Dongkrak Pajak dari Raksasa yang Sedang Tertidur
Oleh : Wisnu Saka Saputra, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan pelopor pertumbuhan dan perkembangan perekonomian Indonesia. Ibarat kata, UMKM merupakan raksasa yang sedang tidur. Berbagai kalangan mempunyai perhatian yang amat serius mengenai pesatnya pertumbuhan UMKM yang ada di Indonesia. Di dalam buku Prof. Dr. H. Rully Indrawan, M.Si yang berjudul "Pengembangan UMKM" menjelaskan bahwa strategi dan kebijakan perekonomian di Indonesia salah satunya dipengaruhi oleh kontribusi UMKM.
Jika melihat krisis tahun 1998, UMKM muncul sebagai penyelamat ekonomi rakyat. Produksi UMKM selain bisa lebih efisien dipasar dunia, juga mampu menyerap kurang lebih 85% dari tenaga kerja yang ada. Jika melihat data pada Asian Development Bank (ADB) Institute, konstribusi UMKM terhadap PDB di Indonesia termasuk yang paling tinggi dibanding negara-negara lain di Asia. Walaupun kecenderungan UMKM Indonesia masih melayani pasar lokal, tetapi potensi kita dalam dunia internasional, terlebih Asia, sangat diperhitungkan.
Kriteria UMKM berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 hanya berdasarkan besarnya kekayaan bersih dan omzet per tahun. Sementara itu, kriteria UMKM berdasarkan Badan Pusat Statistik ada pada jumlah tenaga kerja usaha tersebut. Adapun menurut BPS, usaha mikro yang memiliki tenaga kerja 1 s.d. 4 orang, usaha kecil dengan jumlah tenaga kerja 5 s.d. 19 orang, dan usaha menengah dengan tenaga kerja 20 s.d. 99 orang.
Berdasarkan kriteria tersebut, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 sebagai pengganti PP Nomor 46 Tahun 2013 tentang revisi PPh Final untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Tarif PPh Final direvisi menjadi 0,5% dari yang sebelumnya sebesar 1%. Penerapan peraturan pemerintah kepada wajib pajak sektor UMKM dengan alasan selain sederhana dan mekanismenya mudah, juga memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan bagi wajib pajak.
Bagi Direktorat Jenderal Pajak, peraturan ini memudahkan dalam perencanaan besarnya penerimaan pajak. Selain biaya pemungutan pajak yang murah, hal tersebut juga dapat memberikan peningkatan penerimaan pajak. Kebijakan penerapan tarif pajak PPh Final dari 1% menjadi 0,5% per bulan dari omzet bruto merupakan insentif bagi sektor UMKM.
Jika dilihat dalam jangka pendek memang akan terjadi potential loss atau shortfall terhadap penerimaan negara, tetapi dalam jangka panjang penerimaan pajak yang diperoleh dari UMKM ini akan semakin besar. Hal ini terjadi karena insentif dapat menggairahkan sektor riil sebagai dampak meningkatnya daya beli masyarakat akibat dari stimulus yang diberikan oleh pemerintah.
Selain itu, insentif pajak ini dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak sektor UMKM. Kenaikan daya beli masyarakat akan mempengaruhi sektor-sektor lain sehingga penerimaan pajak secara makro dapat bertambah. Ketika omzet UMKM naik maka daya beli masyarakat juga akan naik maka akan berdampak sangat signifikan terhadap penerimaan negara dan perekonomian kita.
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) akan menjadi ujung tombak dan juga garda terdepan DJP dalam menghimpun penerimaan pajak negara. Dalam hal ini, KPP mempunyai peran yang sangat penting dalam membangun komunikasi dengan para pelaku UMKM. KPP berperan baik dari segi pelayanan, penyuluhan, konsultasi, dan pengawasan wajib pajak agar pelaku UMKM dapat berkontribusi terhadap penerimaan negara.
Seiring perkembangan UMKM bukan berarti tanpa kendala dan masalah. Masalah yang menjadi kendala bagi UMKM mengenai pemasaran produk, pengelolaan keuangan, termasuk masalah pencatatan dan pembukuan, serta yang paling penting adalah masalah permodalan. Kebanyakan usaha kecil yang ada di Indonesia tidak mampu untuk mengelola sistem keuangan yang baik karena tidak membuat pencatatan dan pembukuan yang sistematis dan teratur yang seharusnya bisa dilakukan oleh usaha kecil.
Pengusaha kecil secara umum mempunyai pandangan yang menganggap bahwa informasi akuntansi tidak penting karena sulit untuk diterapkan dan membuang waktu dan biaya. Hal yang terpenting bagi pengusaha kecil yaitu bagaimana caranya untuk bisa menghasilkan laba yang banyak tanpa mengeluarkan biaya yang banyak pula, termasuk dalam penerapan akuntansi.
Sejatinya peran akuntansi penting bagi pengambilan keputusan di dalam pengelolaan keuangan perusahaan. Hal itu juga mempengaruhi para pelaku usaha yang enggan untuk membayar pajak UMKM. Tugas pemerintah saat ini yaitu menyediakan wadah dan layanan bagi UMKM agar mendapatkan panggung dalam pasar untuk mempromosikan barang produksinya.
Dengan membantu permodalan dan akses pasar, perkembangan UMKM akan menjadi semakin pesat. Pemerintah dapat mendorong kinerja produksi usaha kecil agar mendapatkan profit yang signifikan sehingga usaha mikro kecil akan mendapat insentif dan bisa berkembang menjadi usaha menengah. Selain itu, DJP sebagai perantara pemerintah pusat dengan pelaku UMKM perlu melakukan edukasi terkait penerimaan negara dari sektor pajak. Hidup UMKM!
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 180 kali dilihat