Peraturan Menteri Dalam Negeri
109 TAHUN 2019
Tanggal Peraturan


MENTERI DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 109 TAHUN 2019

TENTANG

FORMULIR DAN BUKU YANG DIGUNAKAN DALAM ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,
 
Menimbang : a. bahwa untuk efisiensi, efektivitas, dan kemudahan dalam Administrasi  Kependudukan,  perlu  dilakukan penyesuaian jenis dan spesifikasi formulir dan buku yang digunakan dalam  Administrasi Kependudukan;
    b.

bahwa Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2010 tentang Formulir dan Buku yang Digunakan dalam Pendaftaran  Penduduk  dan  Pencatatan  Sipil,  Peraturan Menteri  Dalam  Negeri  Nomor  118  Tahun  2017  tentang Blangko  Kartu  Keluarga,  Register  dan  Kutipan  Akta Pencatatan Sipil, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57  Tahun  2015  tentang  Spesifikasi  Blangko  serta Formulasi Kalimat dalam Register Akta Pengesahan Anak dan  Kutipan  Akta  Pengesahan  Anak  sebagaimana  telah diubah  dengan  Peraturan  Menteri  Dalam  Negeri  Nomor 102  Tahun  2018  tentang  Perubahan  atas  Peraturan Menteri  Dalam  Negeri  Nomor  57  Tahun  2015  tentang Spesifikasi  Blangko  serta  Formulasi  Kalimat  dalam Register  Akta  Pengesahan  Anak  dan  Kutipan  Akta Pengesahan  Anak  sudah  tidak  sesuai  dengan perkembangan sehingga perlu diganti;

    c.

bahwa  berdasarkan  pertimbangan  sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan  Menteri  Dalam  Negeri  tentang  Formulir  dan Buku  yang  Digunakan  dalam  Administrasi Kependudukan;

Mengingat : 1. Undang-Undang  Nomor  23  Tahun  2006  tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara  Republik  Indonesia  Nomor  4674),  sebagaimana telah  diubah  dengan  Undang-Undang  Nomor  24  Tahun 2013 tentang  Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun  2006  tentang  Administrasi  Kependudukan (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Tahun  2013 Nomor  232,  Tambahan  Lembaran  Negara  Republik Indonesia Nomor 5475);
    2. Undang-Undang  Nomor  39  Tahun  2008  tentang Kementerian  Negara  (Lembaran  Negara  Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
    3. Peraturan  Pemerintah  Nomor  40  Tahun  2019  tentang Pelaksanaan  Undang-Undang  Nomor  23  Tahun  2006 tentang  Administrasi  Kependudukan  sebagaimana  telah diubah  dengan  Undang-Undang  Nomor  24  Tahun  2013 tentang  Perubahan  atas  Undang-Undang  Nomor  23 Tahun  2006  tentang  Administrasi  Kependudukan (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Tahun  2019 Nomor  102,  Tambahan  Lembaran  Negara  Republik Indonesia Nomor 6354);
    4. Peraturan  Presiden  Nomor  11  Tahun  2015  tentang Kementerian  Dalam  Negeri  (Lembaran  Negara  Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 12);
    5. Peraturan  Presiden  Nomor  96  Tahun  2018  tentang Persyaratan  dan  Tata  Cara  Pendaftaran  Penduduk  dan Pencatatan  Sipil  (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia Tahun 2018 Nomor 184);
    6. Peraturan  Menteri  Dalam  Negeri  Nomor  7  Tahun  2019 tentang  Pelayanan  Administrasi  Kependudukan  Secara Daring  (Berita  Negara  Republik  Indonesia  Tahun  2019 Nomor 152);
       
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG FORMULIR DAN  BUKU  YANG  DIGUNAKAN  DALAM  ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN.
     
    BAB I
    KETENTUAN UMUM
     
    Pasal 1
    Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
    1. Administrasi  Kependudukan  adalah  rangkaian  kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan data  kependudukan  melalui  pendaftaran  penduduk, pencatatan  sipil,  pengelolaan  informasi  administrasi kependudukan,  pemanfaatan  data  dan  dokumen kependudukan  serta  pendayagunaan  hasilnya  untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain.
    2. Pendaftaran  Penduduk  adalah  pencatatan  biodata Penduduk,  pencatatan  atas  pelaporan  peristiwa kependudukan  dan  pendataan  penduduk  rentan Administrasi  Kependudukan  serta  penerbitan  dokumen kependudukan  berupa  kartu  identitas  atau  surat keterangan kependudukan.
    3. Pencatatan  Sipil  adalah  pencatatan  peristiwa  penting yang  dialami  oleh  seseorang  dalam  register  Pencatatan Sipil  pada  dinas  kependudukan  dan  pencatatan  sipil kabupaten/kota  atau  unit  pelaksana  teknis  dinas kependudukan dan pencatatan sipil.
    4. Pemanfaatan  Data  dan Dokumen  Kependudukan  adalah pemanfaatan  data  dan  dokumen  hasil  pelayanan Pendaftaran  Penduduk  dan  Pencatatan  Sipil  melalui sistem  informasi  Administrasi  Kependudukan  kepada lembaga  pengguna  melalui  pemberian  hak  akses  oleh Menteri.
    5. Penduduk  adalah  warga  negara  Indonesia  dan  orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
    6. Warga Negara Indonesia yang selanjutnya disingkat WNI adalah  orang  bangsa  Indonesia  asli  dan  orang  bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai WNI.
    7. Orang Asing adalah orang yang bukan WNI.
    8. Dinas  Kependudukan  dan  Pencatatan  Sipil  Kabupaten/Kota  yang  selanjutnya  disebut  Disdukcapil Kabupaten/Kota  adalah  perangkat  daerah kabupaten/kota  selaku  instansi  pelaksana  yang membidangi urusan Administrasi Kependudukan.
    9. Pelayanan  Administrasi  Kependudukan  Secara  Manual yang  selanjutnya  disebut  Pelayanan  Secara  Manual adalah  pelayanan  penerbitan  dokumen  kependudukan yang  dilakukan  oleh  pemohon  dengan  mengisi  formulir yang telah disediakan oleh Disdukcapil Kabupaten/Kota, unit pelaksana teknis Disdukcapil Kabupaten/Kota atau kantor perwakilan Republik Indonesia.
    10. Pelayanan  Administrasi  Kependudukan  Secara  Daring  yang  selanjutnya  disebut  Pelayanan  Secara  Daring adalah  pelayanan  penerbitan  dokumen  kependudukan yang  pengiriman  data/berkas  persyaratannya  dilakukan dengan  media  elektronik  yang  berbasis  web  dengan memanfaatkan  fasilitas  teknologi,  komunikasi  dan informasi atau melalui Kios Layanan Mandiri Dukcapil.
    11. Anjungan  Dukcapil  Mandiri  yang  selanjutnya  disingkat ADM  adalah  Suatu  alat  yang  terdiri  dari  berbagai perangkat  pendukung  dan  sistem  aplikasi  yang kompatibel  dan  terkoneksi  dengan  sistem  informasi Administrasi Kependudukan sebagai alternatif pelayanan Administrasi  Kependudukan  kepada  Penduduk  yang sudah  terdaftar  dalam  Database  kependudukan,  di  luar unit  pelayanan  utama  pada  dinas  dan  unit  pelaksana teknis  dalam  rangka  meningkatkan  kualitas  pelayanan kepada masyarakat.
    12. Nomor Induk Kependudukan yang selanjutnya disingkat NIK adalah nomor identitas Penduduk yang bersifat unik atau  khas,  tunggal  dan  melekat  pada  seseorang  yang terdaftar sebagai Penduduk Indonesia.
    13. Formulir  Yang  Digunakan  Dalam  Administrasi Kependudukan yang selanjutnya disebut Formulir adalah lembar  isian  yang  harus  diisi  oleh  Penduduk  dan/atau petugas dalam pelayanan Administrasi Kependudukan.
    14. Formulir Pengajuan Layanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan  Sipil  adalah  lembar  isian  yang  harus  diisi oleh  Penduduk  dalam  memperoleh  pelayanan Administrasi  Kependudukan  yang  dapat  berbentuk formulir  pengajuan  pelayanan  dan/atau  formulir kelengkapan persyaratan pelayanan.
    15. Formulir  Hasil  Pelayanan  Pendaftaran  Penduduk  dan Pencatatan Sipil adalah lembar isian yang masih kosong yang  diisi  oleh  petugas  pelayanan  Administrasi Kependudukan melalui SIAK sebagai dokumen pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
    16. Kartu  Keluarga  yang  selanjutnya  disingkat  KK  adalah kartu  identitas  keluarga  yang  memuat  data  tentang nama,  susunan  dan  hubungan  dalam  keluarga,  serta identitas anggota keluarga.
    17. Buku  Yang  Digunakan  Dalam  Administrasi Kependudukan  yang  selanjutnya  disebut  Buku  adalah lembar  kertas  yang  berjilid  yang  digunakan  untuk mencatat  transaksi  data  kependudukan  pada  tingkat desa/kelurahan,  unit  pelaksana  teknis  Disdukcapil Kabupaten/Kota,  Disdukcapil  Kabupaten/Kota,  dan perwakilan Republik Indonesia.
    18. Register  Yang  Digunakan  Dalam  Administrasi Kependudukan yang selanjutnya disebut Register adalah buku  catatan  atau  daftar  nama  dan  data  lainnya  dari Penduduk  yang  disusun  secara  bersistem  dan  menurut abjad. 
    19. Register  Akta  Pencatatan  Sipil  adalah  daftar  yang memuat  data  autentik  mengenai  peristiwa  penting meliputi  kelahiran,  kematian,  perkawinan,  perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak yang diterbitkan dan disahan  oleh  pejabat  berwenang  berdasarkan  ketentuan peraturan perundang-undangan. 
    20. Kutipan  Akta  Pencatatan  Sipil  adalah  kutipan  data autentik  yang  mengutip  sebagian  dari  register  Akta Pencatatan  Sipil  yang  diterbitkan  dan  disahkan  oleh pejabat  berwenang  berdasarkan  ketentuan  peraturan perundang-undangan.
    21. Kartu  Tanda  Penduduk  Elektronik  yang  selanjutnya disingkat  KTP-el  adalah  kartu  tanda  Penduduk  yang dilengkapi cip yang merupakan identitas resmi Penduduk sebagai  bukti  diri  yang  merupakan  identitas  resmi Penduduk  sebagai  bukti  diri  yang  diterbitkan  oleh instansi pelaksana.
    22. Kartu  Identitas  Anak  yang  selanjutnya  disingkat  KIA adalah identitas resmi anak sebagai bukti diri anak yang berusia kurang dari 17  tahun dan belum menikah yang diterbitkan  oleh  Disdukcapil  Kabupaten/Kota  atau  unit pelaksana teknis Disdukcapil Kabupaten/Kota.  
    23. Catatan  Pinggir  adalah  catatan  mengenai  perubahan status  atau  data  dalam  Pencatatan  Sipil  berupa  catatan yang diletakan pada bagian akta di halaman muka atau belakang akta oleh pejabat Pencatatan Sipil.
       
