Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021
- Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2022 tentang Penerapan Terhadap Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
- Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
- Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021.
- Hak atas Kelebihan Pembayaran Pajak
Jika pembayaran pajak yang dibayar atau dipotong atau dipungut lebih besar dari yang seharusnya terutang WP berhak mendapatkan kembali kelebihan tersebut. - Hak dalam hal WP dilakukan pemeriksaan
- Meminta Surat Perintah Pemeriksaan
- Melihat Tanda Pengenal Pemeriksa
- Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan
- Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT; dan
- Hadir dalam pembahasan akhir pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan
- Hak untuk mengajukan Keberatan, Banding dan Peninjauan Kembali
- Hak-hak lainnya
Kewajiban Mendaftarkan Diri
Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepada Wajib Pajak diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Nomor Pokok Wajib Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan Penduduk menggunakan Nomor Induk Kependudukan.
Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang.
Pengusaha yang sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud di atas dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Namun demikian Pengusaha yang merupakan pengusaha kecil (peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah)) dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang.
Kewajiban Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan Dan Pelaporan Pajak
Dalam melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan sistem self assessment pengusaha wajib melakukan sendiri penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak penghasilan yang terhutang.
Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang.
Kewajiban Dalam Hal Diperiksa
- Memenuhi panggilan Pemeriksaan;
- Memperlihatkan/meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang pajak;
- Memberikan kesempatan memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaranpemeriksaan;
- Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; dan
- Memberikan keterangan lain yang diperlukan.
Kewajiban Memberi Data
Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak.
Pajak Penghasilan
Untuk pengusaha dengan omzet penjualan di bawah Rp4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dan wajib pajak tidak memilih untuk menggunakan pembukuan maka besarnya Pajak Penghasilan yang terutang setiap bulannya adalah sebesar 0,5% (setengah persen) dari Omzet Penjualan setiap bulan yang bersifat final namun untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dengan peredaran bruto tertentu (tidak melebihi Rp4.800.000.000 dalam satu tahun pajak) atas bagian peredaran bruto dari usaha sampai dengan Rp500.000.000 (Lima ratus juta rupiah) tidak dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2013 yang berlaku sejak 1 Juli 2018 sttd Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022.
Untuk pengusaha dengan omzet penjualan melebihi Rp4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) atau wajib pajak memilih untuk melaksanakan pembukuan, maka besarnya Pajak Penghasilan yang terutang dihitung menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh dari penghasilan kena pajak, yang merupakan selisih antara peredaran usaha dikurangi dengan biaya-biaya yang boleh dibebankan berdasarkan ketentuan UU Pajak Penghasilan.
Pajak Pertambahan Nilai
Untuk pengusaha dengan omzet penjualan melebihi Rp4.800.000.000 (empat milyar delapan ratus juta rupiah) atau wajib pajak memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka Wajib Pajak wajib memungut PPN sebesar 11% dari nilai penyerahan barang kena pajak.
Contoh Kasus Pembukuan
Tuan Y merupakan pedagang elektronik, status Kawin dengan 2 tanggungan Omzet penjualan berdasarkan SPT Tahunan Orang Pribadi Tahun Pajak 2022 adalah sebesar Rp6.000.000.000. Karena omzet penjualan Tuan A melebihi Rp4.800.000.000, maka Tuan A menghitung PPh terutang tahun pajak 2022 dengan menggunakan pembukuan. Informasi keuangan tahun 2022 adalah sebagai berikut :
Peredaran Bruto Rp6.000.000.000
Biaya Usaha Rp5.400.000.000 (-)
Laba Usaha Rp 600.000.000
Penghasilan Lainnya Rp 50.000.000
Biaya Lainnya Rp 30.000.000 (-)
Jumlah seluruh penghasilan Neto Rp 620.000.000
PTKP Rp 67.500.000 (-)
Penghasilan Kena Pajak Rp552.500.000
PPh Terutang:
5% x Rp60.000.000 Rp 3.000.000
15% x Rp190.000.000 Rp 28.500.000
25% x Rp250.000.000 Rp 62.500.000
35% x Rp52.500.000 Rp 18.375.000(+)
Rp 112.375.000
Di samping mempunyai kewajiban PPh, Tuan A juga wajib dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut PPN atas setiap penjualan Barang Kena Pajak kepada pembeli/lawan transaksi sebesar 11%.
Contoh Kasus Norma Penghitungan Penghasilan Netto
Tuan Adi (TK/0) memiliki usaha jasa periklanan di Jakarta. Peredaran usaha dari usaha tersebut adalah sebesar Rp1 miliar. Tuan Adi telah menyampaikan pemberitahuan mengenai penggunaan Norma Penghitungan kepada Direktur Jenderal Pajak 3 bulan sejak awal Tahun Pajak 2022. Dalam hal ini Tuan Adi boleh menghitung penghasilan neto atas penghasilan yang diperoleh dari jasa tersebut karena peredarannya kurang dari Rp4,8 miliar dan memilih untuk tidak dikenakan pajak UMKM 0,5%.
Persentase penghasilan neto jasa usaha jasa periklanan di kota Jakarta adalah sesuai dengan norma KLU 73100 untuk 10 ibukota provinsi yaitu sebesar 50%. Penghasilan Neto dari jasa perancangan khusus:
Penghasilan Netto 50% x Rp1.000.000.000 Rp500.000.000
PTKP Rp 54.000.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 446.000.000
Pajak Penghasilan Terutang:
5% x Rp60.000.000 = Rp 3.000.000
15% x Rp190.000.000 = Rp28.500.000
25% x Rp 196.000.000 = Rp49.000.000 (+)
Total PPh 25/29 terutang Rp 80.500.000
- 15898 kali dilihat