon pintar menjadi alat yang paling banyak dimiliki penduduk Indonesia. Kepemilikan telepon pintar ini selalu diiringi dengan penggunaan media sosial dan internet baik untuk menunjang produktivitas maupun sekedar untuk hiburan semata.

Dengan tingginya intensitas penggunaan perangkat dengan dukungan internet dan media sosial ini persebaran informasi menjadi sangat cepat dan trennya sudah bergeser tidak seperti masa-masa yang lalu. Tren penggunaan media cetak untuk menyebarkan informasi sudah sangat berkurang hingga mencapai titik ketika peran media cetak hampir bisa digantikan sepenuhnya oleh perangkat berbasis internet dan media sosial.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai institusi yang diberi amanah untuk mengumpulkan penerimaan negara di sektor pajak harus bisa beradaptasi dengan realitas yang berkembang di masyarakat sekarang. Pelayanan dan persebaran informasi yang diberikan harus mengikuti tren perkembangan media informasi yang ramai dipakai masyarakat yang tidak lain adalah wajib pajak itu sendiri.

 

Ekosistem Penerimaan Pajak

Di awal tahun 2019 ini, DJP sebenarnya sudah banyak menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada dengan meluncurkan platform seperti DJP Online yang sudah bisa melayani pelaporan pajak secara daring. Selain DJP Online, kebijakan-kebijakan DJP saat ini sudah mengarah menuju modernisasi perpajakan. Hal ini tentunya menjadi hal yang sangat baik untuk bisa memaksimalkan kinerja pegawai pajak dan memudahkan wajib pajak sehingga pendapatan negara dari sektor pajak bisa dimaksimalkan.

Namun, rasanya masih terdapat beberapa kenyataan yang menjadi hambatan untuk menciptakan ekosistem penerimaan pajak yang ideal. Salah satu kenyataan yang harus kita hadapi adalah rendahnya pengetahuan dan kesadaran pajak yang dimiliki oleh masyarakat sebagai wajib pajak.

Hal ini tercermin dari masih kurangnya jumlah wajib pajak yang aktif melaporkan pajaknya setiap tahun jika kita bandingkan dengan jumlah seluruh masyarakat yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sebagus apa pun platform dan pelayanan yang diberikan DJP untuk melayani Wajib Pajak, jika tidak ada kesadaran dari semua lapisan masyarakat akan pentingnya pajak, penerimaan pajak di Indonesia tidak akan bisa maksimal.  

Ditambah lagi masih adanya stigma yang muncul di masyarakat bahwa daripada membayar pajak yang mungkin dikorupsi oleh oknum petinggi negara lebih baik membayar zakat saja yang diwajibkan agama. Pandangan seperti ini tentu keliru dan harus diluruskan. Jika seluruh penduduk di Indonesia sudah memiliki pemahaman yang sama akan pentingnya pajak bagi keberlangsungan negara, penerimaan pajak Indonesia tentu akan lebih maksimal.

Untuk bisa menanamkan pemahaman akan pentingnya membayar dan melaporkan pajak kepada masyarakat banyak cara yang bisa dan sudah ditempuh DJP mulai dari sosialisasi kepada wajib pajak secara langsung hingga membuat seminar-seminar perpajakan.

Langkah-langkah tadi memang bisa memberikan dampak secara cepat, namun tidak dalam jangka waktu yang lama dan pengaruhnya tidak begitu luas. Dengan langkah-langkah seperti sosialisasi mungkin bisa menanamkan kesadaran pajak, tetapi hanya kepada mereka yang hadir dalam sosialisasi saja.

Bagaimana dengan yang tidak hadir? Bagaimana dengan generasi penerus yang duduk di bangku sekolah dan nantinya akan menggantikan orang-orang dewasa menjadi penopang ekonomi dan pembayar pajak yang baru? Dengan kondisi sedemikian rupa, menanamkan kesadaran pajak sejak dini di usia sekolah merupakan cara yang akan memberi dampak yang luas, berkelanjutan, dan efeknya dapat dirasakan dalam jangka waktu yang panjang.

 

e-Learning

DJP bisa menanamkan kesadaran mengenai pentingnya pajak bagi negara Indonesia bagi siswa-siswa usia sekolah dengan menggandeng Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. DJP bersama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bekerja sama untuk menanamkan kesadaran pentingnya pajak dengan menciptakan mata pelajaran mengenai pengetahuan dasar pajak di jenjang pendidikan menengah (SMP dan SMA).

Untuk jenjang SMP, mata pelajaran yang dimasukkan cukup mengenai pengetahuan umum tentang pajak (pengertian dan lain sebagainya) dan pentingnya pajak bagi berjalannya negara. Sedangkan untuk jenjang SMA, selain pengetahuan umum tentang pajak dan pentingnya pajak bagi negara, pelajaran mulai disisipi dengan perhitungan pajak sederhana bagi wajib pajak orang pribadi dan bagaimana melaporkan pajak secara daring.

Pelajaran yang diberikan di jenjang sekolah ini harus dikemas dengan menyesuaikan kondisi remaja di masa sekarang yang kehidupannya tidak bisa dipisahkan dari telepon pintar, internet, dan media sosial.

Saat ini memang sudah banyak materi tentang pajak yang tersebar di internet mulai dari yang tersedia di situs web resmi DJP hingga materi yang dibuat oleh pihak swasta. Materi yang tersedia di internet tersebut sebagian besar masih berupa materi dengan tulisan yang pengemasan bahasanya masih senada dengan bahasa undang-undang yang notabene susah dipahami maknanya secara langsung dan tidak menarik untuk dipelajari.

Untuk itu, DJP sebagai penyedia materi dalam kerja samanya dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus mampu membuat materi interaktif yang menarik, mudah dipahami, dan bisa diakses kapan saja. Materi interaktif yang disediakan DJP nantinya akan bisa diakses oleh para siswa di SMP dan SMA yang menjalani pelajaran dasar mengenai penanaman kesadaran pajak melalui sistem e learning.

Materi yang disediakan nantinya tidak hanya dimanfaatkan oleh guru untuk mengajar di kelas saja. Materi interaktif tersebut juga bisa diakses di rumah sebagai sarana belajar mandiri. Pada praktiknya nanti, siswa tidak hanya mendapat pelajaran di kelas oleh guru di sekolah dengan menggunakan materi e learning interaktif yang sudah disediakan DJP saja. Para siswa juga akan mendapat pelajaran langsung dari pegawai pajak yang bekerja di kantor pajak sekitar sekolahnya di salah satu pertemuannya sehingga pelajar bisa bertanya langsung kepada pegawai yang sudah terjun langsung di lapangan.

Dengan menanamkan kesadaran pajak pada siswa-siswa di sekolah, diharapkan nantinya generasi penerus yang akan menggantikan para orang dewasa yang sekarang menopang perekonomian nasional akan mengerti dan paham betapa pentingnya pajak bagi berlangsungnya negara Indonesia.

Jika nilai-nilai tersebut terus ditanamkan pada generasi penerus kita di masa depan akan tiba suatu masa di mana seluruh rakyat Indonesia mengerti akan pentingnya pajak bagi negara. Setelah mengetahui pentingnya pendanaan negara dari pajak, sistem Self Assessment di Indonesia akan berjalan dengan maksimal sehingga penerimaan negara dari sektor pajak akan meningkat pada titik maksimalnya.

 

*)Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.