    BAB II
    FORMULIR
     
    Bagian Kesatu
    Umum
     
    Pasal 2
    (1) Formulir meliputi:
     
a. Formulir  yang  digunakan  dalam  Pendaftaran Penduduk;
b. Formulir  yang  digunakan  dalam  Pencatatan  Sipil; dan
c. Formulir  yang  digunakan  dalam  Pemanfaatan  Data
dan Dokumen Kependudukan.
    (2) Formulir  Pendaftaran  Penduduk  dan  Pencatatan  Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, meliputi:
     
a. Formulir pengajuan pelayanan; dan
b. Formulir hasil pelayanan.
    (3) Formulir  Pemanfaatan  Data  dan  Dokumen Kependudukan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1) huruf c, berupa Formulir pengajuan pelayanan.
       
    Pasal 3
    (1) Formulir Pengajuan Layanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan  Sipil  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  2 ayat  (2)  huruf  a,  dikelompokkan  berdasarkan  cara pelayanan kepada Penduduk, berupa pelayanan secara:
     
a. manual; dan
b. daring.
    (2) Formulir  Pelayanan  Secara  Manual  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berupa Formulir cetakan yang  disediakan  oleh  Disdukcapil  Kabupaten/Kota  atau unit pelaksana teknis Disdukcapil Kabupaten/Kota.
    (3) Formulir  Pelayanan  Secara  Daring  sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (1)  huruf  b,  berupa  Formulir elektronik  yang  dimuat  dalam  aplikasi  sistem  informasi Administrasi  Kependudukan  untuk  pelayanan Administrasi Kependudukan berbasis web.
    (4) Formulir  pengajuan  layanan  Pemanfaatan  Data  dan Dokumen  Kependudukan  sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal 2 ayat (3), berupa Formulir manual.
       
    Bagian Kedua
    Formulir Pengajuan Layanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil
     
    Pasal 4
    (1) Formulir  pengajuan  pelayanan  Pendaftaran  Penduduk dan Pencatatan Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, terdiri dari:
     
a. Formulir pengajuan pelayanan; dan
b. Formulir kelengkapan persyaratan pelayanan;
    (2) Formulir  pengajuan  pelayanan  sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri dari:
      a. biodata keluarga, dengan kode F-1.01;
      b. pendaftaran  peristiwa  kependudukan,  dengan  kode F-1.02;
      c. pendaftaran perpindahan Penduduk, dengan kode F-1.03;
      d. pelaporan Pencatatan Sipil di dalam wilayah Negara Kesatuan  Republik  Indonesia,  dengan  kode  F-2.01; dan
      e. pelaporan  Pencatatan  Sipil  di  luar  wilayah  Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan kode F-2.02.
    (3) Formulir  kelengkapan  persyaratan  pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri dari: 
      a. surat  pernyataan  tidak  memiliki  dokumen kependudukan, dengan kode F-1.04;
      b. surat  pernyataan  tanggung  jawab  mutlak perkawinan/perceraian belum tercatat, dengan kode F-1.05;
      c. Surat  Pernyataan  perubahan  elemen  data kependudukan, dengan kode F-1.06;
      d. surat  kuasa  dalam  pelayanan  Administrasi Kependudukan, dengan kode F-1.07;
      e. surat pernyataan tanggung jawab mutlak kebenaran data kelahiran, dengan kode F-2.03; dan
      f. surat pernyataan tanggung jawab mutlak kebenaran sebagai pasangan suami isteri, dengan kode F-2.04. 
    (4) Pendelegasian wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.
     
