Oleh: Hepi Cahyadi, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Sebanyak 938 orang atlet mewakili Indonesia dalam laga Asian Games ke-18 yang telah dibuka pada tanggal 18.08.18 lalu. Jumlah itu belum ditambah dengan 365 ofisial, serta 80 headquarter. Mereka bertanding di 40 cabang olah raga yang terbagi ke dalam 463 nomor pertandingan. Bila ditambah manajer, tenaga pendukung, dan pelatih, total kontingen Indonesia adalah 1.303 orang. Sebuah tanggung jawab besar berada di pundak para atlet untuk mengharumkan nama Indonesia di mata bangsa-bangsa Asia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), total populasi Rakyat Indonesia pada bulan Juli 2017 adalah sekitar 262 juta. Artinya rasio atlet yang mewakili Indonesia dibanding jumlah penduduk adalah sekitar 0.00049%. Jumlah prosentase yang sangat kecil, namun ketika para atlet memenangi perlombaan dan naik podium, maka rasa bangga akan turut dirasakan oleh seluruh rakyat Indoneisa. itulah makna berbangsa dan bernegara.

Bambang Hartono (78 tahun) Pemilik perusahaan rokok Djarum, merupakan atlet tertua yang membela kontingen Indonesia dalam perhelatan Asian Games 2018. Beliau adalah atlet yang akan turun di cabang olahraga bridge. Sementara itu Aliqqa Novvery yang turun di cabor skateboard merupakan atlet termuda Indonesia. Aliqqa berusia 9 tahun, lahir pada tanggal 2 April 2009. Mengetahui usia atlet yang sudah sangat senior atau sebaliknya sangat belia yang berlaga di Asian Games, terbersit pertanyaan kapan kita juga dapat berkontribusi kepada Indonesia?

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) “Kontribusi” adalah uang iuran (kepada perkumpulan dan sebagainya); atau sumbangan. Pengertian Kontribusi yang lain adalah sesuatu yang dilakukan untuk membantu menghasilkan atau mencapai sesuatu bersama-sama dengan orang lain, atau untuk membantu membuat sesuatu yang sukses. Sejatinya sejak dilahirkan di bumi pertiwi Indonesia, secara subjektif setiap WNI memiliki hak untuk berkontribusi kepada negara melalui pajak. Manakala seorang WNI telah memiliki penghasilan di atas Penghasilan Kena Pajak (PTKP) maka ia memiliki hak sekaligus kewajiban untuk berkontribusi wajib kepada negara melalui pajak.

Sesuai data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Pada tahun 2017 jumlah total populasi Orang Pribadi adalah 257 Juta. Wajib pajak orang pribadi yang terdaftar adalah 30,08 Juta penduduk. Jumlah wajib pajak orang pribadi yang melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) adalah 12,7 Juta orang, sedangkan yang lapor sekaligus berkontribusi membayar pajak baru di angka 1,55 Juta penduduk. Sehingga dapat disimpulkan bahwa rasio jumlah pembayar pajak dibanding total populasi orang pribadi adalah 0,60%, artinya masih banyak penumpang gelap (free rider) di negeri ini. Beda lagi jika ditilik dari tax ratio yakni perbandingan penerimaan pajak dengan produk domestik bruto (PDB). Berdasarkan audit BPK, tax ratio Indonesia pada tahun 2017 yang mencakup penerimaan perpajakan dan sumber daya alam hanya berada pada kisaran 10,7% atau tidak mencapai target yang ditetapkan sebesar 11,7%.

International Monetary Fund (IMF) mensyaratkan suatu negara dapat melakukan pembangunan berkelanjutan kalau tax ratio-nya minimal 12,5%. Bila tax ratio masih di bawah angka tersebut, maka pembangunan diprediksi belum akan memenuhi harapan. Dalam rangka meningkatkan tax ratio dan kontribusi wajib pajak belum lama ini Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2018 Tentang Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan. Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan sebagaimana dimaksud meliputi: organisasi, sumber daya manusia, peraturan perundang-undangan, proses bisnis, dan teknologi informasi dan basis data. Sistem perpajakan di Indonesia yang menganut Self Assessment mengandung konsekuensi kepatuhan sukarela (voluntary compliance). Sepanjang tidak ada pemeriksaan atau audit maka SPT yang disampaikan wajib pajak dianggap sudah benar. Menumbuhkan kepatuhan sukarela merupakan tantangan dalam pembaruan sistem administrasi perpajakan.

Berikut ini beberapa cara untuk meningkatkan tax ratio dan kepatuhan sukarela. Pertama adalah meminimalkan penyalahgunaan kekuasaan (abuse power) oleh para penyelenggara pemerintahan. Korupsi dan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang tak kunjung reda akan menjungkalkan tingkat kepercayaan rakyat kepada negara. Kondisi seperti ini tidak kondusif untuk menumbuhkan kepatuhan sukarela. Kepercayaan rakyat akan semakin tergerus jika korupsi tidak ditangani sebagai kejahatan yang luar bisa (extra ordinary crime). Pemiskinan pelaku korupsi atau hukuman yang lebih berat diharapkan menjadi efek jera kepada pejabat yang akan melakukan korupsi.

Kedua, memberikan akses data yang luas kepada otoritas perpajakan nasional (DJP). Semua instansi yang menghasilkan data sumber kekayaan dan informasi daftar kekayaan harus bermuara dan terkoneksi kepada DJP. Dengan demikian meskipun sistem self assessment pada dasarnya DJP secara Official Assessment telah terotomatisasi mengetahui jumlah pajak yang harus dibayar, tidak seperti saat ini DJP harus mengais data yang tidak tersingkronisasi dengan instansi lain.

Ketiga, keterbukaan informasi perbankan. Saat ini dengan adanya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan, lembaga keuangan termasuk perbankan wajib melaporkan data keuangan nasabah kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) ini merupakan landasan hukum sistem keterbukaan informasi di sektor perbankan (Automatic Exchange of Information/AEoI). Dalam rangka implementasi Perppu AEoI tersebut, pemerintah diharapkan membuat sinergi antar peraturan terkait, yakni Undang-Undang (UU) Perbankan, UU Perbankan Perpajakan, UU Perbankan Syariah, dan UU Pasar Modal, sehingga anatar instansi tidak saling resisten namun dapat bersimbiosis secara mutualisme.

Gaung Asian Games ke-18 yang akan dihelat di Jakarta-Palembang telah membahana di seantero nusantara, para atlet telah bersiap membela kehormatan tanah air tercinta. Kita sebagai masyarakat awam juga bisa membela tumpah darah Indonesia dengan turut berkontribusi melalui iuran yang bernama pajak. Selamat bertanding, selamat berkontribusi!(*)

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi di mana penulis bekerja.