Belajar dari Dr. Bambang, Sang Teladan Pajak

Oleh: Edmalia Rohmani, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Wajah yang ramah itu memancarkan rona semringah, ketika petugas pajak dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Cilandak menunjukkan tanda bukti pelaporan pajak yang dikirimkan Ditjen Pajak ke pos elektroniknya. Sambil tersenyum, ia mengangguk-anggukkan kepala seakan puas dengan proses yang baru saja dijalaninya. Ya, kelancaran pelaporan pajak via e-filing memang ganjaran yang pantas bagi wajib pajak yang lapor awal waktu macam Bambang Supriyanto.
Doktor Ilmu Hukum jebolan Universitas Padjadjaran ini memang layak menyandang sebutan teladan. Setiap tahun ia selalu melaporkan pajaknya tepat waktu dan membayar pajak dengan tertib.
“Saya tidak ingin menjadi beban bagi anak keturunan saya. Bila seandainya tiba-tiba dipanggil Yang Maha Kuasa, saya ingin kewajiban pajak saya sudah tuntas,” demikian untaian kalimatnya yang bijak, senantiasa mengandung hikmah kebijakan bagi siapa saja yang mendengarnya.
Ketika petugas memberikan pujian atas pernyataan tersebut, ia bahkan menambahkan, “Karena dasar itulah saya ikut Tax Amnesty. Saya tidak ingin punya tanggungan terhadap negara ini.” Sungguh pemikiran yang tak jamak di masa kini. Kesadaran pajak yang terbangun dalam dirinya demikian kokoh, sehingga tak segan membayar pajak sesuai dengan perhitungan yang telah dilakukan.
“Kalau memang kekurangannya harus bayar segitu ya harus dibayar,” pungkasnya ketika mengetahui jumlah pajak yang harus dibayar. Ia pun langsung meminta kode billing kepada petugas dan bergegas membayar ke bank.
Kejujuran dan kesahajaan nampak dalam tutur kata, gerak tubuh, dan reaksi ekspresi wajahnya. Pun ketika harus mengantre ulang untuk melengkapi aplikasi elektroniknya, tak ada keluh yang terlontar. Ia pun sabar menunggu petugas sampai gilirannya tiba.
“Bagus sekali, pelaporan pajak secara elektronik memang harus didukung sebab memudahkan wajib pajak,” ungkapnya ketika diminta pendapat seputar pengalamannya lapor pajak elektronik.
Ia pun memberikan apresiasi kepada para petugas pajak yang telah membantu dan memberikan pendapat positif terhadap pelayanan Ditjen Pajak. “Saya lihat semakin ke sini, petugas pajak semakin baik dan ramah. Berorientasi pelayanan,” pujinya.
Menurut ia, ada dua pendekatan yang bisa diterapkan Ditjen Pajak agar lebih efektif dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak, yaitu pendekatan persuasif dan ancaman sanksi hukum. Apabila Ditjen Pajak punya sistem pengawasan terintegrasi dengan basis data yang baik, maka bisa dipastikan wajib pajak akan enggan untuk abai, apalagi lalai. Sanksi dan denda juga secara konsisten perlu diterapkan sesuai aturan yang berlaku sehingga menciptakan kepatuhan dan keadilan bagi wajib pajak yang patuh.
Selanjutnya ia menambahkan bahwa sesungguhnya yang amat penting saat ini adalah kualitas moral para wajib pajak. Bangsa kita sedang menghadapi “krisis moral” di mana nampak fenomena di masyarakat bahwa melanggar hukum bukan merupakan aib atau hal yang menakutkan. Meskipun masih banyak juga bagian masyarakat yang bermoral baik. Idealnya, bila mengaku orang yang beriman, seharusnya menyadari bahwa penggelapan atau pemalsuan pajak merupakan perbuatan dosa yang akan kena sanksi di alam sana. Rejeki yang diperoleh dengan cara melakukan penipuan pajak tidak membawa berkah bagi keluarga.
Dosen Fakultas Hukum Unika Atma Jaya yang juga konsultan ini juga buka suara terkait program Inklusi Kesadaran Pajak yang diinisiasi tahun lalu. “Saya akan dukung program Ditjen Pajak sepanjang positif dan memberikan dampak bagi kesadaran pajak,” tegasnya. Ia bahkan siap membantu menularkan semangat cinta bangsa taat pajak apabila suatu saat diminta.
Satu pesan yang sempat dituturkan olehnya sebelum meninggalkan meja layanan KPP adalah agar selalu mempraktikkan tips dalam mengamalkan Qur’an Surat Hud ayat 3. Perbanyak memohon ampunan Tuhan dan bertaubat agar senantiasa dilimpahi kenikmatan dalam hidup. Secara rutin menunaikan ibadah shalat malam juga menjadi andalan dan kunci kesuksesannya dalam menjalani kehidupan.
Mutiara, mungkin itulah satu-satunya kata yang mampu mewakili kesan yang dijejakkannya. Menebarkan kebajikan kepada sesama dalam setiap ajaran, ucapan, dan perilaku yang padu. Menjadi wajib pajak yang baik, sejatinya adalah amalan yang terus mengalir tak berkesudahan. Sebagaimana pesan Nabi Muhammad SAW, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya.” (*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja.
- 396 kali dilihat