    Pasal 5
    (1) Penggunaan  Formulir  sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal 4 ayat (2), meliputi:
      a. Formulir biodata keluarga untuk memasukan data:
        1) kepala  keluarga  dan  anggota  keluarga  bagi Penduduk; dan
        2) kepala keluarga dan anggota keluarga bagi WNI di  luar  wilayah  Negara  Kesatuan  Republik Indonesia.
      b. Formulir  pendaftaran  peristiwa  kependudukan, untuk penerbitan:
       
1) KK,  KTP-el,  dan  KIA  baru  bagi  Penduduk  WNI dan  Orang  Asing  yang  memiliki  kartu  izin tinggal tetap;
2) KK, KTP-el, dan KIA karena perubahan elemen data bagi Penduduk;
3) surat  keterangan  tempat  tinggal  bagi  Orang Asing yang memiliki izin tinggal terbatas; dan
4) KK,  KTP-el,  dan  KIA  karena  perpanjangan  izin tinggal tetap.
      c. Formulir  pendaftaran  perpindahan  kependudukan, untuk penerbitan:
       
1) surat keterangan pindah; dan
2) surat keterangan pindah luar negeri.
      d. Formulir  pelaporan  Pencatatan  Sipil  di  dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk pelayanan pencatatan:
       
1) kelahiran;
2) lahir mati;
3) perkawinan;
4) pembatalan perkawinan;
5) perceraian;
6) pembatalan perceraian;
7) kematian;
8) pengangkatan anak;
9) pengakuan anak;
10) pengesahan anak;
11) perubahan nama;
12) perubahan status kewarganegaraan;
13) perubahan peristiwa penting lainnya; dan
14) pembetulan  dan  pembatalan  akta  Pencatatan Sipil.
      e. Formulir Pelaporan Pencatatan Sipil di luar wilayah Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia  untuk pelayanan pelaporan dan pencatatan:
       
1) kelahiran;
2) perkawinan;
3) perceraian;
4) kematian;
5) pengangkatan  anak  warga  negara  asing  oleh WNI;
6) pengakuan anak WNI yang bertempat tinggal di luar  wilayah  Negara  Kesatuan  Republik Indonesia;
7) pengesahan anak WNI yang bertempat tinggal di luar  wilayah  Negara  Kesatuan  Republik Indonesia;
8) pelepasan  kewarganegaraan  Republik Indonesia; dan
9) pembetulan  akta  Pencatatan Sipil.
    (2) Penggunaan  Formulir  kelengkapan  persyaratan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, meliputi:
     
a. Formulir  surat  pernyataan  tidak  memiliki  dokumen kependudukan  sebagai  salah  satu  kelengkapan dalam penerbitan dokumen Kependudukan pertama kali bagi Penduduk yang tidak mempunyai dokumen kependudukan;
b. Formulir  surat  pernyataan  tanggung  jawab  mutlak perkawinan/perceraian belum tercatat sebagai salah satu  persyaratan  pencantuman  status perkawinan/perceraian  dalam  KK  bagi  Penduduk yang tidak mempunyai dokumen perkawinan berupa buku  nikah,  akta  perkawinan  atau  kutipan  akta perceraian;
c. Formulir surat kuasa dalam pelayanan Administrasi Kependudukan, untuk memberikan kuasa pengisian data  pada  Formulir  pelayanan  Administrasi Kependudukan  bagi  Penduduk  atau  WNI  di  luar wilayah  Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia  yang tidak mampu mengurus sendiri;
d. Formulir  surat  pernyataan  tanggung  jawab  mutlak kebenaran  data  kelahiran,  untuk  persyaratan pencatatan  kelahiran  apabila  pemohon  tidak  dapat menunjukkan  surat  keterangan  lahir  dari dokter/bidan/penolong kelahiran; dan
e. Formulir  surat  pernyataan  tanggung  jawab  mutlak kebenaran  sebagai  pasangan  suami  isteri,  untuk persyaratan  pencatatan  kelahiran  apabila  pemohon tidak dapat menunjukkan buku nikah/kutipan akta perkawinan tetapi status hubungan orangtua dalam KK menunjukan sebagai suami isteri.
     
    Bagian Ketiga
    Formulir Hasil Pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil
     
    Pasal 6
    (1) Formulir  Hasil  Pelayanan  Pendaftaran  Penduduk  dan Pencatatan  Sipil  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  2 ayat (2) huruf b, terdiri atas:
     
a. Formulir hasil pelayanan Pendaftaran Penduduk;
b. Formulir  hasil  pelayanan  Pencatatan  Sipil  di  dalam  wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
c. Formulir  hasil  pelayanan  Pencatatan  Sipil  di  luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
   

(2)

  Formulir  hasil  pelayanan  Pendaftaran  Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri dari:

     

a.  biodata  Penduduk  di  wilayah  Negara  Kesatuan  Republik Indonesia dan WNI di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan kode F-1.08;

 

b.  KK, dengan kode F-1.09;

c.  surat pemberitahuan NIK, dengan kode F-1.10;

d.  surat keterangan pindah, dengan kode F-1.11;

e.  surat  keterangan  pindah  luar  negeri,  dengan  kode  F-1.12;

f.  surat  keterangan  tempat  tinggal,  dengan  kode  F-1.13; dan

g.  surat  keterangan  pengganti  tanda  identitas  (akibat kendala teknis), dengan kode F-1.14.

    (3) Formulir  hasil  pelayanan  Pencatatan  Sipil  di  dalam wilayah  Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri dari:
     

a.  surat keterangan lahir mati, dengan kode F-2.05;

b.  surat  keterangan  pembatalan  perkawinan,  dengan kode F-2.06;

c.  surat  keterangan  pelaporan  perjanjian  perkawinan, dengan kode F-2.07;

d.  surat keterangan perubahan/pencabutan perjanjian perkawinan, dengan kode F-2.08;

e.  surat  keterangan  pembatalan  perceraian,  dengan kode F-2.09;

f.  surat  pernyataan  pengakuan  anak,  dengan  kode  F-2.10;

g.  surat  keterangan  perubahan  status kewarganegaraan, dengan kode F-2.11;

h.  surat  keterangan  pelaporan  Pencatatan  Sipil  dari luar  wilayah  Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia, dengan kode F-2.12;

i.  surat keterangan Pencatatan Sipil bagi Orang Asing yang  tidak  memiliki  dokumen  keimigrasian,  dengan kode F-2.13;

j.  Register akta kelahiran dengan kode F-2.14;

k.  Register akta perkawinan dengan kode F-2.15;

l.  Register akta perceraian dengan kode  F-2.16;

m.  Register akta kematian dengan F-2.17;

n.  Register akta pengakuan anak dengan kode  F-2.18;

o.  Register akta pengesahan anak dengan kode F-2.19;

p.  kutipan akta kelahiran dengan kode  F-2.20;

q.  kutipan akta perkawinan dengan kode  F-2.21;

r.  kutipan akta perceraian dengan kode  F-2.22;

s.  kutipan akta kematian dengan kode  F-2.23;

t.  kutipan akta pengakuan anak dengan kode  F-2.24; dan

u.  kutipan akta pengesahan anak dengan kode F-2.25.

    (4) Formulir hasil pelayanan Pencatatan Sipil di luar wilayah Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri dari:
     

a.  surat keterangan pelaporan Pencatatan Sipil di luar wilayah  Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia, dengan kode F-2.26;

b.  surat  keterangan  pengangkatan  anak  warga  negara asing  oleh  WNI  di  luar  wilayah  Negara  Kesatuan Republik Indonesia, dengan kode F-2.27; dan

c.  surat  keterangan  pelepasan  kewarganegaraan Republik Indonesia di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan kode F-2.28.

   

(5)

Formulir  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (3)  huruf  j sampai dengan huruf u, digunakan pula sebagai Formulir hasil  pelayanan  Pencatatan  Sipil  di  luar  wilayah  Negara Kesatuan Republik Indonesia.

