Peraturan Menteri Keuangan
43/PMK.03/2007
Tanggal Peraturan

 

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN

NOMOR 43/PMK.03/2007
 

TENTANG


PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS
BARANG MEWAH ATAS PELAKSANAAN PROYEK PEMERINTAH UNTUK
REHABILITASI  DAN  REKONSTRUKSI WILAYAH  DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT
PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI
SUMATERA UTARA PASKA BENCANA ALAM GEMPA BUMI DAN TSUNAMI
YANG  DIBIAYAI  HIBAH LUAR NEGERI

MENTERI KEUANGAN,
 

Menimbang

:

a.

bahwa dalam rangka mempercepat pemulihan kondisi perekonomian dan sosial masyarakat serta mengingat banyaknya pihak asing yang memberikan hibah dalam rangka rekonstruksi dan rehabilitasi wilayah dan kehidupan masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara paska bencana alam gempa bumi dan tsunami serta dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001 perlu diberikan perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas pelaksanaan proyek Pemerintah untuk rehabilitasi dan rekonstruksi dimaksud;

 

 

b.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut di atas, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Pelaksanaan Proyek Pemerintah untuk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe  Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara Paska Bencana Alam Gempa Bumi dan Tsunami yang Dibiayai Hibah Luar Negeri;

Mengingat

:

1.

Undang-Undang  Nomor  6  Tahun  1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan  (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia Tahun 1983 Nomor 49,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana  telah  beberapa  kali  diubah terakhir  dengan Undang­ Undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984);

 

 

2.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang­Undang Nomor 17 tahun 2000, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3985);

 

 

3.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);

 

 

4.

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan dalam rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3770) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4092);

 

 

5.

Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 259, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4061) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4199);

 

 

6.

Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

Menetapkan

:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS PELAKSANAAN PROYEK PEMERINTAH UNTUK REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATERA UTARA PASKA BENCANA ALAM GEMPA BUMI DAN TSUNAMI YANG DIBIAYAI HIBAH LUAR NEGERI.

 

 

Pasal 1

 

 

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan :

 

 

1.

Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000.

 

 

2.

PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

 

 

3.

Barang Kena Pajak yang untuk selanjutnya disebut BKP, adalah barang yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.

 

 

4.

Jasa Kena Pajak yang untuk selanjutnya disebut JKP, adalah Jasa yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.

 

 

5.

PKP adalah Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP  dan/atau JKP.

 

 

6.

BRR adalah Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara.

 

 

7.

Proyek Pemerintah adalah proyek rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah dan kehidupan masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara paska Bencana Alam Gempa Bumi dan Tsunami yang dibiayai dengan hibah luar negeri.

 

 

8.

Hibah Luar Negeri adalah bantuan dari pihak luar negeri kepada Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh BRR atau diwakili instansi/departemen atau lembaga Pemerintah non departemen yang kegiatannya berada di bawah koordinasi BRR, dalam bentuk/jenis :

 

 

 

a.

uang tunai;

 

 

 

b.

barang termasuk rumah tempat tinggal, rumah ibadah, sekolah, dan sarana jalan; dan/atau

 

 

 

c.

jasa termasuk jasa pelatihan, jasa pelayanan kesehatan dan jasa pendidikan,

 

 

 

yang tidak perlu dikembalikan oleh Pemerintah Indonesia kepada pemberi hibah.

 

 

9.

Kontrak adalah perjanjian atau perikatan untuk melaksanakan Proyek Pemerintah yang paling sedikit harus memuat :

 

 

 

a.

Nilai hibah, baik nilai dalam mata uang asing maupun nilai dalam rupiah;

 

 

 

b.

Bentuk hibah;

 

 

 

c.

Jenis hibah;

 

 

 

d.

Jangka waktu pemberian hibah dan pelaksanaannya; dan

 

 

 

e.

Pihak yang ditunjuk oleh pemberi hibah untuk melaksanakan Proyek Pemerintah.

 

 

10.

Kontraktor Utama adalah kontraktor, konsultan, dan pemasok (supplier), termasuk tenaga ahli dan tenaga pelatih, yang ditunjuk oleh pemberi hibah luar  negeri untuk melaksanakan proyek hibah (implementing partner) atau pihak yang mengikat Kontrak dengan pemberi hibah luar negeri sebagai pelaksaria Proyek Pemerintah.

 

 

11.

