Hingga Mei 2025, Kanwil LTO Realisasikan Penerimaan Pajak Rp212,19 Triliun

Jakarta, 30 Juni 2025 – Realisasi Penerimaan neto Kanwil DJP Wajib Pajak Besar/ Kanwil LTO hingga 31 Mei 2025 menurut Kepala Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, Yunirwansyah, mencapai 28,88% atau Rp212,19 triliun dari target APBN Rp734,714 triliun dengan rincian sebagai berikut:

  • Dari sisi jenis pajak, mayoritas pajak utama mengalami kontraksi dibandingkan tahun 2024, diantaranya disebabkan karena Tax Effective Rate (TER), Volatilitas harga komoditas, Kenaikan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP), dan setoran pajak yang tidak berulang.
  • Dari sisi sektor usaha utama, sejumlah sektor usaha utama mengalami kontraksi dari tahun sebelumnya, namun realisasi sejumlah sektor usaha menunjukkan pertumbuhan positif diantaranya, pengadaan listrik, gas, dan uap/ air panas (+42,58% yoy), pengangkutan dan pergudangan (+15,65% yoy), konstruksi (+15,30% yoy), dan sektor lainnya (+9,27% yoy).

Dalam arahannya, Yunirwansyah menginstruksikan kepada seluruh jajarannya untuk melakukan upaya pengamanan sebagaimana telah diberikan guideline oleh Kantor Pusat DJP serta melakukan effort secara optimal dari setiap rumpun tusi khususnya yang mengampu penerimaan Pajak melalui Komite Kepatuhan. Menurut dia “tidak ada masalah yang besar, karena kita punya Alloh Yang Maha Besar.”

Dalam rilis konferensi pers Asset Liabilities Committee (ALCo) Regional DKI Jakarta tanggal 30 Juni 2025, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Kanwil DJPb), menyampaikan beberapa hal:

  1. Situasi ekonomi saat ini menghadapi berbagai tantangan. Secara global, ketidakpastian meningkat akibat perang dagang dan perlambatan ekonomi dunia. Di tingkat nasional, tantangan yang dihadapi utamanya terkait dengan harga komoditas dan nilai tukar. Secara regional, transisi Jakarta sebagi daerah khusus dan ketimpangan pendapatan yang masih tinggi merupakan tantangan yang perlu dimitigasi.
  2. Neraca perdagangan pada Mei 2025 menunjukkan surplus US$0,94 miliar. Ekspor tumbuh 34,90% (m-to-m) didominasi oleh mobil, pangan olahan, dan alas kaki. Sementara itu ekspor naik 1,515 (m-to-m) terutama dari mobil, mesin, dan plastik. Tingginya impor mengindikasikan perlunya penguatan industri dalam negeri agar lebih tahan terhadap tekanan global.
  3. Kondisi sektor fiskal, kinerja APBN dan APBD melanjutkan tren surplus yang mencerminkan ruang fiskal yang sehat. Realisasi pendapatan APBN sebesar Rp693,05 triliun atau 38,65% dari target, utamanya dikontribusikan dari sektor perpajakan sebesar 76,78% dari total pendapatan, yang melanjutkan adanya arah pembalikan berupa kenaikan penerimaan perpajakan dari beberapa bulan sebelumnya. Sedangkan realisasi pendapatan APBD sebesar Rp30,48 triliun atau 37,29% dari target, utamanya dikontribusikan dari PAD. Dari sisi belanja, realisasi belanja APBN sebesar Rp580,78 triliun atau 31,44% dari pagu, terdiri dari belanja pemerintah pusat yang termoderasi yoy dan transfer ke daerah yang menunjukkan pertumbuhan positif. Sedangkan realisasi belanja APBD sebesar Rp18,52 triliun, utamanya berasal dari belanja operasi.
  4. Sektor riil Jakarta yakni perekonomian yang tumbuh 4,95% (yoy) di Triwulan I 2025, ditopang oleh sektor informasi dan komunikasi serta konsumsi rumah tangga yang tumbuh 5,36% (yoy). Investasi tumbuh melambat 2,84% (yoy) dan inflasi terkendali dalam rentang sasaran 2,07% (yoy). Beberapa risiko yang perlu dimitigasi utamanya terkait potensi peningkatan pengangguran informal, transisi sebagai Daerah Khusus Jakarta, kesenjangan sosila akibat potensi ketidaktepatan sasaran bansos, dan perlambatan ekonomi akibat ketidakpastian dinamika global yang dapat berdampak kepada penerimaan negara.

Action Plan

Dari gambaran tersebut terdapat 4 (empat) rencana aksi, yaitu (1) Sektor Perpajakan adalah terkait dengan tingginya restitusi, moderasi harga komoditas, dan peralihan sistem perpajakan, (2) Kepabeanan dan Cukai adalah optimalisasi kinerja kepabeanan dan cukai, (3) Kekayaan Negara melakukan optimalisasi penagihan piutang, dan (4) Dampak perang tarif AS-China terhadap makro ekonomi DKI Jakarta melalui diversifikasi pasar ekspor, relokasi FDI sektor jasa, penguatan logistik, dan diplomasi ekonomi.