       
    Pasal 7
    (1)  Penggunaan  Formulir  sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal  6 ayat (2), meliputi:
      a.  biodata  Penduduk  di  wilayah  Negara  Kesatuan Republik Indonesia dan WNI di luar wilayah Negara Kesatuan  Republik  Indonesia,  untuk  penerbitan biodata Penduduk;
b.  KK, untuk penerbitan KK Penduduk;
c.  surat  pemberitahuan  NIK,  untuk  memberitahukan NIK  bagi  WNI  di  luar  wilayah  Negara  Kesatuan Republik Indonesia;
d.  surat  keterangan  pindah,  untuk  penerbitan  surat keterangan pindah Penduduk;
e.  surat  keterangan  pindah  luar  negeri,  untuk penerbitan surat keterangan pindah luar negeri;
f.  surat  keterangan  tempat  tinggal,  untuk  penerbitan surat  keterangan  tempat  tinggal  bagi  Orang  Asing yang memiliki izin tinggal terbatas; dan
g.  surat  keterangan  pengganti  tanda  identitas  akibat kendala  teknis,  untuk  penerbitan  surat  keterangan  pengganti  KK/KTP-el  akibat  kendala  teknis pelayanan Pendaftaran Penduduk.
    (2) Penggunaan  Formulir  sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal  6 ayat (3), meliputi:
      a.  surat keterangan lahir mati, untuk pencatatan lahir mati;
b.  surat  keterangan  pembatalan  perkawinan,  untuk pencatatan pembatalan perkawinan;
c.  surat  keterangan  pelaporan  perjanjian  perkawinan,  untuk pencatatan perjanjian perkawinan yang bukti perkawinannya diterbitkan oleh negara lain;
d.  surat keterangan perubahan/pencabutan perjanjian perkawinan,  untuk  pencatatan perubahan/pencabutan perjanjian perkawinan yang bukti perkawinannya diterbitkan oleh negara lain;
e.  surat  keterangan  pembatalan  perceraian,  untuk pencatatan pembatalan perceraian;
f.  surat  pernyataan  pengakuan  anak,  sebagai persyaratan dalam pencatatan pengakuan anak;
g.  surat  keterangan  perubahan  status kewarganegaraan,  untuk  pencatatan  perubahan status  kewarganegaraan  yang  bukti  pencatatan sipilnya diterbitkan oleh negara lain;
h.  surat  keterangan  pelaporan  Pencatatan  Sipil  dari luar  wilayah  Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia, untuk  pelayanan  pelaporan  hasil  Pencatatan  Sipil dari  luar  wilayah  Negara  Kesatuan  Republik Indonesia;
i.  surat keterangan peristiwa penting bagi Orang Asing yang  tidak  memiliki  dokumen  keimigrasian,  untuk pelayanan peristiwa penting yang dialami oleh Orang Asing yang tidak memiliki dokumen keimigrasian di Indonesia;
j.  Register  akta  kelahiran,  untuk  mencatat  data autentik  mengenai  peristiwa  kelahiran  yang diterbitkan  dan  disahkan  oleh  pejabat  berwenang berdasarkan  ketentuan  peraturan  perundang-undangan;
k.  Register  akta  kematian,  untuk  mencatat  data autentik  mengenai  peristiwa  kematian  yang diterbitkan  dan  disahkan  oleh  pejabat  berwenang berdasarkan  ketentuan  peraturan  perundang-undangan;
l.  Register  akta  perkawinan  untuk  mencatat  data autentik  mengenai  peristiwa  perkawinan  yang diterbitkan  dan  disahkan  oleh  pejabat  berwenang berdasarkan  ketentuan  peraturan  perundang-undangan;
m.  Register  akta  perceraian,  untuk  mencatat  data autentik  mengenai  peristiwa  perceraian  yang diterbitkan  dan  disahkan  oleh  pejabat  berwenang berdasarkan  ketentuan  peraturan  perundang-undangan;   
n.  Register akta pengakuan anak, untuk mencatat data autentik  mengenai  peristiwa  pengakuan  anak,  yang diterbitkan  dan  disahkan  oleh  pejabat  berwenang berdasarkan  ketentuan  peraturan  perundang-undangan;
o.  Register  akta  pengesahan  anak,  untuk  mencatat data autentik mengenai peristiwa pengesahan anak, yang  diterbitkan  dan  disahkan  oleh  pejabat - 16 - berwenang  berdasarkan  ketentuan  peraturan perundang-undangan;  
p.  kutipan  akta  kelahiran  untuk  penerbitan  kutipan akta kelahiran Penduduk;
q.  kutipan akta perkawinan untuk penerbitan kutipan akta  perkawinan  Penduduk  selain  yang  beragama Islam;
r.  kutipan  akta  perceraian,  untuk  penerbitan  kutipan akta  perceraian  Penduduk  selain  yang  beragama Islam;
s.  kutipan  akta  kematian,  untuk  penerbitan  kutipan akta kematian Penduduk;
t.  kutipan  akta  pengakuan  anak,  untuk  penerbitan kutipan akta pengesahan anak; dan
u.  kutipan  akta  pengesahan  anak,  untuk  penerbitan kutipan akta pengesahan anak.
    (3)  Kegunaan  Formulir  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal
6 ayat (4), meliputi:
      a.  surat keterangan pelaporan Pencatatan Sipil di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, untuk pelayanan  pelaporan  hasil  pencatatan  kelahiran, perkawinan,  perceraian,  kematian,  pengangkatan anak  warga  negara  asing  oleh  WNI,  dan  pelepasan kewarganegaraan  Republik  Indonesia  dari  negara setempat di perwakilan Republik Indonesia;
b.  surat  keterangan  pengangkatan  anak  warga  negara asing  oleh  WNI  di  luar  wilayah  Negara  Kesatuan Republik  Indonesia,  untuk  pelayanan  pencatatan pengangkatan  anak  warga  negara  asing  oleh  WNI yang  belum  dicatatkan  di  negara  setempat  di perwakilan Republik Indonesia; dan
c.  surat  keterangan  pelepasan  kewarganegaraan Republik Indonesia di luar wilayah Negara Kesatuan Republik  Indonesia,  untuk  pelayanan  pencatatan perubahan  status  kewarganegaraan  dari  WNI menjadi warga negara asing di perwakilan Republik Indonesia.
       
    Pasal 10
    (1) Dalam rangka menunjang kelancaran pelaksanaan PTSP, pada bidang yang menyelenggarakan pelayanan dibentuk tim teknis sesuai dengan kebutuhan yang merupakan representasi dari perangkat daerah terkait.
    (2) Tim Teknis PTSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memiliki kewenangan untuk memberikan pertimbangan teknis untuk memberikan rekomendasi Perizinan dan Nonperizinan.
    (3) Pembentukan dan anggota tim teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
       
    BAB III
    MAKLUMAT PELAYANAN PUBLIK, STANDAR, DAN
    MANAJEMEN PELAYANAN
     
    Bagian Kesatu
    Maklumat Pelayanan Publik
     
    Pasal 11
    (1) Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan wajib membentuk MPP Perizinan dan Nonperizinan.
    (2) MPP Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
      a. jenis pelayanan yang disediakan;
      b. syarat;
      c. prosedur;
      d. biaya;
      e. waktu;
      f. hak dan kewajiban Pemerintah Daerah dan warga masyarakat; dan
      g. penanggung jawab penyelenggaraan pelayanan.
    (3) MPP Perizinan dan Nonperizinan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh kepala daerah dan dipublikasikan secara luas kepada masyarakat.
       
    Bagian Kedua
    Standar
     
    Pasal 12
    Dalam penyelenggaraan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan pemerintah daerah wajib menyusun, menetapkan, dan menerapkan:
    a. standar pelayanan; dan
    b. standar operasional prosedur.
    Pasal 13
    (1) Komponen standar pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a paling sedikit meliputi:
      a. dasar hukum;
      b. persyaratan;
      c. sistem, mekanisme, dan prosedur;
      d. jangka waktu penyelesaian;
      e. biaya/tarif;
      f. produk pelayanan;
      g. sarana, prasarana, dan/atau fasilitas;
      h. kompetensi pelaksana;
      i. pengawasan internal;
      j. penanganan pengaduan, saran, dan masukan;
      k. jumlah pelaksana;
      l. jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan;
      m. jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko keragu-raguan; dan
      n. evaluasi kinerja pelaksana.
    (2) Standar pelayanan sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.
       