Subkontraktor adalah kontraktor, konsultan, dan pemasok (supplier) termasuk tenaga ahli dan tenaga pelatih yang ditunjuk oleh pihak pemberi hibah luar negeri atau oleh Kontraktor Utama yang mengikat Kontrak langsung dengan:

 

 

 

a.

Kontraktor Utama;

 

 

 

b.

Pihak yang diberi kuasa oleh BRR; atau

 

 

 

c.

Pihak yang mengikat Kontrak dengan BRR, 

 

 

 

untuk melaksanakan Proyek Pemerintah.

 

 

Pasal 2

 

 

(1)

PPN yang terutang atas impor BKP, pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean, pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, penyerahan BKP dan/atau JKP oleh Kontraktor Utama dan Subkontraktor sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah, tidak dipungut.

 

 

(2)

PPN yang terutang atas perolehan BKP dan/atau JKP oleh Kontraktor Utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah, tidak dipungut.

 

 

Pasal 3

 

 

(1)

Untuk dapat memperoleh fasilitas PPN tidak dipungut atas perolehan BKP dan/atau JKP sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal 2 ayat (2), Kontraktor Utama harus memiliki Surat Rekomendasi sebagai Kontraktor Utama Proyek Pemerintah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini.

 

 

(2)

Tatacara pemberian fasilitas PPN tidak dipungut atas perolehan BKP dan/atau JKP oleh Kontraktor Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasa12 ayat (2) sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan ini.

 

 

Pasal 4

 

 

(1)

Atas perolehan BKP dan/atau JKP oleh Subkontraktor sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah terutang PPN.

 

 

(2)

PPN terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap dipungut oleh  PKP.

 

 

(3)

Atas perolehan BKP dan/atau JKP oleh Subkontraktor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPN yang dibayar oleh Subkontraktor merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

 

 

Pasal 5

 

 

(1)

PPN terutang yang tidak dipungut atas impor yang dilakukan oleh Kontraktor Utama dan Subkontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, tidak perlu dibuatkan Surat Setoran Pajak (SSP) untuk PPN.

 

 

(2)

Pemberitahuan Impor Barang (PIB) atas impor yang dilakukan oleh Kontraktor Utama dan Subkontraktor yang PPN terutangnya tidak dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus dibubuhi cap tidak dipungut PPN dan PPnBM sesuai PP 42 Tahun 1995 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan PP 25 Tahun 2001.

 

 

(3)

Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang telah dibubuhi cap tidak dipungut PPN dan PPnBM sesuai PP 42 Tahun 1995 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan PP 25 Tahun 2001 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sepanjang telah diisi secara lengkap, jelas dan benar, diperlakukan sebagai Faktur Pajak standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6) Undang-Undang PPN.

 

 

Pasal 6

 

 

(1)

Atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang tidak dipungut PPN oleh Kontraktor Utama dan/atau Subkontraktor sebagaimana dimaksud dalam  Pasal 2, Kontraktor  Utama  dan  Subkontraktor wajib membuat Faktur Pajak yang dibubuhi cap PPN dan PPn BM tidak dipungut sesuai PP 42 Tahun 1995 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan PP 25 Tahun 2001.

 

 

(2)

Atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang tidak dipungut PPN kepada Kontraktor Utama sebagaimana dimaksud dalam  Pasal 2 ayat (1), PKP wajib membuat Faktur Pajak yang dibubuhi cap PPN dan PPnBM tidak dipungut sesuai PP42 Tahun 1995 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan PP25 Tahun 2001

 

 

Pasal 7

 

 

(1)

PPN terutang yang tidak dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang sudah terlanjur dipungut harus disetorkan ke kas negara.

 

 

(2)

PPN yang terlanjur dipungut dan disetorkan ke kas negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dimintakan kembali oleh pihak yang terpungut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

 

 

(3)

Pihak yang terpungut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pihak yang:

 

 

 

a.

membeli BKP;

 

 

 

b.

menerima JKP;

 

 

 

c.

memanfaatkan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean; dan/ atau

 

 

 

d.

mengimpor BKP,

 

 

 

sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah.

 

 

Pasal 8

 

 

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan sampai dengan tanggal 31 Maret 2009 dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 29 April 2005.

 

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

           
          Ditetapkan di Jakarta
          pada tanggal 23 April 2007 

 

 

 

 

 

MENTERI KEUANGAN

           
           
           

SRI MULYANI INDRAWATI

 



 








 

Status Peraturan
Aktif
Kategori Peraturan