Dari Pendopo Dalem 93 Tahun Lalu

Oleh: Muhammad Rifqi Saifudin, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Pada 22 Desember 1928, ratusan orang berkumpul di Pendopo Dalem Raden Tumenggung Joyodipoero. Di tanggal yang pada 1959 ditetapkan sebagai Hari Ibu oleh Presiden Sukarno, dilaksanakan Kongres Perempuan Indonesia pertama. Acara dimulai dengan nyanyian penghormatan oleh anak-anak untuk para tamu dan dilanjutkan drama tanpa suara tentang cerita Dewi Sinta membakar diri, Srikandi, dan Perikatan Istri Indonesia. Setelah berkenalan, para tamu disilakan menyampaikan masalah perkumpulannya (Susan Blackburn, 2007).
Pada hari kedua kongres, Djami dari Darmo Laksmi menyampaikan pidato berjudul “Iboe”. Ia bercerita masa kecilnya yang dipandang rendah karena menjadi perempuan. Tidak hanya itu, bahkan ketika ada anak yang ingin lahir, dikatakan bahwa orangtuanya meminta kepada Tuhan untuk diberikan anak laki-laki. Di pidatonya Djami menekankan pentingnya pendidikan bagi seorang ibu, “Tak seorang akan termasyhur kepandaian dan pengetahuannya yang ibunya atau perempuannya bukan seorang perempuan yang tinggi juga pengetahuan dan budinya,” katanya.
Salah satu perjuangan kaum perempuan di masa itu adalah membuat perempuan memiliki hak yang sama dalam pendidikan seperti laki-laki. Hal ini dilakukan oleh Rohana Koedoes, Kartini, juga Dewi Sartika dengan membangun sekolah untuk memajukan perempuan.
Perjuangan dalam hal pendidikan tidak berhenti dengan pidato “Iboe”, hal itu diteruskan sampai sekarang, salah satunya dalam bentuk alokasi APBN sebesar 20% di bidang pendidikan. Selain itu, Kementerian Keuangan memiliki program Kemenkeu Mengajar untuk memperkenalkan keuangan negara kepada generasi muda di seluruh Indonesia. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pun memiliki agenda yang sama dengan program Pajak Bertutur.
Pajak Bertutur menjadi salah satu cara DJP untuk memperkenalkan pentingnya pajak sedini mungkin. Fakta bahwa sebentar lagi Indonesia akan mendapatkan bonus demografi membuat edukasi perpajakan kepada kaum muda harus digencarkan, agar saat generasi muda sudah menerima penghasilan, mereka memahami pentingnya membayar pajak.
Berbicara mengenai hari ibu, biasanya hari ini dirayakan dengan berbagi kasih dengan ibu. Ada yang bertukar kado atau sungkem dan berbagi canda serta cerita baik langsung maupun virtual. Indonesia sering disebut sebagai Ibu Pertiwi sehingga salah satu perayaan hari ibu adalah dengan berbakti kepada negeri tercinta. Salah satu bentuk bakti tersebut adalah rutin membayar pajak.
Pada Postur APBN 2022, penerimaan pajak ditargetkan sebesar Rp1.256 triliun dari total pendapatan negara sebesar Rp1.846,1 triliun. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, pajak menjadi sumber penerimaan terbesar bagi negara. Masyarakat yang membayar pajak artinya ikut berkontribusi dalam pembangunan negara. Bila dikaitkan dengan hari ibu, ini merupakan salah satu cara untuk berbakti kepada ibu pertiwi.
Perjuangan meneruskan gerakan di Pendopo Dalem 93 tahun lalu tidak bisa dilakukan tanpa bantuan seluruh rakyat Indonesia. Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan kontribusi di bidang perpajakan. Berbagai aksi yang diambil pemerintah tentunya memerlukan dana dari APBN. Pajak merupakan sumber terbesar dari dana tersebut.
Pemerintah pun turut ambil bagian dalam memberikan kasih kepada ibu pertiwi. Saat Indonesia dilanda pandemi Covid-19 yang memukul berbagai sektor terutama ekonomi dan kesehatan, pemerintah hadir memberikan berbagai insentif melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Terbaru, pemerintah menerbitkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang diundangkan dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 pada 29 Oktober 2021.
Salah satu tujuan UU HPP adalah meningkatkan pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan dan mendukung percepatan pemulihan perekonomian (Pasal 1 ayat (2) huruf a UU HPP). Tujuan ini dituangkan dalam bentuk beberapa kebijakan seperti hadirnya batasan peredaran bruto tidak dikenai Pajak Penghasilan dan pajak karbon.
Pasal 7 ayat (2a) menyebutkan bahwa Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e tidak dikenai Pajak Penghasilan atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500 juta dalam satu Tahun Pajak. Adanya batasan ini diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat di tengah pandemi yang belum berakhir.
Selain dari segi ekonomi, UU HPP juga ikut ambil bagian dalam mengatasi perubahan iklim melalui pajak karbon. Pajak karbon secara umum merupakan pajak yang dikenakan atas emisi dari bahan bakar fosil yang akan dijalankan bertahap sejak bulan April 2022.
Tahap awal dari pajak ini akan diterapkan pada sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara dengan tarif Rp 30,00/kg ekuivalen sesuai jumlah emisi yang melebihi batas yang ditetapkan. Pemilihan PLTU Batubara sebagai target pertama pajak karbon didasarkan pada data bahwa sedikitnya 61% sumber listrik Indonesia berasal dari PLTU Batubara. Selain itu, sektor pembangkit listrik merupakan salah satu sektor terbesar di Indonesia yang menyumbangkan emisi gas efek rumah kaca.
Hari ibu dirayakan pada tanggal yang menjadi tonggak penting perjuangan kaum perempuan di Indonesia. Sudah seharusnya kita pun memaknai hari ibu sebagai momen untuk meneguhkan kembali semangat untuk perjuangan demi perempuan, baik untuk para ibu, calon ibu, serta ibu pertiwi yang lebih baik.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 84 kali dilihat