    Pasal 14
    (1) Komponen Standar Operasional Prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b meliputi:
      a. nomor standar operasional prosedur;
      b. tanggal pembuatan;
      c. tanggal revisi;
      d. tanggal pengesahan;
      e. disahkan oleh;
      f. nama standar operasional prosedur;
      g. dasar hukum;
      h. kualifikasi pelaksana;
      i. keterkaitan;
      j. peralatan dan perlengkapan;
      k. peringatan;
      l. pencatatan dan pendataan;
      m. uraian prosedur;
      n. pelaksana;
      o. kelengkapan;
      p. waktu; dan
      q. output.
    (2) Standar Operasional Prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah.
     
    Bagian Ketiga
    Manajemen Pelayanan
     
    Pasal 15
    (1) Dalam menyelenggarakan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, DPMPTSP wajib menerapkan manajemen PTSP.
    (2) Manajemen PTSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
      a. pelaksanaan pelayanan;
      b. pengelolaan pengaduan masyarakat;
      c. pengelolaan informasi;
      d. pengawasan internal;
      e. penyuluhan kepada masyarakat; dan
      f. pelayanan konsultasi.
       
    Paragraf 1
    Pelaksanaan Pelayanan
     
    Pasal 16
    (1) Pelaksanaan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan pada PTSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a, dengan tahapan paling sedikit meliputi:
      a. menerima dan memverifikasi berkas permohonan;
      b. memberikan tanda terima kepada pemohon;
      c. menolak permohonan izin dan/atau nonizin yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
      d. memproses dan menerbitkan dokumen izin dan/atau nonizin;
      e. memproses pencabutan dan pembatalan dokumen izin dan/atau nonizin; dan
      f. menyerahkan dokumen izin dan/atau nonizin yang telah selesai kepada pemohon.
    (2) Pelaksanaan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf f, dilakukan oleh pegawai yang ditugaskan pada kantor depan/front office.
    (3) Pelaksanaan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e, dilakukan oleh pegawai yang ditugaskan pada kantor belakang/back office.
    (4) Penyerahan dokumen izin dan/atau nonizin kepada pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, ditembuskan kepada perangkat daerah terkait.
       
    Pasal 17
    (1) Pengolahan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) mulai dari tahap menerima dan memverifikasi berkas permohonan sampai dengan tahap penyerahan dokumen dilakukan secara terpadu satu pintu.
    (2) Proses pelaksanaan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk satu jenis Perizinan dan Nonperizinan tertentu atau paralel.
    (3) Dalam hal proses penerbitan Perizinan dan Nonperizinan perlu pemeriksaan teknis di lapangan dan/atau rekomendasi, dilakukan oleh Tim Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3).
     
    Pasal 18
    (1) Pelaksanaan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan tidak dipungut biaya oleh penyelenggara PTSP.
    (2) Dalam hal suatu Perizinan dan Nonperizinan yang dikenakan retribusi daerah, besarannya dihitung dan ditetapkan oleh pejabat perangkat daerah terkait yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (3) Pelaksanaan retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diintegrasikan dalam pelayanan perizinan di PTSP.
    (4) Pelaksanaan pembayaran retribusi dilakukan sebelum penyerahan dokumen izin kepada pemohon, dan disetorkan langsung ke kas daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (5) Pelaksanaan pembayaran retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan secara nontunai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
     
    Pasal 19
    Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi pelayanan Perizinan dan Nonperizinan, DPMPTSP tidak dibebani target penerimaan retribusi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2).
     
    Paragraf 2
    Pengelolaan Pengaduan Masyarakat
     
    (1) Pengelolaan pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b, dilakukan secara cepat, tepat, tertib, tuntas, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan.
    (2) Pelaksanaan pengelolaan pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan tahapan paling sedikit meliputi:
      a. menerima pengaduan atas layanan Perizinan dan Nonperizinan, memeriksa kelengkapan dokumen pengaduan, menanggapi, dan memberikan tanda terima kepada pengadu;
      b. menelaah, mengklasifikasi, dan memprioritaskan penyelesaian pengaduan;
      c. memproses penyelesaian setiap pengaduan dalam hal substansi pengaduan terkait langsung dengan layanan Perizinan dan Nonperizinan;
      d. dalam hal substansi pengaduan tidak menjadi kewenangan penyelenggara PTSP, pengaduan disalurkan kepada kepala perangkat daerah terkait;
      e. menyampaikan informasi dan/atau tanggapan kepada pengadu dan/atau pihak terkait;
      f. melakukan pencatatan dan pelaporan hasil pengelolaan pengaduan; dan
      g. pemantauan dan evaluasi pengelolaan pengaduan.
    (3) Pelaksanaan layanan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf e, dilakukan oleh pegawai yang ditugaskan pada kantor depan/front office.
    (4) Pelaksanaan layanan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sampai dengan huruf g kecuali huruf e, dilakukan oleh pegawai yang ditugaskan pada kantor belakang/back office.
    (5) Pegawai yang ditugaskan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dari bidang yang memiliki fungsi pengaduan pada DPMPTSP.
     
    Pasal 21
    (1) DPMPTSP wajib menyediakan sarana pengaduan untuk mengelola pengaduan masyarakat terkait layanan Perizinan dan Nonperizinan.
    (2) Layanan pengaduan dapat dilakukan secara manual dan elektronik.
    (3) Sarana pengaduan secara manual menggunakan formulir dan kotak pengaduan.
    (4) Formulir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan untuk pengaduan yang disampaikan secara langsung.
    (5) Kotak pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk pengaduan yang disampaikan secara tidak langsung.
    (6) Sarana pengaduan secara elektronik dapat menggunakan surat elektronik dan/atau pesan layanan singkat dan/atau telepon.
     
    Paragraf 3
    Pengelolaan Informasi
     
    Pasal 22
    (1) Pengelolaan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf c wajib dilakukan secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat.
    (2) Pelaksanaan pengelolaan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit meliputi:
      a. menerima permintaan layanan informasi;
      b. menyediakan informasi terkait layanan Perizinan dan Nonperizinan; dan
      c. memberikan informasi terkait layanan Perizinan dan Nonperizinan.
    (3) Pelaksanaan pelayanan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf c, dilakukan oleh pegawai yang ditugaskan pada kantor depan/front office.
    (4) Pelaksanaan pelayanan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilakukan oleh pegawai yang ditugaskan pada kantor belakang/back office.
     
    Pasal 23
    (1) Penyediaan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) huruf b, paling sedikit meliputi:
      a. profil kelembagaan;
      b. profil struktur organisasi;
      c. MPP Perizinan dan Nonperizinan Pemerintah Daerah, dan maklumat layanan penyelenggara PTSP;
      d. standar pelayanan;
      e. penelusuran proses penerbitan Perizinan dan Nonperizinan;
      f. pengelolaan pengaduan Perizinan dan Nonperizinan; dan
      g. penilaian kinerja PTSP.
    (2) Layanan informasi dapat dilakukan secara manual dan elektronik.
    (3) Penyediaan dan pemberian informasi kepada masyarakat tidak dipungut biaya.
    (4) Pelaksanaan pemberian informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
     
    Paragraf 4
    Pengawasan Internal
     
    Pasal 24
    Pengawasan internal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf d, meliputi:
    a. pengawasan oleh atasan langsung; dan
    b. pengawasan oleh pengawas fungsional.
     
    Pasal 25
    Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
     
    Paragraf 5
    Penyuluhan Kepada Masyarakat
     
    Pasal 26
    (1) Penyuluhan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf e, paling sedikit meliputi:
      a. hak dan kewajiban pemerintah daerah dan masyarakat terhadap pelayanan Perizinan dan Nonperizinan;
      b. manfaat Perizinan dan Nonperizinan bagi masyarakat;
      c. jenis pelayanan;
      d. persyaratan dan mekanisme layanan Perizinan dan Nonperizinan; dan
      e. waktu dan tempat pelayanan.
    (2) Penyelenggaraan penyuluhan kepada masyarakat dilakukan melalui:
      a. media elektronik;
      b. media massa;
      c. media cetak; dan/atau
      d. pertemuan.
    (3) Pelaksanaan penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh bidang yang memiliki fungsi penyuluhan pada DPMPTSP.
     
    Paragraf 6
    Pelayanan Konsultasi
     
    Pasal 27
    (1) Pelayanan konsultasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf f, paling sedikit meliputi:
      a. konsultasi teknis jenis layanan Perizinan dan Nonperizinan;
      b. konsultasi aspek hukum Perizinan dan Nonperizinan; dan
      c. pendampingan teknis.
    (2) Pelayanan konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada ruang konsultasi.
    (3) Layanan konsultasi dilakukan oleh pejabat pada bidang yang memiliki tugas dan fungsi konsultasi pada DPMPTSP.
     
    Bagian Keempat
    Waktu
     
    Pasal 28
    Jangka waktu pelayanan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f kecuali huruf e ditetapkan paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya dokumen Perizinan dan Nonperizinan secara lengkap dan benar, kecuali yang diatur waktunya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
     
    Pasal 29
    Jangka waktu pengelolaan pengaduan layanan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf e paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya dokumen pengaduan layanan Perizinan dan Nonperizinan secara lengkap, kecuali yang diatur waktunya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
     
    BAB IV
    PERENCANAAN
     
    Pasal 30
    (1) DPMPTSP daerah menyusun perencanaan sesuai kewenangan ke dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah.
    (2) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disusun paling sedikit memuat pencapaian sasaran peningkatan tata laksana, kualitas, dan percepatan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan daerah.
    (3) Penyusunan dan penetapan dokumen perencanaan pembangunan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
     
    BAB V
    PENYEDERHANAAN JENIS DAN PROSEDUR
     
    Pasal 31
    Penyelenggaraan PTSP di daerah dapat dilakukan penyederhanaan untuk meningkatkan mutu pelayanan dan daya saing Daerah yang meliputi:
    a. jenis pelayanan Perizinan dan Nonperizinan; dan/atau
    b. prosedur pelayanan Perizinan dan Nonperizinan.
     
    Pasal 32
    (1) Penyederhanaan jenis pelayanan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf a, dilakukan dengan cara:
      a. paket paralel Perizinan dan Nonperizinan; dan
      b. menyatukan beberapa jenis perizinan yang sama menjadi satu izin.
    (2) Penyederhanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi berdasarkan jenis:
      a. usaha; dan
      b. nonusaha.
    (3) Penyederhanaan berdasarkan jenis usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, meliputi bidang antara lain:
      a. pendidikan;
      b. kesehatan;
      c. perhubungan;
      d. komunikasi dan informatika;
      e. koperasi, usaha kecil dan menengah;
      f. kelautan dan perikanan;
      g. pariwisata;
      h. pertanian;
      i. kehutanan;
      j. energi dan sumber daya mineral;
      k perdagangan; dan
      i. industri
    (4) Penyederhanaan berdasarkan jenis nonusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, meliputi bidang antara lain:
      a. pekerjaan umum dan penataan ruang;
      b. perumahan rakyat dan kawasan permukiman;
      c. ketentraman dan ketertiban serta perlindungan masyarakat;
      d. sosial;
      e. tenaga kerja;
      f. pertanahan;
      g. lingkungan hidup; dan
      h. kebudayaan.
     
    Pasal 33
    Penyederhanaan prosedur Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf b, dilakukan dengan cara:
    a. mengintegrasikan pelayanan dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Badan Pertanahan Nasional, perbankan, asuransi, dan pihak lain yang terkait dengan peningkatan kualitas layanan publik;
    b. mengintegrasikan pelayanan antara daerah provinsi dengan daerah kabupaten/kota;
    c. menyatukan tempat penyelenggaraan layanan; dan
    d. mengurangi persyaratan Perizinan dan Nonperizinan.
     
    Pasal 34
    Penyederhanaan jenis dan prosedur pelayanan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan Pasal 33 diatur dengan Peraturan Daerah.
     
    BAB VI
    PELAYANAN SECARA ELEKTRONIK
     
    Bagian Kesatu
    Tujuan dan Ruang Lingkup PSE
     
    Pasal 35
    (1) Dalam penyelenggaraan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan daerah oleh PTSP menggunakan PSE.
    (2) PSE bertujuan untuk memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk memperoleh pelayanan Perizinan dan Nonperizinan yang lebih mudah, cepat, tepat, efisien, transparan, dan akuntabel.
    (3) Pelaksanaan PSE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui PTSP-el.
    (4) PTSP Daerah dalam melaksanakan PTSP-el sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyelenggarakan sistem elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab.
     
    Pasal 36
    (1) Ruang lingkup PTSP-el terdiri atas:
      a. subsistem pelayanan informasi;
      b. subsistem pelayanan Perizinan dan Nonperizinan; dan
      c. subsistem pendukung.
    (2) Subsistem Pelayanan Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a menyediakan jenis informasi paling sedikit terdiri atas:
      a. panduan Perizinan dan Nonperizinan;
      b. direktori PTSP daerah;
      c. data realisasi penerbitan Perizinan dan Nonperizinan yang disediakan untuk publik;
      d. jenis, persyaratan teknis, mekanisme penelusuran posisi dokumen pada setiap proses, biaya retribusi, dan waktu pelayanan;
      e. tata cara layanan pengaduan Perizinan dan Nonperizinan;
      f. peraturan perundang-undangan di bidang PTSP;
      g. pelayanan informasi publik kepada masyarakat; dan
      h. data referensi yang digunakan dalam pelayanan Perizinan dan Nonperizinan.
    (3) Subsistem pelayanan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit terdiri atas sistem elektronik yang menyediakan layanan:
      a. Perizinan dan Nonperizinan sesuai tahapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f kecuali huruf e;
      b. integrasi dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Badan Pertanahan Nasional, perbankan, asuransi, dan pihak lain yang terkait;
      c. penelusuran proses penerbitan Perizinan dan Nonperizinan (Online Tracking System); dan
      d. penerbitan dokumen izin dan nonizin dapat berwujud kertas yang ditandatangani secara manual dibubuhi stempel basah, atau secara elektronik yang memiliki tanda tangan elektronik.
    (4) Subsistem Pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling sedikit terdiri atas sistem elektronik:
      a. pengaturan administrasi jaringan elektronik;
      b. pengaturan administrasi basis data (database);
      c. pengaturan keamanan informasi dan jaringan elektronik;
      d. bantuan permasalahan aplikasi (help desk) untuk petugas pelayanan;
      e. pelayanan konsultasi;
      f. pelaporan perkembangan penerbitan izin dan nonizin;
      g. catatan sistem (log system) elektronik;
      h. jejak audit (audit trail) atas seluruh kegiatan dalam pelayanan Perizinan dan Nonperizinan;
      i. cadangan (back up) sistem elektronik dan basis data secara berkala; dan
      j. pusat pemulihan bencana.
     
    Bagian Kedua
    Hak Akses
     
    Pasal 37
    (1) PTSP-el dapat diakses dengan menggunakan hak akses atau tanpa menggunakan hak akses.
    (2) Pelayanan Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) dapat diakses oleh pengguna tanpa menggunakan hak akses.
    (3) Pelayanan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) dan Subsistem Pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4) dapat diakses oleh pengguna dengan menggunakan hak akses.
    (4) Hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan kepada Kepala DPMPTSP, petugas pelayanan, pemohon Perizinan dan Nonperizinan, dan pegawai instansi lain sesuai dengan kewenangan.
    (5) Tata cara pemberian hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh Kepala DPMPTSP dalam bentuk petunjuk teknis.
     
    Pasal 38
    (1) Pemilik hak akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (4), wajib menjaga keamanan hak akses dan kerahasiaan kode akses yang dimilikinya.
    (2) Penyalahgunaan dan/atau pemindahtanganan hak akses oleh pihak lain menjadi tanggung jawab pemilik hak akses.
     
    Bagian Ketiga
    Pemanfaatan Tanda Tangan Elektronik
     
    Pasal 39
    (1) Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan meliputi:
      a. data pembuatan tanda tangan elektronik terkait hanya kepada penandatangan;
      b. data pembuatan tanda tangan elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa penandatangan;
      c. segala perubahan terhadap tanda tangan elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
      d. segala perubahan terhadap informasi elektronik yang terkait dengan tanda tangan elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
      e. terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa penandatangannya; dan
      f. terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa penandatangan telah memberikan persetujuan terhadap informasi elektronik yang terkait.
    (2) Pemanfaatan tanda tangan elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) huruf d paling sedikit memenuhi persyaratan meliputi:
      a. laman/website PSE menggunakan sertifikat elektronik atau Secure Socet Layer (SSL);
      b. penyelenggara dan pemohon wajib memiliki sertifikat elektronik;
      c. penerimaan permohonan dan persyaratan Perizinan dan Nonperizinan dalam bentuk elektronik;
      d. dokumen izin dan nonizin diterbitkan dalam bentuk dokumen elektronik dengan format PDF (Portable Document Format);
      e. seluruh proses penerbitan dokumen izin dan nonizin melalui transaksi elektronik yang menggunakan tanda tangan elektronik;
      f. tidak memberikan keterangan atau notifikasi dalam bentuk kertas;
      g. penyerahan dokumen izin dan nonizin secara elektronik; dan
      h. arsip digital.
    (3) Sertifikat elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diterbitkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Tersertifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (4) Sertifikat elektronik bagi pemohon layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diperoleh pada loket khusus PTSP setempat.
    (5) Tanda tangan elektronik yang tersertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disebut tanda tangan digital atau digital signature.
     
    Pasal 40
    (1) Dokumen elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf d dan transaksi elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf e yang dibubuhi tanda tangan digital memiliki kekuatan hukum yang sah.
    (2) Proses pembubuhan tanda tangan digital pada dokumen elektronik dan transaksi elektronik tidak dibatasi oleh tempat dan waktu penandatanganan.
    (3) Pembubuhan tanda tangan digital sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menggunakan waktu yang mengacu pada waktu server (times stamp) milik Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
     
    Pasal 41
    (1) Dokumen izin dan nonizin elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf d dapat diverifikasi melalui laman PTSP atau aplikasi yang dibuat khusus untuk melakukan verifikasi.
    (2) Tanda tangan digital pada transaksi elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf e dapat diverifikasi melalui layanan otoritas validasi (validation authority) pada Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
    (3) Dokumen izin dan nonizin elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dibubuhi tanda tangan digital yang valid merupakan dokumen otentik.
    (4) Hasil cetak dokumen izin dan nonizin elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi salinan dari dokumen otentik.
     
    BAB VII
    SARANA DAN PRASARANA
     
    Pasal 42
    (1) Sarana dan prasarana penyelenggaraan PTSP, paling sedikit meliputi:
      a. kantor depan/front office;
      b. kantor belakang/back office;
      c. ruang pendukung; dan
      d. alat/fasilitas pendukung.
    (2) Kantor depan/front office sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, paling sedikit terdiri atas:
      a. loket penerimaan;
      b. loket penyerahan;
      c. loket pembayaran;
      d. ruang/tempat layanan informasi;
      e. ruang/tempat layanan pengaduan; dan
      f. ruang layanan konsultasi.
    (3) Kantor belakang/back office sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, paling sedikit terdiri atas:
      a. ruang rapat; dan
      b. ruang pemrosesan.
    (4) Ruang pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, paling sedikit terdiri atas:
      a. ruang tunggu;
      b. ruang laktasi;
      c. ruang difabel dan manula;
      d. ruang bermain anak;
      e. ruang arsip dan perpustakaan;
      f. toilet/kamar mandi;
      g. tempat ibadah;
      h. tempat parkir; dan
      i. ruang/tempat penjualan makanan dan minuman.
    (5) Alat/fasilitas pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, paling sedikit terdiri atas:
      a. seragam pelayanan;
      b. formulir;
      c. telepon dan mesin faksimile;
      d. perangkat komputer, printer, dan scanner;
      e. mesin antrian;
      f. alat pengukur kepuasan layanan;
      g. kotak pengaduan;
      h. mesin foto kopi;
      i. kamera pengawas (CCTV);
      j. koneksi internet;
      k. laman/website dan e-mail;
      l. alat penyedia daya listrik atau uninterruptible power supply (UPS);
      m. alat pemadaman kebakaran;
      n. pendingin ruangan;
      o. televisi;
      p. brosur;
      q. banner;
      r. petunjuk arah lokasi; dan
      s. alat/fasilitas pendukung lainnya sesuai dengan kebutuhan.
     
    Pasal 43
    (1) Sarana dan prasarana untuk penyelenggaraan PTSP-el, paling sedikit meliputi:
      a. koneksi internet;
      b. aplikasi pelayanan perizinan, pengaduan, penelusuran proses penerbitan perizinan dan nonperizinan (tracking system), jejak audit (audit trail), sms gateway, dan arsip digital;
      c. pusat data (data center), dan server aplikasi dan pengamanan;
      d. telepon pintar (smartphone); dan
      e. alat/fasilitas pendukung lainnya sesuai dengan kebutuhan.
    (2) Pusat data (data center) dan server sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat berbagi pakai dengan pemerintah dan/atau perangkat daerah lain.
     
    BAB VIII
    SUMBER DAYA MANUSIA
     
    Pasal 44
    Pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia penyelenggara fungsi PTSP pada DPMPTSP dilakukan secara proporsional untuk mencapai tujuan dan sasaran PTSP.
     
    Pasal 45
    (1) Sumber Daya Manusia yang ditugaskan pada PTSP harus memiliki keahlian dan kompetensi dibidangnya.
    (2) Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditingkatkan melalui pendidikan formal, pendidikan dan pelatihan secara berkala.
    (3) Untuk meningkatkan kualitas pelayanan Perizinan dan Nonperizinan, dapat menggunakan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja dan Tenaga Ahli Pendamping.
    (4) Mutasi pegawai pelayanan penyelenggaraan Perizinan dan Nonperizinan dapat dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi dari Kepala DPMPTSP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
     
    Pasal 46
    (1) Dalam rangka efektivitas dan percepatan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan, Tim Teknis PTSP dari perangkat daerah terkait ditempatkan dan berkantor di DPMPTSP berdasarkan kebutuhan penyelenggaraan pelayanan yang diajukan oleh Kepala DPMPTSP.
    (2) Penempatan Tim Teknis pada kantor PTSP ditetapkan oleh kepala daerah.
     
    Pasal 47
    (1) Dalam rangka pelaksanaan layanan bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf e, PTSP Provinsi atau PTSP Kabupaten/Kota dapat menempatkan pegawainya (person in charge) pada PTSP Provinsi atau PTSP Kabupaten/Kota.
    (2) Penempatan pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
     
    Pasal 48
    Dalam rangka meningkatkan kinerja penyelenggaaran pelayanan Perizinan dan Nonperizinan, Kepala Daerah memberikan tunjangan khusus kepada penyelenggara dan tim teknis sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
     
    BAB IX
    ETIKA PELAYANAN
     
    Pasal 49
    (1) Dalam Penyelenggaraan PTSP wajib diterapkan etika pelayanan.
    (2) Etika pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sikap aparatur penyelenggara dalam pelaksanaan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan.
     
    Pasal 50
    (1) Etika pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 meliputi:
      a. disiplin;
      b. cepat;
      c. tegas;
      d. sopan;
      e. ramah dan simpatik;
      f. adil/tidak diskrimatif;
      g. terbuka dan jujur;
      h. loyal;
      i. sabar;
      j. kepatuhan;
      k. teladan;
      l. komunikatif;
      m. kreatif;
      n. bertanggung jawab; dan
      o. obyektif
    (2) Disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan cara hadir tepat waktu sesuai dengan jam kerja, tertib berpakaian sesuai dengan ketentuan tata cara pakaian dinas, tertib berbicara dalam batas etika dan moralitas serta tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (3) Cepat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara menyelesaikan berbagai urusan pelayanan publik yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab penyelenggara pelayanan sesuai dengan jadwal waktu layanan yang sudah ditentukan.
    (4) Tegas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan cara tidak memberikan ruang toleransi terhadap kolusi, korupsi dan nepotisme dalam bentuk apapun yang terkait dengan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan.
    (5) Sopan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan dengan cara tingkah laku yang baik dan berbicara yang wajar sesuai dengan etika dan norma kesopanan pada saat melayani pengguna jasa layanan Perizinan dan Nonperizinan.
    (6) Ramah dan simpatik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan dengan cara berbudi bahasa yang menarik, bertutur kata yang manis dan perbuatan yang menyenangkan dalam melaksanakan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan.
    (7) Adil/tidak diskriminatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dilakukan dengan cara memberikan kesempatan yang sama terhadap pengguna layanan.
    (8) Terbuka dan jujur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g dilakukan dengan cara memberikan informasi tentang materi, data dan proses pelayanan yang jelas dan benar.
    (9) Loyal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h dilakukan dengan cara melaksanakan perintah atasan dan wajib melaporkan secara cepat dan benar kepada atasan terkait dengan pelaksanaan pelayanan.
    (10) Sabar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i, dilakukan dengan cara menahan emosi manakala mendengar pernyataan dan perilaku pengguna jasa layanan yang menyinggung perasaan.
    (11) Kepatuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j, dilakukan dengan cara menyelesaikan keseluruhan kegiatan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan dan standar operasional prosedur untuk memenuhi tingkat kepuasan para pengguna jasa layanan Perizinan dan Nonperizinan.
    (12) Teladan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k, dilakukan dengan cara memberikan contoh perilaku yang baik kepada rekan kerja maupun kepada para pengguna jasa layanan Perizinan dan Nonperizinan.
    (13) Komunikatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l, dilakukan dengan cara berkomunikasi secara efektif dengan para pengguna jasa layanan pada saat memberikan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan.
    (14) Kreatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m, dilakukan dengan cara melakukan inovasi yang konstruktif dan produktif untuk mempercepat dan mengoptimalkan pelaksanaan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan.
    (15) Bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n, dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (16) Objektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf o, dilakukan dengan cara tidak memihak kepada salah satu dari pengguna jasa layanan Perizinan dan Nonperizinan.
     
    BAB X
    SURVEI KEPUASAN MASYARAKAT
     
    Pasal 51
    (1) PTSP wajib melakukan SKM untuk mengukur mutu dan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
    (2) SKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara periodik paling sedikit 1 (satu) kali dalam setahun.
    (3) SKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui survei internal dan/atau eksternal
     
    BAB XI
    INOVASI
     
    Pasal 52
    (1) Pemerintah Daerah dapat melakukan inovasi untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan PTSP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (2) Inovasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan semua bentuk pembaharuan dalam penyelenggaraan PTSP.
     
    Pasal 53
    Jenis, prosedur dan metode Penyelenggaraan PTSP yang bersifat inovatif ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.
     
    BAB XII
    FORUM KOMUNIKASI PTSP
     
    Pasal 54
    (1) Pemerintah Daerah dalam rangka penyelenggaraan PTSP dapat membentuk forum komunikasi antara Pemerintah Daerah dengan masyarakat dan pemangku kepentingan terkait.
    (2) Keanggotaan forum komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas unsur:
      a. PTSP Provinsi dan/atau PTSP Kabupaten/Kota;
      b. perwakilan asosiasi penerima layanan;
      c. ombudsman; dan
      d. unsur lainnya yang terkait.
    (3) Forum komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai fungsi paling sedikit:
      a. menyelesaikan permasalahan Perizinan dan Nonperizinan;
      b. melakukan evaluasi Penyelenggaraan PTSP; dan
      c. memberikan rekomendasi kepada Kepala Daerah.
    (4) Forum komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk dengan Keputusan Kepala Daerah.
     
    BAB XIII
    PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
     
    Pasal 55
    (1) Pembinaan dan pengawasan secara umum terhadap penyelenggaraan PTSP dilakukan oleh Menteri melalui Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan.
    (2) Pembinaan secara teknis terhadap teknis Perizinan dan Nonperizinan di daerah dilakukan oleh Menteri teknis dan Kepala Lembaga Pemerintah Non-Kementerian.
    (3) Pembinaan dan pengawasan terhadap Penyelenggaraan PTSP Kabupaten/Kota dilakukan oleh Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
    (4) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) dilakukan sesuai kebutuhan daerah dalam bentuk fasilitasi, konsultasi, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan.
    (5) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) juga dalam bentuk pemberian bimbingan, supervisi serta pengembangan, pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan PTSP.
    (6) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang dilakukan oleh Menteri teknis dan Kepala Lembaga Pemerintah Non-Kementerian dikoordinasikan terlebih dahulu kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan.
     
    BAB XIV
    PELAPORAN
     
    Pasal 56
    (1) Bupati/Wali Kota menyampaikan laporan Penyelenggaraan PTSP Kabupaten/Kota kepada gubernur secara periodik setiap triwulan.
    (2) Gubernur menyampaikan laporan Penyelenggaraan PTSP Provinsi dan Kabupaten/Kota kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan secara periodik setiap triwulan.
    (3) Laporan penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi:
      a. kelembagaan dan struktur organisasi DPMPTSP;
      b. pendelegasian kewenangan;
      c. sumber daya manusia;
      d. sarana dan prasarana;
      e. MPP, standar pelayanan dan standar operasional prosedur;
      f. survei kepuasan masyarakat;
      g. pengelolaan pengaduan;
      h. inovasi layanan;
      i. penyelenggaraan penyuluhan;
      j. penyederhanaan jenis dan prosedur;
      k. pemberian insentif dan kemudahan penanaman modal;
      l. jumlah izin dan nonizin terbit;
      m. rencana dan realisasi investasi; dan
      n. kendala dan solusi.
    (4) Khusus pelaporan jumlah izin dan nonizin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf l juga dilaporkan setiap bulan paling lambat pada minggu kedua bulan berikutnya.
    (5) Laporan penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dapat dilakukan secara manual dan/atau elektronik.
     
    BAB XV
    PENDANAAN
     
    Pasal 57
    Biaya Penyelenggaraan PTSP dibebankan pada:
    a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
    b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan/atau
    c. Sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat,
    sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
     
    BAB XVI
    KETENTUAN PERALIHAN
     
    Pasal 58
    (1) Peraturan Penyelenggaraan PTSP di Daerah yang ada disesuaikan dengan Peraturan Menteri ini paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak diundangkannya Peraturan Menteri ini.
    (2) Ketentuan dalam Peraturan Menteri ini berlaku juga bagi Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Aceh, Provinsi Papua, dan Daerah Istimewa Yogyakarta sepanjang tidak diatur secara khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
     
    Pasal 59
    Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
     
    BAB XVII
    KETENTUAN PENUTUP
     
    Pasal 60
    Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
     
    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
       
     
     
  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Desember 2017

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

TJAHJO KUMOLO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Desember 2017

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA
 
 
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 1956
 

 

Status Peraturan
Aktif